Perempuan yang tidak pernah ingin beranjak dewasa itu tertipu lagi–oleh seorang kawan baik.

Bertahun-tahun lalu ia pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak terlalu baik pada orang lain, bahkan pada kawan sendiri–karena kawan-kawannya seringkali menikamnya dari belakang; dan bahkan tak menyadari bahwa mereka telah menyakiti perasaan perempuan itu.

Dan pengkhianatan yang dilakukan seorang kawan seringkali terasa jutaan kali lebih menyakitkan.

Tetapi tahun ini, perempuan yang tidak pernah ingin beranjak dewasa itu memutuskan untuk memulihkan kepercayaannya pada pertemanan dan membantu seorang kawan lama. [Ah, kali ini ia pasti sungguh-sungguh membutuhkan bantuan dan bukan hanya ingin memanfaatkanku, pikir si perempuan]. Maka ia pun merelakan akhir minggunya dihabiskan dengan begadang hingga dini hari, meskipun minggu-minggu itu ia terserang flu.

Kemudian perempuan yang tidak pernah ingin beranjak dewasa itu ditinggalkan begitu saja; janji yang seharusnya dipenuhi sang kawan tiba-tiba tak terdengar kabar beritanya. Si perempuan mengirimkan SMS bertubi-tubi; masih sangat sopan; menagih janji yang seakan terlupakan.

SMS-nya tidak berbalas.

Si perempuan mengutuki diri sendiri karena telah tertipu lagi. Karena telah membiarkan dirinya bersedia membantu dan mengorbankan banyak hal hanya demi pertemanan; tanpa menyadari bahwa ia hanya dimanfaatkan oleh sang kawan.

Perempuan yang tidak pernah ingin beranjak dewasa itu sedikit marah, sedikit sedih, sedikit kecewa, sedikit geram, namun lebih banyak terluka. Ini bukan yang pertama, kedua, ketiga, atau keempat kalinya ia dikhianati oleh kawan baiknya.

Perempuan itu pun berjanji tidak akan pernah percaya lagi sepenuhnya pada kawan-kawan dan ia pun semakin meragukan apakah kawan-kawan benar-benar ada…

hanny

4 Responses

  1. Ada kok, Han. Teman itu ada.

    Gak boleh putus asa gitu. Gak boleh mendendam. Gak boleh mikir semua itu harus give and take sesuai pandangan kita, berpikir no such thing as a free lunch. Kayak orang dewasa aja kamu..

  2. Hellooowww Jeeenggg !!!

    Daku hadir niiih …. Cup cup cup Ajinomoto … Jangan sedih yakk ..
    Kalo kata Eyang gue …

    “Percayalah, tapi dikiiiiiiit aja. Kontrol tetap di kita..”

    getoohh katanyaaa …

    Salam kenal dari dapur yakkk huehehehe ….

  3. Akyu: Haiii Jeunnggg 🙂 makasih udah mampir. I just love your virtual kitchen hehehehe, kayaknya enak buat curhat sambil masak-masak ;p kapan diundang ke dapurmyu?

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with them—and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP