I don’t need a lot of things
I can get by with nothing
Of all the blessings life can bring
I’ve always needed something
But I’ve got all I want
When it comes to loving you
You’re my only reason
You’re my only truth

(I Need You, LeAnn Rimes)

Jika kamu ingin mengenal seseorang dengan baik, bepergianlah dengannya.

Saya lupa di mana saya mendengar perkataan ini, tetapi saya rasa setiap perjalanan–terutama ke negeri-negeri yang sama sekali asing, memang memiliki keajaibannya sendiri-sendiri.

Saya ingat bahwa siang itu, sepulangnya dari Hanoi, kita tiba di Ho Chi Minh City dan menelusuri pasar Ben Thanh untuk mencari suvenir, kopi Vietnam, serta mencicipi pho bo vien,

(atau semacam mie bakso) di tengah pasar yang terlihat menggoda selera. Kemudian kita berpisah sebentar, kamu mengitari pasar untuk membeli buah longan dan minuman, sementara saya duduk memesan makanan; atau saat-saat kita memindai toko demi toko untuk mencari buah tangan dan memasukkan semuanya ke dalam satu tas hitam besar…

Kemudian, bagaimana dengan saat-saat ketika kita menghindari sepeda motor yang seperti tidak ada hentinya membanjiri jalan raya? (Jangan berlari, berjalanlah pelan-pelan, selangkah demi selangkah, agar para pengendara motor dapat mengantisipasi gerakan kita dan menghindar ketika kita menyeberang jalan).

We made a great team, don’t you think?

Dan dunia ini masih menyisakan banyak tempat untuk kita jelajahi, makanan-makanan lezat untuk kita abadikan dari balik lensa kamera, serta petualangan lain yang akan memancing tawa kita kembali ketika diceritakan bertahun-tahun kemudian.

So, if I gave you my hand to hold, would you walk with me to welcome our future journeys?

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Hanoi di malam hari begitu menyenangkan. Trotoar sepanjang Old Quarter yang penuh dengan muda-mudi yang modis, lampu-lampu yang berkelap-kelip dan berpendar-pendar, bangunan-bangunan bergaya kolonial, suara musik dan percakapan orang-orang…

semuanya membuat kota ini begitu hidup dan hangat; mengingatkan kita pada kota Bandung.

Dari penginapan kita di Especen, kita berjalan kaki beberapa menit saja menuju Old Quarter yang ramai dan bermandikan cahaya lampu.

Dari St. Joseph Cathedral, kita memutari taman di seputar Hoan Kiem Lake menuju Thang Long Water Puppet Theater.

Water Puppet sendiri merupakan kesenian tradisional Vietnam; seperti wayang golek, sebenarnya, yang dimainkan di atas air. ‘Wayang’ digerakkan dengan bambu-bambu panjang dari dalam air–sehingga para pemain Water Puppet ini juga memainkan ‘wayang’ mereka dari dalam air, terendam hingga setengah badan.

Keluar dari pertunjukan Water Puppet ini, kita pun mengikuti indera penciuman kita dan perut yang mulai keroncongan, kemudian mendamparkan diri di semacam angkringan yang rupanya cukup mudah ditemukan di sepanjang trotoar di Old Quarter Hanoi. Alih-alih lesehan di atas tikar, kita duduk di bangku-bangku plastik pendek yang dipasangkan dengan meja-meja mungil.

Menu bakar-bakaran tersedia di atas sebuah meja, dan kita bebas memilih lauk-pauk apa yang hendak dibakar: mulai dari sosis, seafood, daging, enoki, hingga salmon…

Semuanya disajikan panas-panas dengan baguette yang dibakar dengan madu dan sambal yang sangat pedas dan sedikit manis.

Malam itu berlanjut dengan penelusuran kota Hanoi di malam hari. Kita menyusuri Hoan Kiem Lake dan taman yang mengelilinginya di bawah cahaya rembulan.

Taman ini begitu menyenangkan, dengan jalan setapak yang lapang, pohon-pohon yang rindang, bangku-bangku taman yang nyaman dan digunakan muda-mudi Hanoi untuk berpacaran — sementara para manula berolahraga ringan di sekitar mereka.

Seperti layaknya tempat-tempat lain di mana muda-mudi berpacaran, di taman sekitaran Hoan Kiem Lake terdapat sebuah gerbang kecil yang cantik — dan ketika kita lewat di bawahnya, kita bisa melihat nama-nama pasangan muda-mudi dan ikrar cinta mereka tertulis dengan pena atau tip-ex di bagian dalam dinding-dindingnya.

Hanoi has the best morning.

Pagi itu kita terbangun pada sinar matahari yang hangat, kemudian kembali menyusuri Old Quarter dan memandangi St. Joseph Cathedral yang baru nampak keagungannya di bawah cahaya pagi.

Dari sana, kita berjalan kaki menuju Highlands Coffee (tidak terlihat Starbucks di Vietnam; yang bertebaran di kota adalah gerai kopi Gloria Jean’s dan Highlands Coffee) dan memesan kopi dalam gelas-gelas karton,

untuk dinikmati dari bangku taman di pinggir Hoan Kiem Lake,

seraya bertanya-tanya mengapa waktu begitu cepat berlalu. Kita masih menginginkan lebih banyak waktu hanya untuk duduk diam di sini. Tetapi segala sesuatu yang indah memang selalu terasa lebih cepat usai, and Hanoi has the best morning, afterall.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Terbangun menjelang pukul setengah enam pagi, kita beranjak ke beranda untuk memandangi kabut dan perbukitan di sekitar Cat Ba Town.

Suara sayup-sayup lagu kebangsaan Vietnam dari pengeras suara; suhu udara yang berkisar antara 17-18 derajat Celcius; langit yang ungu-kelabu; angin lembap dan rinai gerimis yang menyapu wajah kita… semuanya berbaur dengan kehangatan secangkir kopi dan teh yang dinikmati berdua saja.

Setelah menikmati sarapan ala Western di hotel, kita keluar terbungkus pakaian hangat dan scarf; berjalan kaki beberapa langkah menuju kantor penyedia tur kecil di dekat situ. Sebuah bis sudah menanti; yang akan membawa kita ke pelabuhan untuk menelusuri keindahan Lan Ha Bay di pagi hari — yang ditetapkan sebagai World Heritage-nya UNESCO di tahun 1994.

Perahu Cina yang kita sewa telah menunggu di sana. Melewati pasir yang basah dan menghiraukan rinai gerimis, kita naik ke atas kapal. Awak kapal kemudian menaikkan matras ke dek atas yang terbuka, sehingga kita bisa duduk-duduk di sana memandangi keindahan gugusan batuan kapur di sekeliling kita. Hanya ada suara pagi: sepi, kapal motor di kejauhan, riak air, dan kita.

Pemandangan batu-batu kapur, kabut yang dingin,  pantai tersembunyi di antara dua batu kapur yang tinggi, langit yang tidak berbatas, gerimis yang datang dan pergi sesuka hati, keberadaan kamu dan lagu-lagu di dalam iPod yang kita kumpulkan selama beberapa hari sebelumnya; jauh sebelum ini…

semuanya menandai perjalanan yang hening dan mengagumkan.

Menjelang pukul sepuluh, kita mendarat di Monkey Island — yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Cat Ba.

Pasir putih dan air yang tenang serta bening; koral-koral yang indah, dan monyet-monyet jinak yang duduk-duduk di atas pasir membuat kita betah diam saja di sana dan memandangi.

Menjelang pukul sebelas siang, kita melambai pada kapal sewaan kita yang tertambat tak jauh dari situ, memberi isyarat bahwa sudah saatnya kita kembali ke Cat Ba Town.

Duoy–dan mobil sewaan kita sudah menunggu. Perjalanan selama sekitar 5 jam menuju Hanoi akan ditempuh dengan ransum berupa kacang wasabi, keripik ubi, dan aneka cemilan, serta minuman ringan macam WinterMelon. Penyeberangan kita dengan feri terasa lebih menyenangkan, karena di siang hari kita menaiki feri besar dengan dek bertingkat.

Kita tak lagi perlu bersesakan dengan sepeda-sepeda motor, dan dapat naik ke dek teratas yang lapang, menikmati panasnya matahari dan angin dingin yang masih bertiup dari Cat Ba Town.

Sambil menunggu feri berikutnya di Hai Phong, kita duduk-duduk di tepi pelabuhan, memandangi perempuan-perempuan Vietnam mencari kerang-kerangan di lumpur,

seraya memandangi perahu-perahu dan menyodorkan Lonely Planet kita pada Duoy — yang dengan senang hati memberitahukan kita cara pengucapan kata-kata tertentu dalam bahasa Vietnam.

Dari pelabuhan, perjalanan menuju Hanoi yang panjang dimulai. Teriknya matahari membuat kita tertidur di jok belakang; namun kita tak melewatkan senja di Hanoi sore itu. Melewati lalu-lintas yang padat, jembatan-jembatan, serta billboard yang berpendar dalam cahaya matahari.

Sebentar lagi perjalanan ini usai. Tetapi kita masih memiliki sebuah malam dan sebuah pagi di Hanoi. Jadi, mari kita simpan sebanyaknya kenangan di kota yang dikenal romantis ini.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Pagi itu, kita meninggalkan Hồ Chí Minh City dan bergegas menuju pelabuhan udara.

Tujuan kita berikutnya: Cat Ba Island di Utara Vietnam. Pulau kecil inilah salah satu akses menuju gugusan batuan kapur yang mengagumkan di Ha Long Bay; dan dapat ditempuh lewat ibukota Vietnam, Hanoi.

Berjejal dalam penerbangan domestik JetStar bersama para penduduk lokal dan delapan anak balita yang menangis dan menjerit-jerit selama satu jam, saya merasa baik-baik saja. Karena kamu ada. Suara-suara dunia seperti teredam ketika kita tertawa.

Sudah hampir tengah hari ketika kita mendarat di Noi Bai International Airport, di Soc Son Distric. Pengemudi mobil sewaan kita, Duoy, sudah siap menanti di pintu keluar. Perjalanan ini akan menjadi sangat panjang dan agak tergesa, sehingga kita bahkan tidak dapat berhenti untuk makan siang.

Dari pelabuhan udara, kita masih harus menempuh perjalanan darat sekitar 4 jam menuju pelabuhan — kemudian mengejar feri menuju Hai Phong (yang kabarnya hanya beroperasi hingga pukul 5 sore). Dari sana kita akan menempuh perjalanan darat lagi sekitar 1 jam sebelum menyeberang dengan feri menuju Cat Ba Island, diteruskan dengan sekitar 1 jam perjalanan lagi menuju Cat Ba Town.

Selama 6-8 jam ke depan, kita akan terkurung berdua di jok belakang mobil sewaan ini. Jika kita bisa melewati perjalanan ini tanpa saling membunuh, segalanya akan baik-baik saja, bukan begitu? 😀

Perjalanan dari Hanoi menuju pelabuhan memakan waktu lama dan tergolong tidak nyaman (tetapi baik-baik saja ketika dilalui bersamamu, dan mobil sewaan kita begitu menyenangkan). Pemandangan di kiri-kanan kita hanyalah pabrik-pabrik dan hotel-hotel kumuh; serta warung-warung kecil. Sementara jalanan yang kita lalui berlubang dan berdebu.

Sekitar setengah jam terakhir menuju pelabuhan, menjelang pukul lima sore, barulah kiri-kanan kita ditingkahi hijau persawahan dan rawa-rawa.

