Seorang teman sebentar lagi akan menikah. Seorang lagi justru baru saja berpisah. Seorang kawan mengaku sedang gelisah. Seorang lagi tengah dihantui perasaan bersalah. Ketika seseorang diam-diam menyimpan rasa, ada seseorang yang tengah berupaya menepiskan cinta. Ketika sekeping cinta dilepaskan ke udara, seorang sahabat berlari untuk menangkap jatuhnya, sementara seorang lagi bersembunyi agar tak terkena serpihannya.
Ada cah benci dan cinta dalam setiap piring yang terhidang di meja. Teraduk rata sehingga kita tidak bisa memilih satu saja di antara keduanya.
Ada sebuah jendela yang terbuka pada suatu malam yang terlalu sendiri. Di saat yang bersamaan, sebuah jendela tertutup pada pagi hari yang terlalu sedih untuk dilewati berdua.
Duka itu bukan untuk dibagi, tetapi untuk dipendam sendiri.
Dan ia remuk pada satu hari di mana dunia nampak demikian kejam dan memusuhi. Dia berpaling hanya untuk mengetahui bahwa ia tengah menangis sendiri. Saya melihat bayangan saya di cermin pagi ini. Dan saya melihat dia. Dia yang menangis, tanpa bahu untuk bersandar.
Mungkin ini saat dimana dia harus berdiri sendiri. Bukan waktunya lagi saya cemas berlari menghampiri. Ada waktu-waktu di mana saya ingin dia bisa hidup tanpa saya. Bukan karena saya ingin dia mandiri dan mampu mengatasi segala kesulitan sendiri. Tetapi karena saya sudah lelah selalu menjadi alas kaki.
I deserve more than that.
2 Responses
Thanks for the comment. I really appreciate the feed back. 🙂
seperti biasa, entri yang bagus sekalih….
*speechless…..*