time to release the balloons and watch them disappear again – @beradadisini

Ketika kamu ingin melepaskan sesuatu, visualisasikan gambaran ini: ikatlah sesuatu yang ingin kamu lepaskan itu pada sebuah balon gas, kemudian lepaskan balon gas itu, dan saksikan ketika ia naik semakin tinggi ke langit dan akhirnya hilang dari pandanganmu.

Saya lupa di mana pernah membacanya. Tetapi saya pernah mencoba hal ini beberapa kali. Tidak berhasil untuk semua hal, tetapi cukup berhasil untuk beberapa hal. Ada saat-saat ketika saya ‘melepaskan balon-balon’ itu ke udara (biasanya saya memvisualisasikan hal ini sebelum tidur di malam hari) menyaksikannya menghilang di langit, dan setelah itu perasaan saya menjadi lebih ringan. Seakan sebagian beban sudah terangkat dari pundak.

Melepaskan harapan adalah salah satunya. Berpegang pada harapan bisa jadi hal yang menyenangkan, sekaligus memberatkan. Ada kalanya kita melihat hal-hal yang belum tuntas, impian-impian yang belum sempat diwujudkan, keinginan-keinginan yang belum terpenuhi, semua yang kita harapkan akan terjadi, tetapi tidak—atau belum menjadi kenyataan. Terkadang ini menjadi beban tersendiri. Seakan kita punya setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Terkadang kita lupa bertanya: apakah kita perlu mempertahankan semua ini? Ataukah kita perlu melepaskan beberapa ke udara sehingga kita bisa melangkah dengan lebih ringan? Ini sama halnya dengan terus-menerus membeli baju-baju baru; sampai lemari pakaian kita penuh sesak, hanya karena kita tidak tega membuang baju-baju lama yang hampir tak pernah dipakai lagi. Sama halnya dengan keinginan. Harapan. Cinta. Angan-angan.

Sebelum daftarnya menjadi semakin panjang, mungkin ada baiknya kita menarik napas sejenak. Melihat dengan lebih jernih. Bayangkan bahwa dalam satu periode waktu, kita hanya bisa menyimpan 3 buah balon harapan di tangan. Apa saja yang akan kita genggam, dan balon-balon mana saja yang akan kita lepaskan?

Belakangan, saya merasa balon-balon saya mulai memenuhi ruang. Ia berceceran mulai dari kamar tidur, koper, kolong tempat tidur, meja kerja, jalan raya, sampai sudut hati. Jadi, nanti malam, sudah saatnya saya melepaskan beberapa ke udara dan menyaksikan mereka naik, naik, naik terus… sampai hilang dari pandangan.

We can’t have everything we want. Dan saya masih belajar pelan-pelan, untuk bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada. Sulit, memang. Dan mungkin masih akan selalu ada sedikit air mata yang tumpah. Tapi tak apa. Esok mungkin masih menawarkan kejutan-kejutan yang akan membuat saya tertawa bahagia.

Yang penting saya sudah menyediakan ruang. Ruang untuk balon-balon baru yang masih akan berdatangan dari waktu ke waktu.

hanny

14 Responses

  1. “Tapi tak apa. Esok mungkin masih menawarkan kejutan-kejutan yang akan membuat saya tertawa bahagia.”

    betouuuul.. masih banyak iklan iklan teki piisaan yang bakal bermunculan utk kita tertawakan :))

  2. True. We can’t have everything we want, Han. Just let it go and keep trying to get something better. We deserve to get the best thing 🙂

  3. Sulit memang melepaskan balon yang sudah di iket pake rante. mungkin perjuangannya harus potong tangan dulu, biar balonnya lepas.

    atau mungkin balonnya harus di tusuk pake jarum biar pecah! walo rantainya masih nyangkut! di tangan 😐

  4. Hanny… Immensely thanks for every writing you’ve made. Setiap habis baca posting kamu, pasti ada rasa hangat sekaligus teduh yang menyelusup di dada. Tulisan”nya selalu dalam, menyentuh, real namun diaksarakan dengan bahasa yang indah, smart sekaligus menarik serta tidak berlebihan.
    Dengan membaca tulisan” kamu, aku mendpat banyak inspirasi untuk menjalani hidup. Untuk menghargai dan mensyukuri setiap hal, seremeh dan sekecil apapun itu. Again, thank you.
    Kalau gak keberatan, kapan” kita ketemuan ya. Pengen kenal lebih dekat dengan orang yang buah pikiran dan tulisannya saya kagumi. 🙂

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with them—and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP