Baiklah.
Begini, jika kita menonton film-film di televisi–dan ada adegan di mana sahabat tokoh utama tengah mengalami kesulitan, biasanya si tokoh utama (yang serba sibuk dan punya seribu satu urusan penting) akan meninggalkan semua urusan pentingnya itu. Dia akan langsung menyetir gila-gilaan ke rumah sahabatnya, untuk menghibur dan berada di samping sahabatnya itu, selama yang diperlukan. Dulu, saya sering bercita-cita menjadi tokoh utama seperti ini.
Dalam kehidupan nyata, terutama menjelang dewasa, apakah hal seperti itu juga terjadi? Ataukah, dalam dunia tempat kita berpijak ini, urusan-urusan lain selalu lebih penting? Bukan karena persahabatan tidak penting, tentunya. Tetapi bagaimana dengan profesionalisme dan komitmen? Bagaimana dengan janji-janji yang sudah dibuat terlebih dahulu dan harus ditepati? Bukankah semua itu juga penting?
Seorang teman pernah berkata pada saya di tengah kemacetan lalu-lintas yang menggila, lantang: “Kamu tahu, menurut saya masalah terbesar di negeri ini adalah keegoisan manusia. Ya, manusia itu egois. Menganggap bahwa dirinya yang paling penting. Urusannya yang paling penting. Dia lebih penting dibandingkan orang lain, dengan demikian urusannya harus didahulukan. Bahkan manusia menganggap dirinya lebih penting dari hewan-hewan. Padahal apa jadinya kita dan keseimbangan alam ini tanpa mereka.”
Beberapa tahun lalu, seorang teman yang kesal dengan keluh-kesah sahabatnya yang terus-menerus juga sempat berujar, “Sudah, deh. Bukan cuma kamu satu-satunya orang yang menderita di dunia ini. Kamu pikir masalah kamu yang paling berat? Kamu itu egois!” (yang membuat saya berpikir, bahwa mungkin semua orang memang punya sedikit sifat kejam dalam dirinya).
Jika ada sederet urusan penting lain yang harus didahulukan, lantas… apakah persahabatan bisa menunggu?
Entahlah.
Menurut saya persahabatan itu sama seperti cinta. Ketika terlalu banyak atau terlalu sedikit bisa tergelincir dengan mudahnya menjadi benci. Garis tipis yang membatasinya tidak kelihatan, dan keadaan setimbang hanya bisa dijajaki dengan sangat hati-hati. Itu pun tidak sepenuhnya aman. Karena resiko jatuh selalu ada, dan di bawah sana tak ada jaring pengaman.
Maka, hari ini, saya pun menjura pada film remaja itu–yang menjadi kiblat gaya berseragam berbusana anak-anak SMU; yang berhasil memopulerkan gaya bicara baru yang ditiru sejuta umat; yang juga menjadikan anak-anak muda berbondong-bondong mampir di rak sastra yang sudah tertutup jaring laba-laba di toko-toko buku…
Ya, hari ini, saya harus mengakui bahwa film itu, AADC (alias Ada Apa Dengan Cinta? ) berhasil menghadirkan realita tokoh utama yang sangat bersifat manusia. Karena meski analoginya tak seratus persen sempurna, tapi hari ini saya merasa sebrengsek Cinta yang mengabaikan telepon dari Alya demi jalan bersama Rangga.
………………………………..
Gambar diambil dari sini.
24 Responses
menganggap dirinya paling penting, ini mungkin karena pengaruh keyakinan yang selalu didengung-dengungkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya, makkhluk yang paling mulia dan seterusnya…
coba kalau ga ada nyamuk? apa jadinya?
tentang persahabatan itu hanya ada di fiksi. 🙂
kalo film jomblo bagus ngga? 🙂
biasanya orang akan bilang “idealnya, sahabat itu adalah orang yang mau mengerti kita dalam susah maupun senang”..
lha kalo realiti-nya? ndak semua orang bisa kayak gitu kan? klo nurut pengalamanku aku sih paling sampai batas “sahabat itu adalah orang yang mau mengerti kita”…
tapi bukankah kita selalu berusaha untuk menjadi seorang sahabat yang ideal? hehehe
wah curhat y ternyata, baru ngeh di paragraf terakhir :p
gawat nih…kemaren posting musim kawin, sekarang soal cinta…doraemon suruh tanggung jawab 😀
Lhoooo, sekarang Alya, bukan doraemon?
