~ Sabtu, 14 Maret 2009. Menikmati Bangkok hingga senja hari ~

D,

Menyantap sayap ayam goreng ala Thai ditemani salad mangga dan tom yam, juga segelas Thai Iced Tea (“with milk!”), inilah yang terlintas dalam benak saya: saya tidak pernah tahu apakah kamu menyukai Thai cuisine.

Di Som Tam Nua, restoran sederhana bertingkat dua di Siam Square Soi 5 yang dikenal akan kelezatan dan keontetikan masakan Thai-nya, saya pun menyadari bahwa ada begitu banyak hal tentangmu yang tidak saya ketahui (menu sarapan favoritmu, merk jam tangan yang kamu pakai saat ini, ukuran sepatumu, pukul berapa kamu tidur malam tadi, dan apa yang kamu pikirkan tentang semua ini—menit-menit yang berlalu ini…)

picture-102

Kebanyakan pelayan di sini adalah waria, D. Dan di Bangkok pemandangan akan mereka memang menjadi hal yang biasa. Sungguh menyenangkan melihat mereka bisa bekerja dengan nyaman di berbagai restoran, hotel, pusat informasi, sampai menunggui toko-toko dan konter perhiasan. Tidak ada telunjuk yang menuduh atau cibiran yang menghina, karena ini adalah kota di mana kita semua adalah manusia. Betapa menyenangkan ketika menjadi berbeda merupakan hal yang biasa.

Selepas makan siang saya berjalan menyusuri trotoar, D, menuju pusat-pusat perbelanjaan yang terletak tak jauh dari sana. Saya lebih tertarik melebur dengan ratusan manusia di MBK (jelmaan Tanah Abang di Bangkok) daripada menyusuri lantai mengilat Siam Paragon. Karena bukankah semua mall sama saja? Mereka menancapkan kultur yang sama di setiap kota di bawah pancangan betonnya.

Menyenangkan, D. Berjalan kaki di siang menjelang sore, sekitar pukul setengah tiga, dengan sandal jepit, kaos putih, dan celana pendek, siap untuk menawar dengan bahasa universal; bergerak cepat untuk merebut baju serta sepatu paling lucu yang berharga luar biasa miring. Strateginya adalah berjalan lurus di satu lorong dan memindai cepat benda-benda yang menarik hati, kemudian menentukan pilihan, berbalik menuju konter-konter yang terpilih, dan melakukan tawar-menawar. Transaksi selesai. Kantong belanja di tangan. Lorong selanjutnya menanti.

Senja semakin turun, dan dengan kantong-kantong belanjaan di tangan saya berlari keluar, menyambut trotoar yang disesaki pemuda-pemudi Bangkok. Gaya mereka berpakaian begitu berkarakter; tidak seragam seperti anak-anak muda di Jakarta. Trend diadopsi tanpa meninggalkan preferensi pribadi. Mereka bukan sekawanan beo yang membuka halaman majalah; kemudian memutuskan untuk menjadi imitasi modelnya.

Menyenangkan, D. Menghibur mata. Dan tak ada orang bermulut atau bermata lancang yang mengganggu hak pribadimu, seminim apa pun celana pendek yang kau kenakan. Kamu tahu kan, saya sangat menikmati berjalan di trotoar? Jadi ini adalah surga kecil, D! Trotoar yang bisa kau gunakan untuk berlari, dengan tas-tas belanjaan berkibar di tangan kanan dan kiri. Tinggal tambahkan kawanan merpati yang mengepakkan sayap dengan berisik dan membubarkan diri dengan beterbangan ke angkasa ketika saya lewat—dan semua ini akan nampak seperti adegan klasik di film-film Amerika berlatar kota New York.

Kapan-kapan, saya akan mengajakmu berjalan menyusuri trotoar, D. Dengan es krim di tangan dan iPod yang menyenandungkan lagu-lagu John Mayer dalam volume maksimum, kita akan membungkam para pengendara mobil itu, yang meracuni udara dengan melacurkan klakson mereka demi menyakiti telinga.

duay khwaam rak lae khit theung kha*,
H.
—————–

Thai for “with love, and missing you”

hanny

13 Responses

  1. hope u get well soon.
    anyway, u are definitely right. it’s hard being different when everybody is pointing and judging bad at you. i’m looking forward for a time when all of us can accept the variety in our life.

  2. istri saya sering bilang, “ati-ati kamu kalo di sana yah, jangan sampe ketipu bencong” :mrgreen:
    *kayak punya duit buat ke sana aja*

    ayo mbak, edisi dunia malamnya dimulai… 😆

  3. @pinkparis: makasih, ris! *hugs*

    @dita: yang cantik biasanya yang emang kerja di entertainment, tapi banyakan yang masih berbentuk lelaki, dit 😀

    @putrago: weks 😀

    @steisi: curhat!!! hahahaha, udah sampe episode berapa steis? morning and evening… 😀

    @ichanx: bukannya kamu mau jadi perempuan biar bisa bebas peluk-peluk @chika?

    @cK: HEBAT cK udah bisa bahasa Thai hihihihi canggih!!! *kangen chika, senang besok ketemu chika*

    @may: thanks, mb. may! *peluk*

    @billy: HIDUP! :p

    @mas stein: halah, ada apa dengan dirimu dan kehidupan malam? 😀

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP