Coba perhatikan penjelasan Kominfo perihal ribut-ribut penayangan film bertema ‘queer’ (Q! Film Festival) di Goethe Institute ini; di sela-sela pemberitaan mengenai FPI yang akan menyerang gedung kebudayaan Jerman tersebut:

Kalau ada kegiatan seni dan kebudayaan dengan tema reinkarnasi? Natal? Dewi Kwan Im? Dewa-dewi Hindu? Permainan bambu gila di Maluku? Film hantu feat. pocong dan suster ngesot dan sundel bolong dan kuntilanak juga mengapa masih bebas saja tayang di mana-mana? Sejak kapan Kementerian Kominfo dijalankan dengan kaidah Islam? Sejak kapan Indonesia berubah menjadi negara Islam? Dan mengapa kita membiarkan orang-orang semacam ini berada di Kementerian?

Update (6.38 pm):

Hey, lihat! Di halaman Kominfo, butir yang sudah di-screen grab di atas itu kini dihilangkan dan menjadi seperti ini:

Sayangnya, di Internet, sudah banyak orang yang melihat butir semula, di mana ada pernyataan mengenai ‘kaidah Islam’. Screen shot siaran pers sebelum diedit juga sempat ditangkap di sini, silakan di-zoom untuk membaca πŸ˜€

hanny

11 Responses

  1. lalu, maumu gimana ?
    kenapa gitu dgn kaidah islam ?
    πŸ™‚

    negara ini bukan negara islam πŸ™‚ kominfo tidak hanya melayani umat Islam, kan?

  2. Tanpa harus membawa-bawa nama Islam pun, statement Kominfo itu sudah kacau balau penulisannya. Masak kementerian yang berurusan dengan informasi dan komunikasi, nggak becus nulis. Fail.

  3. Katanya Queer festival di Goethe itu udah ada sejak dulu ya? Apa memang temanya ganti2 dan tahun ini kebetulan mengenai percintaan sejenis dan transgender, atau temanya memang selalu tetap mengenai percintaan sejenis? ❓ Kalo iya, artinya penduduk Indonesia (setidaknya beberapa kelompok) semakin sadar pentingnya ber-Islam dengan baik. πŸ˜€

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with themβ€”and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting lifeβ€”one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP