Lebih dari segalanya, waktu. Hanya waktu.
Dan kita memang sudah sejak dulu. Kamu tahu. Menikmati setiap jeda, setiap jenak, setiap lalu kala menunggu. Sebaris senyap dalam kata-kata yang tergugu. Tidak terburu. Tidak jemu-jemu meski yang kita lakukan tidaklah lebih hebat dari sekadar menunggui sebatang rokok bertransformasi menjadi abu. Kita mungkin terikat dalam erat yang terlalu. Begitukah menurutmu?
Bukan cinta. Atau kecupan lewat kala senja. Tapi waktu.
Semakin singkat. Ingatan fotografis semakin tak bisa diandalkan ketika jejak-jejak mulai berkarat. Dan kamu tahu karat itu hama seperti binatang pengerat. Saya tidak lagi ingin kamu dalam satu kerat. Tidak cukup kuat. Imajimu tidak bisa menjelma nyata hanya dalam nyala lampu 25 watt. Dan waktu tersaruk-saruk di belakang kita dengan langkah-langkah berat.
Hanya waktu. Apakah aku meminta terlalu banyak?
[Tidak, kamu meminta terlalu sedikit. Kecanduan akan waktu ini seperti penyakit, sementara rentang hidup semakin sempit.]
Bisakah kita melahap bintang-bintang dengan mata saja? Pada sebuah ketika di mana akhirnya langit kita berbagi warna serupa. Ketika jendela tak perlu menjelma perantara untuk mengantarkan bingkisan kata-kata. Kedipan bulu mata adalah nyata. Setiap geraknya. Setiap helainya. Tanpa sela. Tanpa cela.
Sempurna.
Ini tak akan bertahan selamanya.
Aku tahu.
Cuma sementara.
Aku tahu.
Jika begitu, mengapa masih kau katakan sempurna?
Karena aku tidak meminta selalu.
Aku cuma minta secukupnya waktu.
Hanya waktu.
Untuk mencintaimu.
27 Responses
… dan setelah itu, biar kita saja yang menjadikannya sempurna …
*over a cup of hot caramel nut latte and my very thoughts of you*
cinta itu akan terasa inda bila hanya secukupnya..
apa adanya…
KiMi likes this. *Facebook mode ON*
manusia hanya terlalu dalam terjebak dalam ilusi waktu… yang dibuatnya sendiri…
berkunjung
aku nggak minta apa-apa kok han. sedikit ya biarin deh 😀
…”Ingatan fotografis semakin tak bisa diandalkan ketika jejak-jejak mulai berkarat.”…
Love this 🙂
ish aku kok kepengen nangis sih han, baca ini 😥
@ndoro: apa, sih yang ga boleh untukmu?
@reva: ehem, ada kisah apa, nih? 😉
@chic: looooh, kenapaaaaaaaahhhh 🙁
Andai waktu udah ada, apa masih tetap mencintainya?
errr, entah. coba kita lihat nanti 😉
waaaaah ♥ ♥ ♥
Bukan hanya sementara, atau selamanya secukupnya saja…
lalu biarkan segalanya menjadi sempurna
benar-benar Hanny banget…
Saya ndak bisa ngasih waktu, tapi saya ada jam dinding, mau? *dikeplak*
saya merasa ini tulisan yang sangat manis walaupun saya ndak gitu paham maksudnya. coba saya dikasih kemampuan nulis kayak sampeyan, mungkin banyak cewe bakal klepek-klepek sama saya 😆
mencintai itu bisa kapan saja bukan? tidak perlu waktu?
*maaph kalo ga nyambung 😛 *
woh, berima!!
Wuih makin asik aja nih permainan katanya. Gw suka rima tiap kalimatnya. Tob deh!
Bukan cinta. Atau kecupan lewat kala senja. Tapi waktu….saya jadi inget acara tv “the master”…^_^..V
cinta tidak kenal waktu… bisa dimasa saja, kapan saja, bagaimana saja… XD
Hanny,
a time to kill
and time to heal
a time to break up
and time to build up
ganti setting nih?
so, all we need is love? or time?
:p
likes this 😀
Jadi teringat kisah tentang Kegembiraan, Kesedihan, Pengetahuan, Kekayaan, Cinta, dan Waktu di tengah pulau yang akan tenggelam. Terus menulis…
melodrama, kok baca ini aku juga jadi sedih ya?
*akhirnya bikin kayak gini juga, hehehe*
Aku cuma minta secukupnya waktu.
Hanya waktu.
Untuk mencintaimu………
kadang butuh waktu lama kita untuk mencintai….. secukupnya ?? terlalu absurd untuk di ukur
hmmmmm…… kaya kopi aja ya secukup nya 😀 (gulanya maksudnya)