prelude |ˈprelˌ(y)oōd; ˈprāˌl(y)oōd| noun 1 an action or event serving as an introduction to something more important : education cannot simply be a prelude to a career. 2 an introductory piece of music, most commonly an orchestral opening to an act of an opera, the first movement of a suite, or a piece preceding a fugue. • a short piece of music of a similar style, esp. for the piano. • the introductory part of a poem or other literary work.
_____
~ Jumat, 13 Maret 2009. Sekitar pukul 3.30 sore. ~
D,
Lagi-lagi saya mendapati diri saya terdampar di sini. Starbucks. Dengan hot caramel macchiato ukuran tall di tangan kiri dan The Unbearable Lightness of Being-nya Milan Kundera di tangan kanan. Klise. Kamu bisa menemukan saya berada di salah satu kedai kopi seperti ini dengan state of being yang kurang-lebih sama kapan saja.
Oh ya, tahukah kamu bahwa macchiato dalam bahasa Portugis disebut “pingo“? “Pingo” diartikan sebagai drop atau tetesan; karena demikianlah kombinasi macchiato yang kita kenal saat ini diracik oleh sang barista: satu shot espresso yang ditetesi susu.
Momen semacam ini adalah sebuah momen yang selalu terasa istimewa: menyesap kopi sambil memandang ke luar jendela. Di luar sana hujan deras. Langit mendung ditingkahi petir yang mengerjap sekejap-sekejap. Landasan berkilat abu-abu. Sebuah Boeing tengah bersiap lepas-landas.
Saya berada di bandara, D. Menunggu penerbangan berikutnya menuju Bangkok.
Kamu tahu, kan, bahwa bandara selalu membuat saya terhanyut dalam melankoli? Sama seperti berada dalam sebuah kedai kopi. Atau memandangi hujan. Jadi kamu tentunya mengerti jika saat ini saya merasa nyaris overdosis karena tengah berada di dalam kedai kopi di salah satu sudut bandara, dengan hujan deras mengguyur di luar sana. Semua ini adalah jejak-jejak keberadaanmu yang tidak pernah bisa terhapus bahkan oleh tsunami. Apalagi hanya oleh hujan sehari.
duay khwaam rak lae khit theung kha*,
H.
—————–
*Thai for “with love, and missing you”
20 Responses
hiyaaaa, ditunggu postingan jalan-jalannya… 😀
@cK: siap, bangkok’s minutes-nya bakal bersambung lagi kok kayak wacky weekend 😀
indahnya memandang hujan lewat jendela.. ditemani secangkir kopi..
lagi lagi bandara; ah tempat itu…
@rara: you’re most welcome to join me 🙂 *menawarkan secangkir kopi*
@wazeen: haiiiii udah lama ga ketemuuuu! 🙂
Hanny, kalau dirimu menuliskan reportasenya seperti ini, perjalanan 2 hari ke Bangkok bisa dikumpulkan jadi dalam 1 buku 😀
@pitra: ntar beli bukunya, yah! (dance) 😀
jadi kapan bikin buku Han? (woot)
dan hujan kadang membuat saya ingat akan rindu
*lospokus*
eh pengen balik juga ke bangkok … kangen pijatnya 😛
i love macchiato, too (cozy)
@chic: *pressure. pressure* 😀
@pinkparis: mari mariiiii (cozy) *menyesap macchiato*
miss you too, han (cozy)
@ndoro: ndoroooooo 😀 (cozy)
you are right han …. airport always brought memories to me *demn*
-mantan guide abal abal-
satu2nya kenangan saya yang paling berkesan soal airport adalah, betapa bosannya menunggu selama 14 jam di Changi.. hanya untuk mengganti pesawat dari Jakarta, ke Beijing! (angry)
@didut: hihihi mau dong di-guide 😀 gratisan, ya! 😀
Bener tuh, bisa jadi satu buku. Trus bab ‘crazy drunkard friends’-nya masuk bab berapa nanti? 😀
Ayo ayo ayo ke Pulau Macan and dance til dawn!
Ini sudah bisa menjadi cerpen kalo dari definisi_gw
Coonteel, pesawatnya Airbus A320… Hihihi, nggak penting ya? *Dasar gue emang maniak pesawat*
Oh oh… maksudnya bukan pesawat kita ya? *Makin nggak penting* Maklum, menjelang jam 3 pagi 🙂