Indeed. Human are egoistic, individual-minded. No such thing as love, it’s only illusion. Wakakakakaka…
[Welcome to Platonic World]
😉
makanya nonton film horror… kan masih ngetren..
–kabur—
hoho, jadi… namanya rangga, gitu han? bukan doraemon?
kesian doraemon…
*nggandeng tangan Shizuka*
hehehehehe.. lagi ngomongin persahabatan dimanamana *tuink*
pertama, setujuh, persahabatan itu kek percintaan, nyelip satu langkah saja, berubah jadi benci..
kedua, suatu relasi antar manusia, apapun sebutannya, mo persahabatan kek, mo percintaan kek, ketika sudah ada satu pihak saja yang mulai merasa telah melakukan segalanya, tidak akan membawa relasi itu kemanamana, tidak maju pun mundur; nasibnya sama seperti katak dalam tempurung yang merasa sudah melihat dunia *sigh*
ketiga, salam kenal, mbak.. nice writing here.. 🙂
*mancing ikan di empang*
jadi waktu kita makan siang tadi, kamu mengabaikan telpon dari alya ya? wah, sungguh tersanjung diriku 😛
Jadi persahabatan dan cinta kadarnya jangan terlalu berlebihan yaaa yang sedangSedang saja (nyanyi lagu DungDat) 😀
Klo dibalik gimana ?
Jika ada persahabatan yang harus didahulukan, apakah urusan kita yang penting tersebut bisa menunggu?
Bukankah sebagai teman yang baik kita harusnya juga bisa melihat situasi dan kondisi teman kita.
^^^ I’m not saying this is my “default” answer 🙂
Tapi, kebanyakan orang sekarang tipenya oportunis, saving their a** severally.
Sometimes, I feel i’m just like one of them… pathetic isn’t
ah dasar perempuan indosat, sinyal kuat. bukunya minta dibalikin neh. iya deh besok (besok dalam urban dictionary adl kapan-kapan)
“Menurut saya persahabatan itu sama seperti cinta”, hmm jadi ingat kata2 shah rukh khan di KKHH, “love is friendship”, btw tapi kenapa ya kata “persahabatan” kerap kali dipakai untuk membuat rasa “cinta” menjadi tawar, contoh:
W: “Saya cinta kamu”
S: “Terima kasih, sebaiknya kita bersahabat saja”
W:”#@@@@&&&&&&!”
so?
“persahabatan itu haruskah timbal balik? atau bisa satu arah?”
klo saya sih prefernya yang timbal balik, tapi kadang juga kita ndak bisa terlalu banyak berharap kan? wong sahabat juga punya urusan sendiri2, hehehe, so satu arah dulu juga gpp 😀
trus pilih mana
sahabat atau cowok ??? :p
pilih mana: persahabatan atau dipecat dari pekerjaan?
*kecuali kalau udah bosen kerja,hihihi..*
Terakhir nonton film Indonesia: Serangan Fajar, itu juga dipaksa pak guru.
Gak nyambung sama postingnya, ya? Itu tanda keegoisan saya. Wong komen aja mementingkan diri sendiri.
jadi intinya ce tu suka ngga mau keliatan apa yang dia mau ?
Persahabatan..
Di dalamnya ada cinta
Di dalamnya ada perasaan menerima
Dengannya kita tumbuh dewasa
Denganya kita belajar percaya
hihihi been there~ 😛
kadang demi sesuatu, sampai rela berbohong.. 🙄