Seseorang pernah berkata kepada saya. Bahwa rasa kangen adalah manifestasi dari kehilangan. Dan kehilangan adalah sesuatu yang sangat familiar.

Kehilangan selalu menyergapmu pada saat-saat di mana kamu sedang paling tidak siap. Ia selalu mengejutkanmu, secara tiba-tiba. Terkadang pelan dan diam-diam seperti pencopet ulung di dalam bis kota. Kali lain kejam dan menarik perhatian seperti tabrak lari di jalanan ramai pada siang hari.

Rasa terkejut, sedih, kaget, kesal, marah, dan terluka akan memudar seiring berlalunya waktu. Hanya satu rasa itu yang kemudian membuatmu sadar. Bahwa kamu telah sungguh-sungguh kehilangan: rasa kangen. Yang masih tertinggal, bahkan lama setelah rasa yang lain tertelan di latar belakang.

Kamu mungkin marah, terkejut, dan kesal ketika telepon genggammu dicuri orang. Tetapi adalah rasa kangen yang masih akan menghampirimu bertahun-tahun kemudian. Bukan karena telepon genggam yang dicuri orang itu, tetapi karena kamu merasa kehilangan pesan-pesan pendek yang pernah ia kirimkan kepadamu. Foto-foto kalian berdua yang belum sempat kamu transfer ke komputer portabelmu. Juga kenyataan bahwa telepon genggam itu adalah hadiah darinya untukmu: satu-satunya tanda mata yang masih tersisa dari kalian berdua.

Rasa sedih akan lenyap perlahan, seiring mengeringnya air matamu yang jatuh di atas bantal. Tetapi esok hari, dan sampai berbulan-bulan setelahnya, rasa kangen masih akan menghampirimu tiba-tiba. Lalu kamu sadar. Bahwa sesungguhnya, kamu telah kehilangan. Kamu kehilangan hal-hal yang membuat kamu menangis. Hal-hal yang pernah kamu cintai. Hal-hal yang pernah kamu sayangi. Hal-hal yang pernah kamu pedulikan.

Kemudian kamu mengerti. Bahwa rasa kangen ternyata bukan mengenai segala yang “pernah”. Rasa kangen bukanlah mengenai hal-hal yang pernah kamu cintai. Hal-hal yang pernah kamu sayangi. Hal-hal yang pernah kamu pedulikan. Ternyata rasa kangen juga menandakan segala yang “masih”. Bahwa kamu masih cinta. Masih sayang. Masih peduli.

Di sisi sebaliknya, rasa kangen juga memberikan tanda lain kepadamu. Ia menjelma isyarat. Bahwa mungkin, tanpa kamu sadari, sebenarnya kamu terlanjur “sudah”. Ya, ketika kamu kangen, mungkin itu tandanya kamu sudah cinta. Sudah sayang. Sudah peduli. Walau kamu masih saja bilang there’s-nothing-between-us, diam-diam kamu tahu. Bahwa di antara kamu dan dia, ada satu rasa itu. Yang tak pernah bisa membohongi hatimu.

Rasa kangen.

hanny

36 Responses

  1. Nubie’s blog walking: nice post mbak hanny, menurut saya “kangen” juga menjadi semangat untuk kita selalu melakukan yang terbaik untuk orang yang paling kita cintai..oia, saya riza mbak hanny, salam kenal..boleh tukeran linknyakah? mudah-mudahan bisa menjadi tali pertamanan baru 🙂 .. mohon pencerahannya karena saya masih nubie..tq

    Link saya: http://rizamhamdi.wordpress.com/

  2. In my life i learned how 2 love, 2 smile, 2 be happy, 2 be strong, 2 believe, 2 survive, 2 forgive, but i couldn’t learn how to stop remembering u.

    The most beautiful remembrance, is when i am with u, i was once want to live in your eyes, die in your arm and buried in your heart, but not anymore. however thanks for your love once.. U will remain stay in my heart forever.

  3. Aqu kgen am qmu yg dlu, yq clu ad bwt aq, qm yg cynq am aq, aq gak mau qm yq ckrng, pleaseee jdilah qm yq dlu

  4. pengen bilang kangen sama mantan tapi mulut berasa ga bisa kebuka,. gengsi telah mengalahkan rasa kangen gue buat ngmg ke mantan huhuhuuu

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP