A good traveler has no fixed plans, and is not intent on arriving | Lao Tzu

Ada rencana-rencana yang sudah kita bicarakan. Rencana-rencana yang kemudian berantakan di tengah jalan. Lalu kita menyusun rencana-rencana baru. Daftar yang panjang mengenai apa-apa yang akan dilakukan. Dan rencana itu pun berantakan sebelum sempat diwujudkan. Kali ini, tidak seperti yang pertama, aku agak kecewa. Dan menurutku, tidak mengapa, karena bukankah merasa kecewa itu menujukkan bahwa aku memang manusia biasa. Tidak selamanya aku harus bahagia dan baik-baik saja. Dan mengakui bahwa aku kecewa itu lebih baik daripada harus berpura-pura. Jadi. Aku. Kecewa. Titik. Oh, masih ada koma: dan juga sedikit sedih.

(Aku tidak tahu apakah kamu juga)

Tetapi, malam tadi, sahabatku datang, membawakan dirinya, juga sekantong benda-benda lucu: mulai dari pernak-pernik burung hantu, untaian kalung-kalung lucu, mouse pad yang katanya mirip aku, dan sebuah buku. Jurnal perjalanan dengan gambar kota Bangkok di sampul depan. Tebalnya satu ruas ibu jariku. Entah mengapa yang bisa kupikirkan saat melihat travel journal itu hanya kamu. Aku ingat perjalanan di atas kereta dari Jerez ke Sevilla tahun lalu, ketika aku menuliskan berlembar-lembar surat untukmu. Ya, surat-surat yang tak pernah kukirimkan itu. Lalu aku berpikir tentang rencana-rencana kita yang berantakan, yang kemudian memaksaku untuk mencari tempat lain untuk didatangi. Perjalanan panjang yang akan kutempuh, menyeberangi garis-garis waktu ke tempat di mana tidak ada kamu.

Tiba-tiba meledak gambaran dalam benakku. Aku yang mengisi lembar-lembar travel journal itu dengan sketsa, surat-surat, kutipan-kutipan, puisi dan ingatan-ingatanku tentang kita, guntingan koran dalam bahasa yang tidak kumengerti, ah, dan mungkin peta (aku mudah tersesat dan kehilangan arah), atau nomor telepon orang-orang dan tempat-tempat yang kudatangi. Satu-satunya yang ada dalam benakku adalah memenuhinya dengan cerita-cerita perjalananku. Lalu sebelum pulang, mungkin aku akan memotret semua halamannya dan menyimpannya di dalam folder komputerku, sementara travel journal yang sebenarnya akan kukirimkan kepadamu melalui pos.

Begitu?

Kemudian aku kembali senang. Kembali bahagia. Kembali bersemangat dengan rencana-rencana baru. Siapa bilang di tempat yang kutuju tidak ada kamu? Kamu akan selalu ada di sana: di langit pagiku, pemandangan kaldera di luar kamarku, halaman-halaman buku, batu-batu di sepanjang pantai yang katanya berpasir hitam itu…

Lalu, siang ini, aku menemukan kutipan dari Lao Tzu. A good traveler has no fixed plans, and is not intent on arriving. Aku ingin melihat hidup (baca: kita) dan cinta (baca: kamu) dari sudut pandang seorang traveler. Untuk mengerti bahwa rencana-rencana—bahkan yang disusun dengan sangat hati-hati sekalipun, bisa berantakan kapan saja. Tujuan akhir kita bukanlah untuk sampai di satu titik, tapi terus berjalan dan mencari petualangan-petualangan baru. Bukankah kita juga pernah berteriak lantang, “We don’t plan! We do things!

Dan kurasa itulah yang akan kulakukan mulai saat ini.

Pagi-pagi, kamu mengatakan bahwa kamu sempat tidak baik-baik saja. Jadi kuhabiskan seharian itu untuk menghiburmu dengan hal-hal lucu yang kutangkap dari balik lensa kameraku. Sampai kamu bisa tertawa lagi dan bisa merasa baik-baik lagi. Lalu kusadari sesuatu. Yang membuatku bahagia ternyata bukan tercapainya impian-impian itu: tetapi mendengar kamu bisa tertawa lagi karena sesuatu yang kukatakan. Yang terpenting buatku ternyata bukan terwujudnya rencana-rencana itu: tetapi kamu.

Iya, kamu.

hanny

3 Responses

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP