Hari Sabtu kemarin, seorang kawan melepas masa lajang. Setelah hampir 5 tahun pacaran dan menabung untuk membelikan rumah bagi sang calon pengantin, kawan saya itu pun memutuskan untuk resmi naik ke pelaminan.

Yang istimewa dari pernikahan ini adalah kenyataan bahwa kawan saya dan calon istrinya saling berkenalan lewat Internet. Ya, mereka mengenal satu sama lain melalui ruang chatting, sebelum akhirnya memutuskan untuk bertemu, berpacaran, lalu menikah.

Saya jadi ingat percakapan saya dengan Nadine (Nadine Freischlad, bukan Nadine Chandrawinata), cewek cantik (dan asyik) yang tengah melakukan riset tentang Blogs, Culture and Identity in Indonesia itu, ketika kami ngobrol-ngobrol sambil menyantap semangkuk es krim di Hรคagen-Dazsยฎ Plaza Senayan beberapa bulan lalu.

Bahwa pada dasarnya, Internet bukannya membatasi interaksi sosial antar manusia, tapi justru membuka peluang itu. Berkenalan di Internet, lalu membuat janji temu di dunia nyata. Berkawan melalui blog, lalu ramai-ramai ikut kopdar. Internet justru menjadi semacam medium yang bisa membantu terjadinya interaksi sosial di dunia nyata.

Seperti kawan saya itu. Yang menemukan cinta nyata di dunia yang katanya maya ๐Ÿ™‚ Semoga keduanya hidup berbahagia ๐Ÿ˜€

—-

*) untuk pasangan yang tengah mesra-mesranya, Hendy & Devy: awali pagi hari dengan secangkir fresh-brewed coffee dan percakapan tentang cinta ๐Ÿ˜‰ Devy, semoga kamu bisa menggunakan coffee-maker itu. Hehehe ๐Ÿ˜€

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Sudah lama saya tidak main-main ke blog-nya Marianne. Kemarin, ketika mampir ke sana, saya menemukan posting-an yang menurut saya lucu, sekaligus romantis.

Kemudian, komentar mengenai posting itu membuat saya senyum-senyum sendiri; yang sebenarnya sering sekali saya lakukan (senyum-senyum sendiri, maksudnya) ๐Ÿ˜€

Hmm. Jadi ingat. Sepertinya SMS macam ‘tiba-tiba kangen kamu’ belakangan ini memang sudah basi. Overused. Tapi, mungkin tergantung juga pada siapa yang diharapkan mengirimkan SMS tersebut ๐Ÿ˜€

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Saya ndak tahu apakah nona ini sudah pernah mendengar mengapa alat komunikasinya yang baru itu dinamai BlackBerry, bukan StrawBerry misalnya (seperti alat komunikasi saya)–atau BlueBerry (seperti alat komunikasi Chika).

Katanya, sebenarnya nama itu diambil dari buah strawberry–salah satu buah favorit saya, yang sebenarnya lebih suka saya pandangi dan pajang di atas kulkas daripada saya makan (tapi kalau di-jus enak sekali, saya suka) ๐Ÿ˜€

RIM settled on the name “BlackBerry” only after weeks of work by Lexicon Branding Inc., the Sausalito, California-based firm that named Intel Corp.โ€™s Pentium microprocessor and Appleโ€™s PowerBook. One of the naming experts at Lexicon thought the miniature buttons on RIMโ€™s product looked “like the tiny seeds in a strawberry,” Lexicon founder David Placek says. “A linguist at the firm thought straw was too slow sounding. Someone else suggested blackberry. RIM went for it.”[8] Previously the device was called LeapFrog, alluding to the technology leaping over the current competition, and its placeholder name during brainstorm was the PocketLink. The plural form of “BlackBerry” is “BlackBerrys.” [Wikipedia]

Oh, begitu…

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Peachy acoustic walls. The amplifier and the cheap drum stick. The strange smell of the studio’s carpet. An empty cassette case and a SONY Walkman. Rewind. Side One. Song number 4*. The less-favorite electric guitar; it felt cold in my trembling hands. You said, “Let’s give it a try,” and took the lead on a Fender. I read your fingers carefully as you played along: C G Am E7 F / G C Am G / F Fm C …

“Excellent. Now we’re ready to play,” you winked.

The melody. The drum. The bass. I strummed my guitar. You grabbed the microphone, sang aloud, and I fell for you.

…………………………………………

*) Don’t Look Back in Anger, OASIS, from the album (What’s The Story) Morning Glory?

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Update (22/07/08): tips mengatasi masalah ini sudah bisa Anda lihat di sini.

—–

Ya, Nokia N73 saya kembali diserang bug memory low delete some data. Sampai tidak bisa dipakai sama sekali. Tak bisa menerima telepon apalagi mengirim SMS. Lupakan memotret. Tak bisa saya berpose narsis lagi. Tak bisa meletakkan skrinsyut di blog. Sedihnya.

Padahal saya ingin memotret KTP-nya Gage, yang di kolom nama hanya terdiri dari 4 huruf. Ya. Hanya G-A-G-E. Itu saja. Kalau tak percaya, yah, pinjam saja KTP-nya Gage, karena saya tak bisa berikan skrinsyut-nya sebagai bukti. Dan mengenai mengapa saya bisa mendapatkan KTP-nya Gage, itu cerita lain lagi hehehe ๐Ÿ˜€

Jadi singkatnya, di layar handphone N73 saya itu tertera bahwa memori yang saya pakai adalah 44 MB, dan memori yang tersisa hanya tinggal 150-an kB lagi. Padahal kenyataannya, memori yang terpakai hanya 13 MB.

Insiden yang sama pernah terjadi juga setahun lalu. Waktu itu saya sempat menghubungi pihak manajemen Nokia, dan dengan berbaik hati mereka memperbaiki telepon saya. Gratis. Dan saya sangat berterima kasih atas layanan yang memuaskan itu.

Masalahnya, setelah perbaikan tersebut, sekitar beberapa bulan kemudian, bug yang sama memang muncul lagi. Dan memory low delete some data itu datang lagi. Karena merasa sudah pernah ‘terbantu’ oleh Nokia waktu itu, saya juga tak mau dicap sebagai user yang komplain terus-menerus ๐Ÿ˜€ Jadi saya pun mencoba mencari solusinya sendiri via Internet. Namun tak ada jawaban yang memuaskan.

Sampai akhirnya, secara tak sengaja, saya menemukan cara sendiri ๐Ÿ˜€

Ternyata, dengan mematikan telepon, mencabut batere, dan mengeluarkan SIM card lalu memasangnya kembali 3-4 kali, atau mematikan telepon selama 1 atau 2 hari penuh, bisa menghilangkan bug itu dan membuat catatan memori saya kembali normal.

Tetapi baru-baru ini, N73 saya kembali berulah. Dan bug itu bertahan membandel meski telepon saya sudah mati hampir seminggu penuh. Ini menyebalkan. Kalau saya tahu ada bug tersebut dalam Nokia N73 ini, lebih baik dulu saya memilih model lainnya saja. Adalah sesuatu yang sangat mengganggu ketika telepon harus mati selama satu atau dua hari–terutama pada hari kerja. Kalau tak ada handphone cadangan, bayangkan betapa repotnya.

Hari Jumat kemarin, saya sudah melayangkan email ke Nokia. Dan sementara waktu, saya tuangkan saja dulu kesedihan saya di sini seraya memandangi si N73 yang membujur kaku di atas meja, sementara menunggu balasan email dari bapak-bapak yang baik hati di Nokia…

Update: sampai hari ini masih belum ada jawaban. 29/06/08: Horeee, memori N73 saya sudah kembali normal setelah mati lebih dari seminggu ๐Ÿ˜€ 32 MB tersisa, 13 MB terpakai. Asyik, bisa foto-foto lagi!!! ๐Ÿ˜€

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Malam ini, sahabat lama saya itu pergi. Lagi. Kali ini ia bertolak dari Abu Dhabi menuju Beijing, untuk kemudian melanjutkan perjalanan berjam-jam lamanya menuju sebuah rig yang terpencil dari peradaban dan perempuan ๐Ÿ˜€

Beberapa minggu yang lalu, saat kami hendak berkomplot menyusun rencana untuk menjodohkan seorang kawan di sebuah restoran Vietnam, ia mengutarakan kekhawatiran-kekhawatirannya. Tentang kepergiannya yang dipercepat dari jadwal semula, kesanggupannya bertahan di lingkungan yang sama sekali asing baginya, dan tentang sepenggal cintanya. Yang tinggal menyisakan lara dan kenangan yang tak pernah bisa ia prediksikan pasang-surutnya.