Di pelabuhan, menjelang senja, kita naik ke atas feri bersama orang-orang Vietnam yang juga hendak menyeberang dengan motor-motor mereka. Berdiri bersesakan di sana; kita memandangi cakrawala di kejauhan dan pasangan-pasangan yang saling berpelukan dalam balutan jaket-jaket mereka.

Kita memang tidak menyiapkan diri untuk udara dingin dan angin laut seperti ini. Lupakan jaket, sweater, atau scarf. Tetapi bersama kamu, saya merasa hangat selama sekitar 45 menit ke depan. Dan kita berdiri di sana, bersisian, memandangi senja serta terbenamnya matahari di atas lautan. Saya tidak bisa meminta lebih.

Langit sudah gelap ketika feri kita merapat di Hai Phong. Terperangkap lagi di jok belakang mobil, kita menggunakan waktu yang sebentar itu untuk menghangatkan diri; sebelum kembali turun mencium asinnya lautan di pelabuhan berikut, yang akan membawa kita ke Cat Ba Island.

Malam itu, secara ajaib, angkasa menuangkan kelip bintang-bintangnya di permukaan laut. Saya melompat kegirangan dan menarik-narik lengan bajumu, “Lihat!” — seraya menunjuk ke permukaan laut yang berpendar dengan kelap-kelip menakjubkan.

Kamu bertanya apa itu.

Bioluminescence.

Bioluminescence or water shining flashes of light, which is a chemical form of light and glowing, is caused in a daily occurrence by the group dinoflagellates. After using up carbon dioxide from the atmosphere in their bodily processes the spent algal residue falls to the ocean bottom in the form of carbon. In the process as carbon fixing organisms they turn water and carbon dioxide (a greenhouse gas) into sugar using sunlight and also produce chemicals that affect the formation of clouds.

Untuk pertama kalinya, malam itu, kamu menyaksikan fenomena alam yang selalu nampak indah bagi saya itu. Bahwa kita berbagi bintang di atas permukaan laut, pada malam itu, juga akan selalu terasa indah buat saya, bahkan lama setelah perjalanan itu berlalu dan tersimpan dalam kotak kenangan saya.

Sekali lagi, malam yang dingin dan berangin itu kita habiskan dengan berjejal bersama sepeda-sepeda motor dan penduduk lokal menuju Cat Ba Island. Langit malam ditingkahi bintang-bintang yang muncul dan berkelip sesekali, serta lampu-lampu kapal dan rumah apung di kejauhan.

Hampir pukul setengah delapan malam ketika kita melewati daerah gelap menuju Cat Ba Town. Dari balik jendela mobil, kita bisa melihat batu-batu kapur yang tinggi menjulang dari gugusan Lan Ha Bay–terusan dari Ha Long Bay di sekitar Cat Ba Island; yang relatif lebih terisolasi dari aktivitas pariwisata dibandingkan Ha Long Bay (di dekat Ha Long City).

Setelah meletakkan koper-koper dan menyegarkan diri di Holiday View Hotel, kita berjalan kaki melawan udara dingin (dengan jaket dan scarf) menyusuri Cat Ba Town yang mungil. Pemandangan di sekitar kita–lautan dan angin dingin; jalanan yang lengang, lampu-lampu jalan yang seadanya, deretan penginapan kecil, toko suvenir, restoran, dan penyewaan kapal, anjing-anjing yang berkeliaran… semuanya membuat saya merasa tengah terdampar dalam novel Goodbye, Tsugumi-nya Banana Yoshimoto.

Setelah menyewa sebuah kapal Cina untuk mengarungi Lan Ha Bay keesokan paginya, malam itu kita memutuskan untuk menikmati makanan hangat di dua restoran yang direkomendasikan Lonely Planet: Bamboo Cafe (fried spring rolls dan seafood pho);

dan Huong Y (tumis bayam yang lezat dan buah-buahan dengan yogurt), yang terletak bersebelahan.

