The best gift someone could ever gave me is the clear view of the night sky–Hanny
Sedari dulu, saya memang tergila-gila pada langit malam. Memandangi bintang atau bahkan langit malam yang gelap berawan, bisa memberikan kepuasan tersendiri selama berjam-jam.
Beberapa hari yang lalu, ketika melewati jalan bebas hambatan, langit malam di sebelah kiri saya (hamparan rerumputan dan tanah lapang) dipenuhi bintang. Rasanya baru saat itulah saya melihat langit yang sepenuh itu dengan bintang; dengan titik-titik terang yang besar-besar… yang membuat saya tidak bisa berpaling dan menempelkan hidung di balik jendela taksi: hanya memandangi.
Tentunya, keindahan langit malam itu, one of the most beautiful view of the night sky I’ve ever seen in my life, saya bagikan lewat pesan singkat kepada seseorang–yang saya harap berada di sisi saya saat itu; untuk menyaksikan keindahan yang sama.
Mendekati kota hujan, bintang-bintang tersebut menghilang dan mengabur dari pandangan. Patut disesalkan, memang. Kota yang terang-benderang dengan lampu-lampu dari bangunan tinggi memang mengakibatkan polusi cahaya. Akibat cahaya yang berlebih, langit malam jadi nampak menyilaukan, sehingga benda-benda langit tidak bisa terlihat dengan jelas.
Dalam kunjungan ke observatorium Bosscha di Lembang pada April 2008 lalu, masalah polusi cahaya juga sudah menjadi hal yang memprihatinkan. Pasalnya, daerah penyangga di sekitar observatorium yang seharusnya ‘steril’ kini sudah dipenuhi pemukiman, vila, restoran serta kafe yang buka hingga larut malam dan melepaskan polusi cahaya dengan lampu-lampunya yang menyala terang.
Akibatnya, pemandangan langit malam dan benda langit yang ada tak dapat terlihat secara maksimal dari Bosscha. Sedihnya lagi, polusi cahaya bukan hanya mengganggu proses pengamatan benda-benda langit. Burung-burung pun terkena dampaknya. Mereka kesulitan ‘membaca’ bintang dan bulan pada saat bermigrasi, karena terhalang oleh silaunya cahaya sekitar; sehingga tidak dapat bermigrasi ke tempat yang tepat. Penyu laut juga takut dengan cahaya terang di sekitar pantai, sehingga ia enggan merapat dan bertelur di sana.
Walau alasan utama saya menginginkan pemandangan indah langit malam diawali alasan romantis semata (I just love the view!), ternyata langit malam dan polusi cahaya punya dampak yang lebih besar–jauh dari yang saya sadari sebelumnya. Saya pikir hanya saya yang terlalu peduli akan bintang-bintang π
Jadi, jika suatu hari kota ini penuh dengan cahaya terang lampu-lampu yang menyorot tajam, hadiah terbaik yang bisa diberikan untuk saya adalah satu hal itu.
Langit malam.
Sebuah tanah lapang di perbukitan yang gelap dan belum tersentuh cahaya lampu-lampu berkekuatan raksasa. Lalu kita akan pandangi bintang-bintang dan merekamnya dalam kenangan. Sebuah kebebasan untuk mengagumi rangkaian titik cahaya di angkasa dan keistimewaan untuk berbahagia akan hal-hal yang sesungguhnya sangat sederhana.
9 Responses
aku juga mau dihadiahi langit xD
*apa kabar hanny? lama nggak main ke blogmu, jadi banyak foto :D*
Iya, di Jakarta susah mau lihat bintang. Mungkin Jakarta justru lebih romantis ketika ada pemadaman bergilir. Hihihi
hahaha bener bgt!!! klo mo liat bintang mesti nyari tempat ky d puncak,hmph… sekali”ny ngeliat bintang yg keren bgt pas d gunung putri π
hai saya baru aja mampir di sini..
saya juga selalu suka langit malam. waktu kecil saya suka menghabiskan waktu di atas kap mobil memandangi langit malam. belajar rasi bintang, meski hanya tahu biduk ebsar dan kecil..
hai, nikenike! aku suka avatarmu! I love taking pictures π
aqu jg suka bgt sama langit malem…terutama sama bintangny π