Saya berkata bahwa ia akan baik-baik saja. Dulu, ia pernah juga mengutarakan kekhawatiran yang sama ketika berada di Amerika dan menyadari bahwa negara itu ternyata tidaklah seindah bayangannya semula. Euphoria semalam yang berubah menjadi depresi dalam bergelas-gelas minuman yang diisi lagi, dan lagi, ternyata hanya menghabiskan biaya hidup sebulan dan rasa mual di pagi hari.

Tetapi ia mampu bertahan dan bisa melalui semuanya setelah beberapa lama. Jadi saya yakin bahwa kali ini, ia juga akan baik-baik saja.

Mungkin memang baru kemarin itu ia menemukan cinta terakhirnya, yang terpaksa harus dilepasnya meski ia tak tahu mengapa hubungan mereka tak bisa berjalan seperti harapannya. Kini ia tahu rasanya mencintai seseorang sebegitu dalam hingga tak mampu lagi membenci perempuan itu, meski perempuan itu telah menyakitinya. Rasa sakit dan manis dari semua kenangan itu bermain dalam benaknya, dan ia suka memutarnya kembali hanya untuk menikmati sensasi rasa yang tak pernah bisa ia dapatkan ketika memutar kenangan dengan mantan-mantan kekasihnya yang lain.

Ia berkata bahwa mungkin, kali ini ia benar-benar jatuh cinta.

โ€œSaya mampu bertahan di Amerika karena saya ingin memberikan masa depan yang terbaik untuk perempuan itu,โ€ ia berkata. โ€œSaya punya tujuan ketika itu.โ€

Ya, ada begitu banyak versi tentang masa depan keduanya, yang telah mereka rancang bersamaโ€”tanpa pernah menduga bahwa akan datang suatu hari ketika mereka justru terdampar pada sebuah masa depan yang sama sekali berbeda. Masa depan di mana mereka tak lagi bersama.

Jadi, ia kumpulkan semua kenangan itu dalam sebuah album foto, juga pesan-pesan singkat dalam telepon genggamnya. Semua menjadi semacam tanda mata dari masa lalu. Museum kecilnya yang menyimpan semua artefak tentang perempuan itu. Ia ingin menikmati saja semua rasa sakit itu dulu. Saat ini memang lebih baik begitu. Ia tak mau mengambil keputusan yang salah lagi dan menyakiti perempuan lain yang tak sungguh-sungguh ia cintai, hanya karena ingin mencari tempat memuntahkan sakit hati.

Maka pergilah sahabat saya itu. Tanpa setumpuk buku Coelho yang sudah saya siapkan untuknya.

Beberapa waktu lalu, tiba-tiba saja ia mengatakan pada saya bahwa ia ingin memesrai Coelho sejenak. Sesuatu yang membuat saya terkejut sekaligus takjub. Selama 14 tahun bersahabat dengannya, ia tak pernah terlalu gemar membaca sastra.

The Alchemist. By The River Piedra I Sat Down and Wept. Brida. The Zahir. Veronika Decides to Die. Eleven Minutes. The Witch of Portobelloโ€ฆ

Semuanya sudah bertumpuk rapi di rak buku saya. Tetapi kami tak sempat bertemu sebelum ia pergi. Ia minta maaf karena tak sempat berpamitan, saya juga minta maaf karena tak sempat memberikan buku-buku Coelho itu.

Tapi tak apa.

Ketika ia pulang beberapa bulan mendatang, akan saya berikan buku-buku itu untuknya. Agar ketika ia pergi lagi dan tengah berada di lautan, ia tak perlu terlalu sering memutar kenangan-kenangan usang itu untuk mengisi waktu senggang. Agak berbahaya jika kita menjadi terbiasa dan mulai menikmati rasa sakit itu, lantas kecanduan untuk selalu menghidupkan kembali layar yang sudah berubah hitam dengan terus menekan tombol rewind.