Berjalan pelan-pelan menentang angin dingin dengan perut penuh dan hangat; kita memandang gugusan batu kapur di atas lautan–tempat kita akan menghabiskan esok pagi dengan cerita yang lain.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

I’ve been watching but the stars refuse to shine
I’ve been searching but I just don’t see the signs
I know that it’s out there
There’s gotta be something for my soul somewhere

Lagu Way Back into Love-nya Hugh Grant & Haley Bennett bermain-main dalam benak saya ketika kita kembali menyusuri gang sempit menuju jalan besar di Phạm Ngũ Lão; melompat ke dalam taksi, dan menelusuri Hồ Chí Minh City di waktu malam. Dari balik jendela, kota berpendar dalam titik-titik cahaya yang hangat dan menyenangkan (ataukah itu karena kamu?).

Taksi yang kita tumpangi berhenti di Từ Trong; di depan sebuah restoran kecil dengan nuansa kecokelatan.
Hương Lại.

Restoran ini berada di loteng sebuah rumah-toko tua di masa pendudukan Perancis; dan para pelayan yang bekerja di sini berasal dari keluarga kurang mampu atau anak-anak jalanan yang kemudian menerima pelatihan, pendidikan, sekaligus tempat tinggal. Setelah bekerja di sini selama beberapa waktu, biasanya para pelayan dan staff yang sudah lebih dewasa akan mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan di restoran atau hotel yang lebih besar. Tidak mengherankan memang, karena mereka memiliki kualitas pelayanan yang sangat baik, sopan, tanggap, dan bahasa Inggris mereka juga sangat lancar.

Makan malam ini menyenangkan. Kita duduk di sudut, dekat jendela, memandangi jalanan yang mulai berkelip di bawah, dikelilingi nuansa rumah lama yang meneduhkan; seraya menikmati chicken dan beef lemongrass, fresh spring roll, mulberry juice, dan es krim longan buatan sendiri. Di bawah lampu yang temaram dan sedikit jingga, kamu seperti bersinar. Ketika kamu tertawa, loteng ini berpendar lebih terang.

Dan kita banyak tertawa malam itu; untuk alasan yang tidak bisa saya mengerti. Mungkin ini sebuah pertanda; yang membawa kita berlalu dengan rasa lemongrass di lidah menuju trotoar. Orang-orang sedang memasang lampu-lampu berkelap-kelip di sepanjang jalan besar dengan menggunakan tangga-tangga tinggi. Semua tentang malam itu berkelip dan bercahaya, apakah kamu juga memperhatikannya?

Menjelang pukul 11 malam, Opera House cantik yang sempat kita kunjungi pada siang hari nampak jauh lebih mengagumkan.

Udara yang menyegarkan; jalanan yang mulai lengang, pemandangan Hotel Continental dan Sheraton Saigon, serta butik Louis Vuitton yang masih buka dan memancarkan cahaya kuning terang; membuat kita memutuskan untuk duduk-duduk di anak tangganya yang luas sebentar.

Hanya memandangi dan menikmati malam sambil tertawa-tawa (and enjoying each others’ company?). Dan malam itu; kamu menjelma menjadi jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan saya (apakah bagimu juga demikian?).

All I wanna do is find a way back into love
I can’t make it through without a way back into love
And if I open my heart to you
I’m hoping you’ll show me what to do
And if you help me to start again
You know that I’ll be there for you in the end

Ada sesuatu yang menari-nari dalam hati saya ketika kita melangkah ringan menuju lantai 23 Sheraton Saigon untuk menikmati kota selepas tengah malam, berkedip bersama lampu-lampu kota; lalu lebur dalam keriaan para ekspat yang kemudian mengabadikan kita dari balik lensa kamera…

dan saya tersenyum pada bayangan wajah saya di matamu.

—————–

Hương Lại, 38 D Ly Từ Trong | Ph. 3822 6814

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP