Setiap kita punya perjalanan hidup yang mesti ditempuh: perempuan bermata rembulan, rama-rama bersayap retak, juga lelaki dengan hati yang tinggal separuh–semua pernah melintasi dermaga kala fajar maupun senja, dalam siraman cahaya maupun dalam gelap-gulita, dalam tawa ataupun air mata, sendiri-sendiri maupun berdua…
Tetapi yakinlah, bahwa sejak saat ini, setiap kali kau melintasi dermaga itu kala senja, saya ada di sana. Meski kau tak dapat melihat saya dengan jelas karena hujan lebat atau kabut yang berdesakan di pelupuk matamu, yakinlah bahwa jika kamu menoleh, saya ada. Dan yakinlah bahwa saya masih ada di sini; dan akan selalu ada di sini, meskipun malam sudah tak lagi muram dan telah bertabur bintang-bintang, meskipun kau tak lagi melintas sendirian dan telah menemukan kawan untuk diajak berbagi memandangi bintang pagi.
Mungkin ketika kau menoleh, saya tengah berlari-lari kecil dan tertawa di sampingmu, atau mengikuti langkahmu diam-diam seraya mengamati punggungmu dari belakang, atau bahkan menuntunmu dan memimpin jalan di depan ketika kau tak tahu hendak ke mana kau menuju, atau mungkin juga saya telah menjelma pada bayanganmu yang kemudian tertelan pelan-pelan ketika gelap turun menggulung senja dalam satu sapuan manis.
Jadi, bagilah beban itu agar langkahmu terasa ringan… dan bersama, kita akan saling bantu menghadapi dunia untuk menyongsong mimpi-mimpi yang masih tersembunyi di balik pelangi.
59 Responses
Melintasi dermaga sembari nyore oke juga kali ya…
*nangis*
membaca ini, semakin sayah merasa jauh dari tempat dimana sayah ingin berpulang, rindu di hati sudah berkalikali mengurai air mata, tapi sayah tak kunjung jua sampai *sigh*
@eva: lhooo vaaa, kenapaaa *peluk erat-erat*
dipalembang nggak ada dermaga!
wekekekekekek!
Ada lagu dulu, dermaga saksi bisu…
Itu kah?
hm…. waiting for someone at somewhere 😀
dermaga atau darmaga nih? 😀
tunggu aku di posting berikutnya 😀
Ada ikan nya ga ? bisa mancing tuh
sooo sweeeettt…. 😀
sauhku sudah kuturunkan di dermaga yang lain, aku tak akan kembali ke dermaga-mu **geer**
Han, kenapa musti dermaga sih? Apa orang baik adanya hanya di dermaga? Hehe….
@simplylee: gak apa-apa, kebetulan adanya foto dermaga 😀
aaahhhh…. kenapa saya jadi teringat ending di buku the amber spyglass nya Philip Pulman… T^T hanya saja kejadiannya di taman green house, alih2 dermaga.
wahhh…
sangatt tulus dan pasrah skalii..
berattt..susah banget untuk bs membentuk rasa kayak gt..(curcol mode=on)hehe..
bagus bgt gaya nulisnya..
o iya, salam knal yakk..
Hm… dermaga ya? saya terbawa pada suasana sajak chairil yang senja di pelabuhan kecil itu…
ah..cintamu menyudahi lindap hati
wow.. what an amazing poetry!!!
:O
jadi kangen seseorang baca tulisan mbak.. 🙁
salam kenal.. 🙂
@sky: heiii saya mau cari buku itu ahhh 😀 ada di mana ya, kira-kira?
bagus banget hanny 🙂
saya nunggu balasan estafet-atau-bukan-estafet ini dari sang rama-rama bersayap retak itu, pastinya!
Itu buku “anak2” kok, tapi ngga nyangka endingnya bisa sebrilian dan sedramatis itu hiks… merinding bacanya. Di gramed banyak han, itu kan seri terakhir dari trilogy his dark materials. Oia buku pertamanya sudah difilmkan, The Golden Compass.
Halah, sori malah jadi OOT 😀
Oh, Philip Pullman ya!
saya baru baca buku dia yang “Clockwork”, The “Firework Maker’s Daughter”, sama “I was a Rat”.
Simpel, brilian, dan klasik!
Maaf jadi semakin OOT 😀
Mbok aku diajak kesana haaaan…
@sky & masjogja: hihihi gpp, gpp… silakan membahas pullman 😀
tuh, doraemon dah minta ditemenin han…. hihihi
aduh, kalo kayu dermaganya lapuk gimana? tenggelam di telan buih di bawah dermaga dong? *lho, apa sih ini?
Bandara, dermaga…tempat-tempat yang penuh haru biru, biru dengan langit, biru dengan samudera.
Hey posting kamu kali ini mengingatkan saya pada perempuan di cerpennya Hamsad Rangkuti: “Maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu.”
@wazeen: hah?!! kedip-kedip… cerpen yang mana itu? bagi dooong :))
# Jadi, bagilah beban itu agar langkahmu terasa ringan……
mantep coy………ikhlas juga nih katogorinya, seperti kata Mas Iman Brotoseno……….
Mungkin hujan itu yang kita cari, sebab bara-bara prasangka harus dipadamkan dan api yang mendidih sedari tadi di dalam harus dimatikan. Mungkin dari balik matamu? manakala meneteskan bola air mata, lalu meledak jadi butiran hujan. Terus kau paksakan menatap ke langit…
(Apa sih ikut2 aja ni…)
dermaga pulau umang. datanglah ke sana. mantap euy..
*kaga nyambung :P*
Liat sunset di dermaga pasti seru……
tetep lebih suka pantai!!
ga berani ke dermaga ah… takut ma pantaiii..
Penuh cerita di sudut dermaga, pernah aku merasakannya.
Serasa dihantui oleh aksara dan kelam di senja dermaga yang mencekam tapi terlalu nikmat untuk dilewatkan….
@hanny, cerpen itu ada di kumpulan cerpen terbaik kompas 1999 “Derabat”…
bagus kali blog anda, sukses selalu ya
😥 tatuuuuuuuuuuuuttttttttt dibuntuti mba…
dermaga: menunggu pulang, atau mengharap keberangkatan ?
nggg.. anu..
mau kenalan aja ama mba hanny, bendahara pertablogger yang mahsyur 🙂
rindu ….?
loh? jadi penunggu dermaga nih mbak? 😀
berbagi beban? sesuatu yg mungkin saya harus pelajari lagi karena berbagi butuh kepercayaan…
@edo: saya bukan bendahara pesta blogger, tapi asisten pribadi manusia kursi pesta blogger 😀
yay… speechless..
manis sekali.. hiks
that’s really nice han! your very poetic…
teman adalah kepercayaan, misalnya dipercaya untuk menemani lewati dermaga kosong, klu sendirian takut ada kuntilanak yang lagi nyebrang 😛
*hening*…
@seventhsaint: mon, sisca ama yoyo married 😀 hehehe
wah dermaganya dimana ? kayaknya romantis banget .. ehem
wahhh romantisss nih …..jadi pengen hehehe….
wah………………!!!!!!!!!!!
Dermaga.. view na bagus. Tapi lebih suka gunung euy 🙂 Request tulisan tentang gunung donk mba’e.. Klo dari kacamatamu pasti alus..
hm….
jadi inget???????????????
neng… liat dermaga yukkk… nungguin sunset 😛
i ilke this blog…
mantep euy…
kerenn…
sumpah yakin lah bos…
🙂
saya pinjem tulisanya!