Saya tahu persis betapa sulitnya lepas dari kecanduan itu.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Kita masih mencoba untuk saling mengerti satu sama lain, dan saya rasa akan seterusnya begitu. Semua ini adalah proses yang terbungkus waktu. Lama atau sebentar adalah sesuatu yang relatif; tetapi saya rela menghabiskan seluruh hidup saya untuk lebih mengerti dirimu.

Saya tahu, masih ada begitu banyak perbedaan di antara kita; meski tak sesering dulu kita berselisih paham. Memang ada masa-masa sulit itu, seperti bertahun-tahun lalu, ketika kita belum tahu bagaimana cara membuat yang lain mengerti selain dengan berteriak dan membanting pintu. Ada saat-saat ketika kita kehilangan kesabaran dan terpaksa membuat yang lain menjatuhkan butiran panas air mata. Yang membakar sampai ke hati.

Tetapi tahun-tahun belakangan, kita telah belajar untuk bertengkar dalam diam. Menyingkir sebentar untuk berpikir dan menenangkan diri agar tak perlu melakukan perbuatan atau mencetuskan perkataan yang akan membuat sakit hati. Perdebatan masih sering terjadi, karena sudut pandang kita terhadap berbagai hal sering bertolak belakang. Namun belakangan semuanya lebih sering kita akhiri dengan tawaran, “Mau dibikinin kopi, nggak?”

Dan kita pun akan menyingkir ke dapur yang nyaman, duduk di lantai sambil menikmati dua cangkir kopi dan potongan-potongan singkong goreng sambil berbincang tentang apakah besok pagi kita akan membuat sambal tempe atau sambal goreng, dan apakah dua bungkus kerupuk kampung putih isi 6 dengan irisan daun jeruk tipis-tipis yang kita sukai itu sudah habis hanya dalam sehari. Kemudian memutuskan bahwa enak sekali merebus Indomie kari ayam dengan potongan caisim, dan sambal cap Jempol banyak-banyak. Semangkuk berdua saja cukup untuk kita. Kita tidak lapar, hanya kepingin ๐Ÿ™‚

Di luar semua perbedaan yang kita miliki, kita begitu mengenal satu sama lain sehingga hubungan kita nyaris menyerupai telepati. Entah bagaimana kau tahu apa yang ingin saya makan hari ini, meski saya tak pernah menyinggungnya. Kau tahu jika saya akan pergi pada akhir minggu, atau jika saya tidak jadi pergi–meski saya belum mengatakan apa-apa. Terkadang saya bertanya-tanya dalam hati di mana gunting kuku itu, kemudian tiba-tiba saja kau berseru, “Gunting kuku ada di meja kaca tiga.”

Hubungan kita berkembang begitu rupa, sehingga semua tahun-tahun sulit antara kita, yang terekam dalam buku-buku harian saya, nyaris terasa seperti mimpi saat ini. Saya tak yakin mengapa hubungan kita tak seperti ini dulu. Tapi mungkin kita berproses. Bukan hanya dirimu yang berproses, tetapi saya juga. Kita berkembang bersama. Saya semakin mengerti dirimu; begitu pula sebaliknya.

Jadi, saya harap, tahun-tahun sulit di antara kita, yang sudah hampir 8 tahun berlalu, akan selamanya menjadi sejarah.

Dan kita bisa menikmati lebih banyak lagi waktu-waktu seperti ini bersama: menggulung rambut, mengecat kuku, mengobrol di teras sambil merendam kaki di kolam ikan, menonton televisi, tidur-tiduran berdua sambil menatap langit-langit dan menceritakan lelucon-lelucon aneh dan gosip-gosip yang kau dengar dari tayangan infotainment, lalu lagi-lagi menyeruput kopi berdua ditemani sestoples biskuit…

Ya, ternyata kita punya banyak kesamaan. Kau juga suka kopi. Dan hujan. Dan makanan enak. Kau juga tergila-gila pada buku cerita dan musik. Ya, kau yang meminta saya membeli CD Tompi, Gwen Stefani, dan Kahitna. Kau suka Andra, Tiesto, Fort Minor, dan MIKA, dan gemar menyetelnya keras-keras di pagi hari. Kau yang membuat saya ikut jatuh hati pada lagu-lagu lama Simon & Garfunkel, BeeGees, Connie Francis, dan lagu-lagu lawas yang dinyanyikan kembali oleh Emi Fujita.

Kau tahu apa-apa yang sedang trend saat ini. Kau yang membelikan cat rambut warna ungu dan merah tua, kemudian mengecat rambut saya dan berkata, “Duh, masih kurang merah, ya, warnanya? Kurang ekstrim…”

Kau juga yang menyiapkan teh hangat dan bubur ayam ketika pada beberapa kesempatan yang lumayan jarang saya pulang pada pukul 5 pagi selepas clubbing. Dan kau akan bertanya, “Gimana, rame nggak?” dan “Ada siapa aja di sana?” lalu mengikuti saya ke kamar ketika saya hendak lelap di tempat tidur, dan kita ber-haha-hihi sebentar sebelum saya memasuki alam mimpi (saya tak pernah kuat begadang di luar, karena saya sangat suka tidur. di rumah, saya selalu punya banyak ransum untuk begadang, termasuk cemilan, kopi, dan selimut…).

Kita sama-sama menyukai Desta Club Eighties, body butter BodyShop, juga gorengan dan batagor di pabrik tas. Kita juga tak pernah bosan menonton tayangan ulang Ujang Pantry 1 & 2 yang dibintangi Ringgo Agus Rahman dan Dina Olivia, kalau tak salah sudah 3 atau 4 kali. Kita sama-sama tak tega melihat tayangan film dokumenter kehidupan hewan-hewan jika di dalamnya ada adegan binatang yang tengah diburu pemangsa. Sebelum tayangan itu memperlihatkan si pemangsa berhasil menerkam korbannya, kita sudah cepat-cepat memindahkan saluran agar tak perlu menyaksikan adegan seram itu.

Ya. Pada akhirnya, melalui sebuah proses yang panjang, kita mengerti bahwa di satu sisi, ada begitu banyak persamaan di antara kita–lebih dari apa yang kita kira. Dan kita juga mulai mengerti bahwa di sisi lain, kita memang begitu berbeda–tapi kita memang tak kuasa untuk tidak bersama.

Pada akhirnya, semua itu bermuara pada satu kata:

Cinta.

………………………………..

*)Happy birthday, Mom!

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Tentunya para pengacara bisa dikategorikan dalam kategori orang-orang tersabar di Indonesia. Bagaimana tidak. Jadwal pengadilan tak bisa ditebak. Menunggu selama 3 jam dan bersidang hanya dalam 5 menit. Atau menunggu 2 jam dan bersidang selama 2 jam. Atau bahkan tak sempat menunggu karena sidang yang dijadwalkan jam 1 tiba-tiba maju menjadi jam 12…

Melangkahkan kaki keluar dari Pengadilan Negeri yang pengap, terik matahari siang dan asap knalpot membekap nyali saya dan seorang kawan untuk menyetop taksi. Satu menit. Tiga taksi yang tengah membawa penumpang lewat di depan mata. Dua menit. Dua taksi. Masih berpenumpang. Lima menit. Tak juga nampak tanda-tanda taksi yang bisa ditumpangi. Kulit terasa panas. Sepatu tak terlalu efektif menahan hangatnya aspal yang tengah dipijak.

“Ayo kita jalan ke mall sebelah. Pasti ada taksi di sana. Dan lebih teduh menunggunya,” saya menyarankan.

“Yakin di sana ada taksi? Jalannya lumayan juga… di sini biasanya lewat taksi, kok,” teman saya menyahut.

“Tapi pastinya lebih besar kemungkinan taksi berhenti di depan mall dan menurunkan penumpang daripada taksi berhenti di depan pengadilan dan menurunkan penumpang…”

“Hmm, gimana ya…”

“Jalan ke mall, nggak?”

“Menurut insting lo gimana?”

Hmm. Saya terdiam selama sepersekian detik sebelum menjawab: “Jalan ke mall. Ada taksi di sana.”

Maka dua perempuan ini pun berjalan cepat-cepat menuju mall dekat situ, dan tertawa terbahak-bahak melihat antrian 3 sampai 4 taksi kosong di sana.

Insting.

Apakah ini sebuah pengingat? Kapan terakhir kali saya melakukan sesuatu berdasarkan insting?

Masuk ke dalam taksi dan bergerak menuju salah satu hotel di kawasan Gatot Subroto–kami terperangkap kemacetan selama beberapa waktu.

“Mbak, ada yang mahir Bahasa Inggris tidak?” tanya Pak Pengemudi berinisial I tiba-tiba.

“Memang kenapa, Pak?”

“Ini, saya mau minta bantuannya. Saya punya SMS, dalam Bahasa Inggris. Saya tidak tahu artinya…”

Pak Pengemudi pun menyodorkan telepon genggamnya dan memberikan SMS yang dimaksud. Kira-kira bunyinya dalam Bahasa Indonesia seperti ini:

Bahkan ketika saya bahagia, saya masih merasa kesepian. Saya harap kamu baik-baik saja. Cobalah untuk tidur.

Dan satu lagi:

Kamu tahu saya sedang tidak ada di Jakarta. Tapi saya akan kembali minggu depan.

Pak Pengemudi pun bercerita bahwa SMS itu ia temukan di dalam telepon genggam mantan kekasihnya. Mantan–karena sang kekasih memutuskan untuk pindah ke lain hati. Ke pelukan pria asing. Maka Pak Pengemudi pun menyimpan beberapa SMS antara si mantan kekasih dan pria asing itu; yang ditulis dalam Bahasa Inggris, untuk mencari tahu apa artinya.

“Salah nggak sih, saya?” tanya Pak Pengemudi. “Melepaskan kekasih saya untuk pria lain? Tapi saya hanya ingin dia bahagia. Saya ikhlas. Tapi tak rela…”

Ikhlas. Tapi tak rela. Bisa, ya?

Setelah masalah insting itu, apakah ikhlas tapi tak rela ini juga sebuah pengingat untuk saya? ๐Ÿ™‚

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Mendapat informasi ini dari milis sebelah.

Dear All,

Pemilihan 7 keajaiban milik dunia kembali digelar, berbeda dengan kriteria sebelumnya dengan keajaiban yang dibuat secara sengaja oleh manusia dalam bentuk bangunan, kali ini panitia mengajak dunia untuk
memilih 7 keajaiban baru milik dunia yang bukan dari buatan manusia.

Sudah terpilih sebanyak 77 tempat di seluruh dunia dari berbagai kategori, dan Indonesia mengajukan atau setidaknya sudah terpilih sebanyak 3 tempat eksotik, antara lain:

1. Komodo National Park
2. Krakatau, Volcanic Island
3. Lake Toba

Voting dilakukan melalui internet, dengan batas waktu sampai akhir 2008! Setiap pemilih (menggunakan id email) harus memilih 7 tempat nominasi, pilih 3 tempat di Indonesia dan 4 tempat lain yang tidak masuk dalam 77 besar nominasi agar peluang tempat Indonesia semakin besar. Gunakan semua email yang kita punya untuk memilih.

VOTE for INDONESIA di sini.

Ranking sementara 7 Juni 2008

19. Komodo National Park , National Park INDONESIA – Asia
35. Krakatau, Volcanic Islands INDONESIA – Asia
36. Lake Toba INDONESIA – Asia

Ranking sementara 3 Juni 2008

30. Komodo National Park , National Park INDONESIA – Asia
56. Krakatau, Volcanic Islands INDONESIA – Asia
57. Lake Toba INDONESIA – Asia

Indonesia mungkin akan kalah dari negara lain, bahkan negara kecil yang mengajukan tempat yang tidak terlalu menarik, hanya karena negara tersebut lebih melek internet ( Singapore contohnya, yang mengajukan Bukit Timah Nature Reserve). Dan yg lebih menyedihkan lagi, pulau Sipadan juga termasuk dlm nominee yg diajukan oleh Malaysia .

Brazil misalnya, pemerintahnya menyediakan fasilitas gratis untuk masyarakatnya yang tidak punya akses internet agar bisa ikut memilih untuk negaranya.

Karena itu, ayo bantu sebarkan informasi dan ajakan ini!

Saya sudah milih! ๐Ÿ™‚

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting lifeโ€”one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP