Sebenarnya memang tak mudah untuk ‘tersesat’ di HongKong. Berhubung moda transportasi di negara ini sangat baik, akan sangat mudah bagi turis maupun pendatang untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Mau cepat-cepat meluncur dari bandara menuju kota?

Tak masalah.

Anda tinggal melompat naik ke atas Airport Express yang datang setiap 10 menit sekali. Membawa koper besar? Tenang, Anda tinggal melenggang santai, menyeret koper Anda, dan meletakkannya di tempat penyimpanan barang. Kemudian, duduklah di bangku yang luas dan nyaman. Dalam waktu sekitar 20 menit, Anda sudah sampai di Central. Sebelum Central, Airport Express juga berhenti di Kowloon. Menggunakan Airport Express, Anda bisa memprediksi waktu menuju airport dengan cukup akurat.

Di dalam kota sendiri, pilihan transportasi tersedia: mulai dari trem atau yang biasa disebut ding-ding oleh orang lokal,

bis umum,

juga MTR (Mass Transit Railway),

sampai kapal feri yang membawa kita menyeberang dari Central ke Kowloon atau dari HongKong ke Macau.

Semuanya serba teratur, tertib, nyaman. Tentu, masih saja ada orang yang berdiri dan tidak mendapatkan tempat duduk. Tapi tentunya masih cukup manusiawi kalau dibandingkan dengan orang-orang yang berjejal di kereta ekonomi kita, atau MetroMini.

Mencari sebuah tempat juga lumayan mudah. Tinggal tanya apakah harus mengikuti Exit A, B, C bahkan A1, B1, dan seterusnya. Semua bisa dilihat dengan jelas di stasiun MTR. Plang nama jalan juga memudahkan ketika harus menemukan sebuah tempat: tinggal naik ding-ding, turun di halte sekitar Causeway Bay, lalu berjalan kaki menuju Jalan Anu. Kehidupan sebagai kurir atau petugas antar-barang pasti jadi lebih mudah di sini. Bandingkan dengan mencari alamat di Jakarta. Kalau naik bis, bisnya bisa berhenti di mana saja. Malah terkadang tidak berhenti di halte. Belum lagi desak-desakannya, yang bisa menjadi pengalaman tersendiri.

Saya masih ingat betapa ajaibnya kereta ekonomi atau Kopaja. Walau penumpang sudah penuh sampai berdiri berjejal di pintu, kita masih saja bisa masuk. Entah bagaimana, kita akan terbawa arus penumpang yang naik. Dan tahu-tahu sudah ada di dalam! Lalu di dalam ketika berdiri, juga tak perlu berpegangan, karena kiri-kanan depan-belakang sudah ada orang yang akan mencegah kita tergelincir ke kiri atau ke kanan ketika bus mengerem mendadak. Secara tidak langsung, kepadatan ini juga mempermudah terjadinya pelecehan di dalam transportasi umum.

Agak sedih juga melihat betapa kereta api listrik lungsuran Jepang (di sana sudah jadi barang bekas kali, ya) kemudian menjadi kereta api ekspres AC kita yang bertaraf paling mahal. Masih saja, orang-orang sepanjang rel kereta api melempari kereta yang lewat dengan batu, untuk memecahkan kacanya. Mungkin mereka mengganggapnya mengasyikkan, seperti semacam permainan menembak sasaran. Lalu pegangan untuk orang-orang yang terpaksa berdiri di kereta, bisa sampai lepas. Dan dibiarkan saja tergantung sedemikian menyedihkannya. Bangku kereta ketumpahan minuman bernoda. Besi rel kereta api dicuri orang. Memanjat tangga menuju halte TransJakarta juga jadi perjuangan tersendiri. Ada lantai yang hilang di tengah-tengah, sehingga membahayakan mereka yang lengah.

Permasalahan Jakarta itu mungkin sebagian terletak pada kesemrawutan pemerintah mengatur moda transportasinya. Tapi sebagian lagi, memang juga terletak pada kesadaran penggunanya.

hanny

16 Responses

  1. Tapi sebagian lagi, memang juga terletak pada kesadaran penggunanya.

    ah ini juga tidak saya rasa Han. Lihat lah orang-orang kita yang melancong ke Spore. Di sana mereka “bisa” disiplin. Tertib.

    Tapi, begitu balik ke Indonesia, balik lagi deh kebiasaan lama…

    *tanya kenapa*

    justru itu mak chic, kita secara sadar mau menjaga milik orang lain, tapi justru careless menjaga milik sendiri 🙂 tapi mak chic, kadang kalo lagi di spore ada juga orang2 yang ga mau ngantri eh pas ngomong mereka ngomong bhs indonesia >.< ngiiik, malu rasanya 😀

  2. semua orang di sini melakukan, jadi kalo kita ndak melakukan malah aneh. contoh paling mudah buang sampah, kadang saya merasa bodoh ngantongin sampah sambil nyari tempat sampah yang kadang memang susah dicari sementara sebelah saya mbuang seenaknya. mikir, yang saya lakukan berguna gak sih? 😆

    1. @mastein: bergunaaa pastinyaaa. minimal ngurangin satu orang yang buang sampah sembarangan 😉 saya termasuk yang percaya mulai dari diri sendiri. termasuk ngantongin sampah. kalo orang lompat jurang kita kan ga ikut lompat jurang juga hihihi so do the right thing aja sebisa mungkin walau tak ada yang melihat. atau walau orang lain tak melakukan hal yang benar 😀 *berasa sok tau* 😀

  3. hai2 mba hanny… kayakny enak y, smua serba teratur..
    jgn kan kreta ekonomi kita mbak.. bandara internasionalnya pun suka bermasalah dengan bagasi penumpang,khususnya buat yg transit2.. musti nunggu 1 hari dulu baru dapet bagasinya balik lagi ke kita hehehe skr masih disana kah?

    1. sekarang udah pulaaang 😀 untungnya aku belum pernah bermasalah bagasi, walau jujur tiap di bandara pas ngantri bagasi selalu parno kalo bagasinya ga keluar >.< waktu itu pernah begitu, sampai ban berhenti bagasi ga keluar, ternyata salah ngantri belt -_____-

  4. kalau dicari yang salah, kayanya ditanya ke om google pun pasti bingung ya mbak. kita sudah sampai taraf kacau yg sangat keterlaluan.
    klo dicari yg benar, walaupun sulit, pasti lah mbak. pasti ndak ada. hehe. apa perlu pejabat study masalah transportasi ke hongkong? #thinkin

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP