Saya bangga Indonesia punya Hari Blogger Nasional. Terharu mengingat bahwa saya hadir di Blitz Megaplex pada perhelatan Pesta Blogger yang pertama; terkejut ketika hari itu, Pak Muhammad Nuh (yang masih menjabat sebagai Menkominfo) menetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Blogger Nasional.
Postingan pertama saya di blog ini memang diawali pada bulan Juli 2005, tetapi sebenarnya saya sudah mulai ngeblog sejak tahun 2001. Saya membuka blog pertama saya di blogspot, menulis beberapa posting, lalu menutupnya. Membuka blog baru lagi. Menulis sebentar. Menutupnya. Dan begitu seterusnya. Sampai kemudian saya rutin menulis; di blog baru yang dinamai “Beradadisini”. Sejak pertengahan tahun 2005 itu, saya pun menulis blog, dan tidak berhenti-berhenti lagi hingga saat ini 🙂
Ketika bicara mengenai menulis blog, ada blogger-blogger yang kemudian menjadi bagian sangat berarti dari perjalanan (dan kehidupan) saya. Salah satunya adalah Joko Anwar, di tahun-tahun ketika ia belum sepopuler sekarang. Dulu, saya hobi membaca blognya, Lost in Punch-Drunk Adaptation of a Spotless Love. Membaca judul blognya saja sudah membuat saya jatuh hati. Blog yang humoris sekaligus manis, dengan sentuhan kenyinyiran ala Joko Anwar yang terkadang masih bisa dinikmati via Twitter-nya. Tetapi kemudian, Joko berhenti menulis. Saya patah hati.
Dalam perjalanan, saya juga menemukan Marianne—dengan blog-nya Confessions of A Girl Gone Mad. Saya jatuh hati pada tulisan-tulisannya yang singkat dan kalimat-kalimatnya yang sederhana, tetapi magis. Kisah cinta bertepuk sebelah tangan, perasaan kecewa ketika menunggu orang yang tidak pernah datang, atau lamunan pada pertemuan dengan kekasih di sebuah toko buku… semuanya terasa begitu dekat. It sounds like me.
Dalam sebuah postingan di tahun 2006, yang menjadi salah satu postingan favorit saya, Marianne menulis:
Life is funny that way. That when I’m drowned in a book, you still appear in the pages. That when the characters are beginning to be attracted to each other, it’s your name I read. That when they start entering each other’s lives, making themselves familiar with each other’s favorites, eating out, going to the movies, taking a walk, it’s what I’ve always pictured doing with you. And that when they part, I know that’s what will happen to us.
Postingan Marianne membantu saya melewati tahun-tahun yang berat (saya menulis tentang ini di posting berjudul The Potion). Saya merasa saya tidak sendirian. Saya jatuh hati. Pada kata-kata yang ditorehkan sosok itu: sosok di balik Marianne. Tetapi saya bahkan tidak tahu apakah namanya sungguh-sungguh Marianne—karena ia cukup rapat menjaga privasi perihal dirinya. I hope I’ll be able to meet her one day 🙂
Blogwalking juga mendamparkan saya di I Like Pretending I Can Save the World. Menghabiskan waktu saya mengikuti perjalanan Joni bersama Julia, Olivia, dan Rilla. Menikmati kisah-kisah kanak-kanak yang dewasa tentang rusa kutub, pesawat luar angkasa dan pohon willow. Saya jatuh cinta pada kisah-kisah itu. Saya mencetak halaman-halaman postingan di blog milik Joni tersebut; dan menjilidnya menjadi 4 buah buku. Agar saya bisa membacanya kapan saja, tanpa harus online terlebih dahulu.
Ini petikan dari salah satu posting favorit saya:
I put up my left hand with my palms open, reaching you. But you hesitate. Your right hand never meets my left.
You take a sigh and look into the lake. Please bring me to the coast, you said, while my left hand is still hanging silently in the air.
Then I paddle. The boat moves and the water ripples.
Suatu hari nanti, saya harus bertemu dengan Joni. Itu cita-cita saya. Tetapi kemudian saya kehilangan Joni selama dua tahun. Postingannya menjadi semakin jarang sampai kemudian berhenti sama sekali. Waktu itu saya dengar ia tengah berada di Singapura. Lalu saya menemukannya di Facebook. Saya mengirim pesan, mengatakan betapa saya kangen dengan tulisan-tulisan di blognya. Ketika muncul lagi di tahun 2009, saya berharap Joni akan terus menulis seperti dulu. Ternyata tidak. Tahun itu dan tahun-tahun berikutnya, Joni hanya menulis sekali atau dua kali. Sepanjang tahun.
Kemudian saya kembali menemukan Joni. Di Twitter. Dan bukan hanya telah bertemu Joni, kini saya pun sering bertemu dengannya di berbagai kesempatan. Kalian mungkin lebih mengenalnya dengan nama @JonathanEnd 🙂
Jadi, siapa saja blogger-blogger yang meninggalkan ‘bekas’ dalam perjalananmu?