Hold me, you shall never ever see me
Blankets will not hesitate me
Flowers shant even wake*
Jika hidup adalah pertaruhan, aku akan mempertaruhkan semuanya untuk kita. Kamu bilang aku bodoh. Aku bilang aku jatuh cinta. Orang-orang yang jatuh cinta seperti anak burung yang baru belajar terbang. Mereka tak tahu apakah sayap mereka sanggup mengangkat mereka di udara dan bisa mengepak sempurna. Mereka tak tahu apakah sayap berupa berkah atau kutuk—apakah terbang jauh dari rumah akan mengantarkan mereka menyaksikan pemandangan indah dari tempat-tempat yang jauh, atau membuat mereka rawan diketapel. Lalu, ketika jatuh, mereka juga tak tahu apakah ada ranting dan dedaunan yang akan menangkap mereka, atau akankah mereka tewas terhempas ke tanah keras.
Semua ini adalah tentang rasa percaya.
Jadi bahkan ketika aku meninggalkanmu hari itu, aku percaya. If it’s meant to be, it will happen.
Semua orang bicara tentang takdir: bahwa jika dua orang ditakdirkan untuk bersama, mereka akan bersatu juga pada akhirnya. Tetapi takdir—seperti semua hal yang ada di dunia ini, bisa jadi hanya sementara. Kita perlu bertanya dan mempersiapkan diri: seberapa lama kita ditakdirkan untuk bersama?
Takdir, juga bisa menjelma jadi serangkaian pelajaran berharga. Bersama belum tentu membawa bahagia. Mungkin kebersamaan membawa air mata atau sakit hati. Tetapi setidaknya kita belajar. Bahwa kita ditakdirkan untuk belajar dari satu sama lain. Mungkin kita ditakdirkan untuk bersatu lalu berpisah lagi, ketika masing-masing sudah cukup belajar dan bisa berdiri sendiri-sendiri.
Kiss me, this the last time you may see me
This the last time light shall harm me
I shall cry myself to death*
Karena itulah kukatakan, bahwa jatuh cinta adalah pertaruhan demi pertaruhan. Ketika kita bertemu, aku mempertaruhkan hatiku untuk kutinggalkan bersamamu. Ketika kita berpisah, aku mempertaruhkan kemungkinan bahwa kita tak akan pernah bertemu lagi. Tetapi begitulah, dalam setiap pertaruhan, kita harus mengambil keputusan. Karena kita tidak punya banyak waktu. Dan sebesar apapun keinginan kita untuk menunggu, waktu tetap bergegas lewat. Sepertinya tidak bijaksana jika kita sekadar menunggu terlalu lama. Membiarkan momen-momen yang seharusnya mengada terbuang percuma.
Karena bukankah kita bisa menunggu sambil melakukan sesuatu: membaca buku, menanam bunga, mengupas apel, memotret sayuran segar di pasar, membuat istana pasir di tepi pantai, berbelanja di supermarket, minum kopi bersama sahabat, menonton film-film festival…
… jatuh cinta.
Funny, how you never showed your love to me
Lovely, oh the lights I can see
It is gleaming in my eyes like when you*
Ya, bukankah sementara menunggu itu kita masih bisa saling jatuh cinta?
Aku masih bisa memikirkanmu setiap saat. Mengunjungi tempat-tempat yang suatu hari nanti akan kutunjukkan kepadamu [“Di kedai kopi ini, mereka menyeduh Illy. Biasanya aku ke sini sendirian dan duduk di pojok sana itu, membaca Yoshimoto sambil mendengarkan denting piano,” aku berkisah sambil menggenggam tanganmu]. Merancang kata-kata cantik yang akan kukirimkan ke awan dan kutiupkan di atas kotamu, membasuhmu dalam guyuran hujan. Mengirimkan kartu-kartu pos dari tempat yang jauh [supaya kamu tahu bahwa di manapun aku berada, aku selalu mengingatmu]. Mencari-cari bintang yang tengah kau pandangi di kegelapan. Mendengarkan musik-musik yang sedang kau putar di tempatmu lewat tengah malam. Menuliskan surat-surat untukmu yang suatu hari nanti [mungkin] akan kukirimkan.
Burned me, tear my skin off and leave me
This the last time you may hold me
This the last time I shall say goodbye*
Jadi biarkanlah kita menikmati jeda kala menunggu itu. Sendiri-sendiri. Sampai suatu hari nanti kita bertemu lagi. Bersama. Berpisah lagi. Dan demikian seterusnya. Karena aku sadar, tidak akan pernah ada seseorang yang bisa memiliki yang lain seutuhnya. Demikian pula, selalu ada rentang waktu untuk setiap ‘selamanya’. Tetapi kita masih bisa menyimpan kenangan selama jeda menunggu itu. Dia akan tersimpan selama ingatan kita masih baik-baik saja.
Dan kalau memang hanya setumpuk kenangan ini yang bisa kumiliki di akhir hari, itupun tak mengapa.
*) diiringi dentingan Glow dari Frau.
27 Responses
Selalu romantis dech Han 🙂
Efek dengerin lagunya Frau, jadi gini deh 😀
suka sekali :)))
makasih, Putri! ^^
pas hujan, pas baca ini pas dengerin ini http://j.mp/vvPtv7
#dipaspasin
aaaaak, suka banget versi iniii! cantik!!! :’D *ndengerin sambil minum teh*
kyaaaaaaa sambil minum teh, kemakan sama iklannya haha
enjoy!
lagi-lagi dibuat galau sm postingannya mbak hanny, uuuu~~~, nah, yg ini truestory jg kah? :’)
tentunya :’)
yang begini nie yang bikin bakalan rajin berkunjung ke blog ini
ahahahahah, makasiiih 🙂
” Kita perlu bertanya dan mempersiapkan diri: seberapa lama kita ditakdirkan untuk bersama? ”
Dan biarkan selama takdir menginjinkan kita untuk bersama, aku ingin menikmati setiap saat bersama kamu.Agar suatu hari jika takdir menginginkan kita berpisah, aku tidak akan melawan, karna aku pernah punya kamu, tersimpan di hati.Selalu.
Great post, han..kena bener ke gw..hehehehe
;P
loh ini bukannya buat #28hari ya? *tepokjidat
bisa diatur 😀
bisa diatur? kayak pintu air katulampa aja ih, hihihi…
sering banget mampir kesini, tapi baru sekarang berani comment.. hehehe..
suka banget mba aku sama postingan yang ini, dalem banget lah kata2nya.. hohoho~
keep blogging yaaa 😀
*Btw, aku twitternya juga loh. hihihi
aaaaaa, kenapa baru berani comment, kan ga digigit 😀
thank you, sering-sering mampir sini yaaa ^^ *peluk*
mewek bacanya mbak 🙁
*peluk* :’)
aku nunggu dibukuin.. 😀
apanya yang dibukuin? 😉 kan udah ada di blog 😛
….bahwa jatuh cinta adalah pertaruhan demi pertaruhan. Ketika kita bertemu, aku mempertaruhkan hatiku untuk kutinggalkan bersamamu. Ketika kita berpisah, aku mempertaruhkan kemungkinan bahwa kita tak akan pernah bertemu lagi…
ADUUH! *jleb *pranggg *uhuk
suka banget mbaa postingan ini 🙂 lagi, lagi, lagiiii….
:*
Darn! Pas baca pas lg patah hati..
Kereeennn abessshh *mujiwalohatitersayat
(⌣́_⌣̀”)
Aw. Be strong, dear! *hugs*
🙂