Litik, sobat. Gua ini waktu SMU rese ga seh? Kira-kira gua ini temen yg baek bukan seh? G benci banget ma diri gua ini. Ha ha ha ha tolongin gua dunk. Cape neh …

Ada apa dengan pesan putus asa itu?

Di tengah kesibukan saya yang sedang menggila, saya minta maaf karena hanya bisa membalasnya dengan sebuah pesan singkat: “Lho, kenapa, ada apa?”

I should have called you right away. Tapi pulsa saya yang tinggal Rp. 45.000,- sama sekali tidak mencukupi. Maaf, ya. Saya akan segera menelepon begitu saya sudah sempat mengisi pulsa ponsel saya. Janji. Saya akan habiskan satu voucher senilai 100.000 rupiah itu untuk kamu, meskipun itu berarti kita cuma bisa bicara selama 15-20 menit.

Saya bertanya-tanya, ada apa dengan kamu?
Belum lama berselang, kamu mengirimkan SMS in such a cheerful manner. Kamu bilang kamu sudah punya pacar. What’s been up since then?

Saya tidak bisa berhenti memikirkan kamu; kenapa kamu bisa mengirimkan SMS janggal itu, apa yang terjadi? Kenapa dengan begitu tiba-tiba … kamu yang biasanya selalu tidak pedulian, tiba-tiba menjadi melankolis seperti saya?

Waktu SMU kamu rese atau tidak?
Dengan jujur, saya akan jawab: “Kadang-kadang”.

Apakah kamu teman yang baik atau bukan?
Saya akan menjawab pertanyaan itu sebagai berikut: saya sudah berteman dengan kamu selama lebih dari 10 tahun dan saya belum berniat memutuskan persahabatan kita, walaupun kita tak pernah menandatangani surat kontrak bermaterai.

Kamu benci sama diri kamu sendiri? Hmm, siapa yang tidak? *wink* 🙂 Tenang, bro, kita semua membenci diri sendiri pada saat-saat tertentu dalam hidup ini. Tapi… saya tidak membenci kamu.

Kamu memang tidak sempurna.
Kadang-kadang kamu menyebalkan. Kadang-kadang kamu hanya ingin didengarkan, tetapi tidak mau mendengarkan. Kadang-kadang kamu egois. Tapi kita semua mengalami ‘kadang-kadang’ itu. Kita semua pernah menyebalkan pada fase-fase tertentu.

Kalau kamu capek, istirahatlah, bro. Take a rest from being yourself. And be whomever you like for a while. Tapi setelah itu, cepat kembali jadi kamu lagi, yaaa.


Kamu yang bisa bikin saya ketawa. Kamu yang bisa bikin saya semangat lagi. Kamu yang suka memuji dan bisa bikin hidung kembang-kempis. Kamu yang terkadang ‘tulalit’. Kamu yang selalu mendukung mimpi-mimpi bodoh saya dan mengerti kisah cinta saya yang lebih kerap berjalan di tempat.

Saya harap kamu bisa cepat menjadi kamu lagi. Kamu yang suka bikin jengkel, bikin kesel, sekaligus bikin kangen. Kamu yang tidak sempurna. Karena ketidaksempurnaan kamu adalah satu hal istimewa yang membuat kamu nampak sempurna di mata saya.

Tight hugs,
:Litik
________________________________

IMG.http://tweb.lisd.net/marisa_robles/images/peanuts/charlie%20brown%20&%20snoopy.gif IMG. http://www.tonystrading.co.uk/pix/cartoon-images/peanutsgang.gif IMG. http://members.fortunecity.it/tuttofumetti/cartoon/immaginicartoon/peanuts.jpg

hanny

One Response

  1. han, gw ampe nangis baca nya…hiks hiks hiks…(sok melankolis yeee gw),bagus! walopun gw ga tau siapa itu yg loe sebut bro! gw juga ga tau ada “kisah” apa dibalik hubungan bro-sist kalian itu (hehehe) tapi gw setuju bgt, ketidaksempurnaan bisa tampak sempurna di”mata” kita karena satu dan lain hal…hmmm I call it luv sih sebenernya…
    Bukan karena kita kaum cewe gampang jadi “buta” kan?! (huh, dengan nada minta dukungan nih, han…!)

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with them—and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP