What are your regrets?

Saya sempat berpikir bahwa semua orang pasti punya penyesalan masing-masing; dan menyesalinya dengan cara mereka sendiri-sendiri. Ada orang-orang yang dengan cepat bangkit dari penyesalan mereka dan memaafkan diri sendiri (walaupun tidak mungkin melupakan), namun ada juga orang-orang yang terpuruk dalam penyesalan mereka dan belum mampu meninggalkan penyesalan itu di belakang ketika mereka melangkah ke depan.

So, what are your regrets?

Untuk saya sendiri, ada banyak hal yang saya sesalkan dalam kehidupan saya. Contohnya, kenapa saya nggak pernah punya keberanian untuk mengatakan I LOVE YOU sama seseorang beberapa tahun yang lalu. Mungkin kalau saya mengatakan itu segalanya akan berubah. If I try … if only I could turn back time, but I guess I’ll never knew (seperti dalam lagu WHAT IF-nya Kate Winslett).

Penyesalan lainnya adalah, kenapa saya nggak menghabiskan waktu lebih lama untuk benar-benar mengenal dan memperhatikan seseorang… sehingga ketika dia pergi, saya benar-benar merasa kehilangan dia. Dan menyadari bahwa saya nggak punya jejak-jejak kenangan apapun tentang dia. Menyesali kenapa saya nggak pernah menyimpan surat-surat yang dia kirimkan, kartu-kartu ulangtahun darinya, atau bahkan kertas tagihan sewaku kita makan siang sama-sama … Dulu saya merasa bahwa saya nggak perlu mencetak foto-foto kita berdua. Karena saya pikir dia nggak akan pergi kemana-mana. Tapi sekarang, away from him, saya mengerti betapa pentingnya hal-hal kecil itu untuk membantu saya mengingat. Mengingat dia seperti dia yang dulu.

Another shot of regret: kenapa saya most of the times terlalu baik sama orang? Terlalu percaya sama orang, berpikir bahwa semua orang itu pada dasarnya baik. Dan ended up being stabbed by the person I’ve helped. Kenapa saya nggak bisa rada “tegaan” sedikit, say “no” to people. Kenapa mau aja sih, dimanfaatin sama orang?!! Sampai bela-belain ngelakuin segala sesuatu buat orang itu, dan pada akhirnya saya tau bahwa dia cuma manfaatin saya. Yang lebih gilanya lagi, meskipun saya udah tau orang itu cuma manfaatin saya, saya masih nggak berkeberatan. Cause I care about him. Naif–atau bodoh?

Do you have some regrets?

Memang nggak akan ada habisnya kalau kita terus merunut hal-hal apa saja yang pernah kita sesali dalam hidup ini. The list will be endless. Karena saya bisa aja menyebutkan penyesalan kecil yang banyak terjadi; seperti penyesalan saya karena beli kasetnya Five For Fighting instead of Anggun, karena nggak beli semua novel Jostein Gaarder pas saya punya uang (karena sekarang agak susah lagi nyari the remaining of his novels …)

Ada orang yang bilang penyesalan itu nggak ada gunanya.

Saya pikir, pendapat itu salah. Penyesalan jelas ada gunanya. As a reminder. Sesuatu yang lebih terkesan seperti punishment. Kalau kita udah tau sakitnya “menyesal”–ya, jangan sampai terjadi lagi. Jangan diulangi lagi. Dan jangan menyesal yang berkepanjangan… jangan hidup di masa lalu … lupakan dan lanjutkan hidup dengan senyuman!!!

Klise. Hehehe.

Easy to talk, ya! Kalau dipikir-pikir… sementara sebagian besar aspek kehidupanku berjalan maju, sekeping hati saya masih tertinggal di masa lalu, terkubur di bawah penyesalan-penyesalan saya tentang cinta. Past love. Dan kalau ada satuuuuuu aja hal yang paling saya sesali SAAT INI, itu adalah ketidakmampuan saya untuk melepaskan diri dari penyesalan-penyesalan saya tentang cinta. Dari bayang-bayang di masa lalu.

From all the tears of sadness and betrayals…

hanny

2 Responses

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP