“Sampai lampu-lampu di terowongan tuh jadi oranye blur. Somehow lampu-lampu mobil dan lampu jalan seperti menyatu jadi pita-pita panjang berwarna oranye, merah, dan putih.”
:Being Alive, August 2005


Dulu, saya menikmati hidup yang bergerak dengan kecepatan di atas 160 km/jam. The most important thing back then was to get there. Sekarang saya tidak keberatan untuk menurunkan kecepatan hingga 60km/jam. Karena yang terpenting adalah: how to get there.

Karena semua yang mengabur tidak lagi indah.

Saya masih suka duduk di jok belakang, meskipun kini saya jadi lebih senang berjalan kaki. Karena semua yang bergerak pelan bisa membuat saya lebih intens mengamati. Dan saya jadi tahu apa-apa saja yang sudah saya lewati dalam hidup ini. Sehingga pada akhirnya kepingan-kepingan puzzle itu menyatu dan membentuk sebuah gambar yang bisa saya mengerti. Sehingga tidak akan jadi masalah jika beberapa kepingan itu hilang suatu saat nanti.

Karena saya sudah cukup menikmati segalanya, selagi kepingan-kepingan itu masih ada.

hanny

5 Responses

  1. Ya, aku mencintai sebuah perjalanan. Aku menikmati setiap langkah ketika berjalan pelan-pelan. Ruang dan waktu bergerak sangat pelan; melodramatis yang membuat senja lambat terbenam. Ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yang kuinginkan, aku ingin berlari… Berlari dan berlari. Ruang dan waktu berkelabat hanya untuk menyaksikan aku yang bergeming mengacuhkan mereka.

    Ketika aku sampai, kamu bertanya, “Bagaimana kamu sampai ke sini?”

    Aku akan tersenyum. Tak soal. Aku sudah menemukanmu…

  2. Atta — benar, Ta. Happy Monday! 🙂

    Hawe — aaawww. I’m speechless. Indah. Terlalu indah. *merinding* That was too beautiful. Saya tidak bisa berkata-kata. Kehilangan kata-kata…

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with them—and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP