Pagi itu, kita meninggalkan Hồ Chí Minh City dan bergegas menuju pelabuhan udara.
Tujuan kita berikutnya: Cat Ba Island di Utara Vietnam. Pulau kecil inilah salah satu akses menuju gugusan batuan kapur yang mengagumkan di Ha Long Bay; dan dapat ditempuh lewat ibukota Vietnam, Hanoi.
Berjejal dalam penerbangan domestik JetStar bersama para penduduk lokal dan delapan anak balita yang menangis dan menjerit-jerit selama satu jam, saya merasa baik-baik saja. Karena kamu ada. Suara-suara dunia seperti teredam ketika kita tertawa.
Sudah hampir tengah hari ketika kita mendarat di Noi Bai International Airport, di Soc Son Distric. Pengemudi mobil sewaan kita, Duoy, sudah siap menanti di pintu keluar. Perjalanan ini akan menjadi sangat panjang dan agak tergesa, sehingga kita bahkan tidak dapat berhenti untuk makan siang.
Dari pelabuhan udara, kita masih harus menempuh perjalanan darat sekitar 4 jam menuju pelabuhan — kemudian mengejar feri menuju Hai Phong (yang kabarnya hanya beroperasi hingga pukul 5 sore). Dari sana kita akan menempuh perjalanan darat lagi sekitar 1 jam sebelum menyeberang dengan feri menuju Cat Ba Island, diteruskan dengan sekitar 1 jam perjalanan lagi menuju Cat Ba Town.
Selama 6-8 jam ke depan, kita akan terkurung berdua di jok belakang mobil sewaan ini. Jika kita bisa melewati perjalanan ini tanpa saling membunuh, segalanya akan baik-baik saja, bukan begitu? 😀
Perjalanan dari Hanoi menuju pelabuhan memakan waktu lama dan tergolong tidak nyaman (tetapi baik-baik saja ketika dilalui bersamamu, dan mobil sewaan kita begitu menyenangkan). Pemandangan di kiri-kanan kita hanyalah pabrik-pabrik dan hotel-hotel kumuh; serta warung-warung kecil. Sementara jalanan yang kita lalui berlubang dan berdebu.
Sekitar setengah jam terakhir menuju pelabuhan, menjelang pukul lima sore, barulah kiri-kanan kita ditingkahi hijau persawahan dan rawa-rawa.
Di pelabuhan, menjelang senja, kita naik ke atas feri bersama orang-orang Vietnam yang juga hendak menyeberang dengan motor-motor mereka. Berdiri bersesakan di sana; kita memandangi cakrawala di kejauhan dan pasangan-pasangan yang saling berpelukan dalam balutan jaket-jaket mereka.
Kita memang tidak menyiapkan diri untuk udara dingin dan angin laut seperti ini. Lupakan jaket, sweater, atau scarf. Tetapi bersama kamu, saya merasa hangat selama sekitar 45 menit ke depan. Dan kita berdiri di sana, bersisian, memandangi senja serta terbenamnya matahari di atas lautan. Saya tidak bisa meminta lebih.
Langit sudah gelap ketika feri kita merapat di Hai Phong. Terperangkap lagi di jok belakang mobil, kita menggunakan waktu yang sebentar itu untuk menghangatkan diri; sebelum kembali turun mencium asinnya lautan di pelabuhan berikut, yang akan membawa kita ke Cat Ba Island.
Malam itu, secara ajaib, angkasa menuangkan kelip bintang-bintangnya di permukaan laut. Saya melompat kegirangan dan menarik-narik lengan bajumu, “Lihat!” — seraya menunjuk ke permukaan laut yang berpendar dengan kelap-kelip menakjubkan.
Kamu bertanya apa itu.
Bioluminescence.
Bioluminescence or water shining flashes of light, which is a chemical form of light and glowing, is caused in a daily occurrence by the group dinoflagellates. After using up carbon dioxide from the atmosphere in their bodily processes the spent algal residue falls to the ocean bottom in the form of carbon. In the process as carbon fixing organisms they turn water and carbon dioxide (a greenhouse gas) into sugar using sunlight and also produce chemicals that affect the formation of clouds.
Untuk pertama kalinya, malam itu, kamu menyaksikan fenomena alam yang selalu nampak indah bagi saya itu. Bahwa kita berbagi bintang di atas permukaan laut, pada malam itu, juga akan selalu terasa indah buat saya, bahkan lama setelah perjalanan itu berlalu dan tersimpan dalam kotak kenangan saya.
Sekali lagi, malam yang dingin dan berangin itu kita habiskan dengan berjejal bersama sepeda-sepeda motor dan penduduk lokal menuju Cat Ba Island. Langit malam ditingkahi bintang-bintang yang muncul dan berkelip sesekali, serta lampu-lampu kapal dan rumah apung di kejauhan.
Hampir pukul setengah delapan malam ketika kita melewati daerah gelap menuju Cat Ba Town. Dari balik jendela mobil, kita bisa melihat batu-batu kapur yang tinggi menjulang dari gugusan Lan Ha Bay–terusan dari Ha Long Bay di sekitar Cat Ba Island; yang relatif lebih terisolasi dari aktivitas pariwisata dibandingkan Ha Long Bay (di dekat Ha Long City).
Setelah meletakkan koper-koper dan menyegarkan diri di Holiday View Hotel, kita berjalan kaki melawan udara dingin (dengan jaket dan scarf) menyusuri Cat Ba Town yang mungil. Pemandangan di sekitar kita–lautan dan angin dingin; jalanan yang lengang, lampu-lampu jalan yang seadanya, deretan penginapan kecil, toko suvenir, restoran, dan penyewaan kapal, anjing-anjing yang berkeliaran… semuanya membuat saya merasa tengah terdampar dalam novel Goodbye, Tsugumi-nya Banana Yoshimoto.
Setelah menyewa sebuah kapal Cina untuk mengarungi Lan Ha Bay keesokan paginya, malam itu kita memutuskan untuk menikmati makanan hangat di dua restoran yang direkomendasikan Lonely Planet: Bamboo Cafe (fried spring rolls dan seafood pho);
dan Huong Y (tumis bayam yang lezat dan buah-buahan dengan yogurt), yang terletak bersebelahan.
Berjalan pelan-pelan menentang angin dingin dengan perut penuh dan hangat; kita memandang gugusan batu kapur di atas lautan–tempat kita akan menghabiskan esok pagi dengan cerita yang lain.
6 Responses
ah, indahnyaaa.. ah, senangnyaaaaa…
ah aku juga senang 😀
makanannyaaaaa…. aaahh…
jadi laper…
mbak hanny, boleh di share info tentang penyewaan mobilnya ke cat ba island? soalnya saya ada rencana trip ke sana untuk bulan juni ini.. thanks yah