Lagi, sore yang sepi di sini dan di hati, ketika saya mengingat percakapan yang terjadi di lain hari.

Kemarin sore, lewat sebuah jendela kecil berwarna biru dan abu-abu , saya menyapa seorang sahabat lama. Di tengah suasana yang didominasi kantuk dan penat, saya pun mengajukan satu pertanyaan absurd padanya: “Kalau di dunia ini orang-orang yang jatuh cinta bisa dikategorikan ke dalam 3 kelompok, kelompok apa sajakah itu, dan seperti apakah karakteristiknya?”

Awalnya, dia meminta pertanyaan lain yang lebih ‘mudah’. Tetapi akhirnya, setelah beberapa pertanyaan absurd meluncur keluar, dia bilang: “Gue coba jawab yang pertama, deh.”

Dan inilah jawabannya.
Ada 3 kategori orang yang jatuh cinta di dunia ini.
Kategori pertama adalah orang-orang yang BERANI, mereka ini tak segan-segan menunjukkan perasaannya pada orang yang dicintainya.
Kategori kedua adalah orang-orang yang BINGUNG, mereka ini plin-plan dan banyak berpikir–tepatnya kebanyakan mikir.
Kategori terakhir adalah orang-orang BODOH, mereka adalah orang-orang yang tidak pernah memiliki keberanian untuk menunjukkan perasaannya, dan menghabiskan hidupnya hanya untuk menunggu …

Saya tersentak. Dan spontan membalas: “Shit. Saya masuk kategori terakhir!”

Kemudian hari ini, jendela itu terbuka lagi. Dia menjengukkan kepalanya ke dalam, dan kalimat itu muncul di bingkai jendela, kata per kata, menusuk saya lebih dalam. “Emang siapa sih yang elo tunggu?”

Ternyata dia me-rewind hidup saya ke bulan Januari, dan sampai pada episode The Prom, The Racoon Girl, and A Strawberry Splash. Saya pun bertanya, apa yang akan dia lakukan jika dia tahu ada seorang perempuan yang menunggunya selama 9 tahun? (Ngeri dan berpikir betapa psycho-nya perempuan ini?).

Tetapi dia menjawab: “Terharu kali, ya … ”

Bukannya bereaksi pada kata ‘terharu’ itu, saya malah mengunjungi satu halaman itu, yang selalu bisa saya datangi setiap kali saya mengangankan keberadaan dia di sini.

Menggerakkan kursor itu pada wajahnya yang semakin lama semakin tidak familiar … membaca pesan-pesan dari kawan-kawannya yang tidak saya kenal … saya merasa kami semakin jauh … dan perasaan saya padanya mungkin sudah tidak lagi utuh. Rasa dingin yang merambati jari-jari saya tiap kali membuka halaman itu telah jauh berkurang–dan berpindah ke halaman-halaman lain …


Sungguhkah saya sudah merasa cukup akan ketidakhadirannya; ataukah ini adalah salah satu momen di mana saya merasa bahwa kebodohan saya sudah berakhir padahal tidak? Bahwa saya hanya sedang lelah dengan ketidakpastian dan berusaha mengingkari kenyataan? Bahwa perasaan ini sesungguhnya mengungkapkan keputuasaan yang tidak berkesudahan?

Pertanyaan yang menyeruak kemudian adalah: Masihkah saya menunggunya? Setelah 9 tahun, masihkah dia layak mendapat tempat di hati saya–sementara saya tahu bahwa penantian saya sesungguhnya akan berakhir sia-sia?

Apakah saya bisa hidup di dunia tanpa impian–di mana ketika kita menolehkan kepala, yang terlihat hanyalah dinding-dinding bertuliskan kenyataan? Ataukah hanya impian yang membuat saya bisa tetap hidup di dunia di mana kenyataan seringkali tak sesuai dengan apa yang kita harapkan?

—————————
IMG. http://www.bakerlite.co.uk/pics/Club%20stuff/morning-mist.jpg
IMG. http://www.chinavista.com/suzhou/pics/morning_mist.jpg

hanny

4 Responses

  1. wah beneran ya 9 tahun. boleh aja kok bermimpi, asal tau porsinya 🙂

    salam kenal juga ya hanny. iya namanya sama, cuma beda huruf 😉

  2. hani:
    iya, beneran 9 tahun. sekarang malah agak2 ga bisa bedain mimpi sama kenyataan, nih ;p

    atta:
    bantuin melempar sauh dong, ta … ada saran mengenai dermaga yang pemandangannya indah untuk disinggahi ga? huehehehehe :p

  3. Mbak Hanny, inget ga wkt via twitter aku blg kalo lg oprek2 your past..
    And to be conclude, I like this one better.

    Wow, 9 years huh? saya kok 2 tahun rasanya begah? hahaha..

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Unsplash
We tend to shape our memories of them based on the limited time we spend with them—and our memories of them, over time, will be replaced with one single word, one single interaction, or one single feeling.
Beradadisini Love Letter to Self
I took up a personal journaling project this week: writing a love letter to myself before bed. I work on a thin A6-size handmade paper journal I got from a paper artist, Els. The journal is thin and small enough, so it doesn't overwhelm me. It feels like I am only going to work on a small project.
annie-spratt-YF8NTmQyhdg-unsplash
Standing up for yourself does not have to look aggressive. It does not have to feel like a fight. It's not always about convincing others or explaining yourself and your decisions with the hope that everyone else understands or accepts your choice.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP