Chetan Bagat, 2005 | 276 halaman

Novel ini diawali dengan pertemuan ‘tak sengaja’ antara seorang penulis pendatang baru dengan seorang perempuan cantik, dalam perjalanan kereta dari Kanpur menuju Delhi. Untuk membunuh waktu dalam perjalanan malam hari yang panjang, si perempuan kemudian menawarkan diri untuk menuturkan sebuah cerita. Dengan satu syarat: si penulis harus menjadikan cerita ini sebagai cerita dalam buku keduanya.

Si penulis awalnya ragu-ragu, kemudian bertanya tentang apa cerita yang hendak dikisahkan si perempuan. Perempuan itu berkata bahwa ia akan bercerita mengenai enam orang pegawai sebuah call center, yang terjadi pada suatu malam. Malam itu, mereka mendapatkan sebuah panggilan telepon. Dari Tuhan.

Maka dimulailah kisah sederhana tapi memikat One Night @ The Call Center. Diceritakan dari sudut pandang seorang pemuda India 26 tahun bernama Shyam Mehra (atau Sam Marcy, bagi para peneleponnya dari Amerika) yang bekerja malam hingga dini hari di sebuah call center untuk perusahaan komputer dan peralatan rumah tangga Amerika.

Kisah Shyam mengalir dengan wajar. Darinya, kita mengenal kelima orang lain yang bekerja bersamanya di salah satu divisi call center itu. Vroom—yang masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya saling membenci dan menyalurkannya lewat emosi yang meledak-ledak pada penelepon call center yang rasis. Priyanka—mantan kekasih Shyam yang masih dicintainya, yang mencampakkan Shyam karena ibu Priyanka mengatakan bahwa Shyam tidak mapan. Esha—yang cantik dan seksi, dan bercita-cita menjadi model. Radhika—istri ‘teladan’ yang rela melepaskan baju-baju kerennya dan memakai sari serta tutup kepala demi menyenangkan ibu mertuanya yang konservatif dan kejam; karena ia sangat mencintai suaminya. Serta Military Uncle—seorang kakek yang lebih banyak diam dan dijauhi anak serta menantunya.

Seperti judul novel ini, Shyam mengisahkan One Night @ The Call Center dalam satu malam yang resah. Inilah potret kehidupan generasi muda India—yang di satu sisi membenci Amerika, sekaligus memuja jeans, pizza, dan memimpikan suami yang bekerja di Microsoft dan digaji dalam dolar. Yang berpikiran modern sekaligus masih terkekang dalam pernikahan yang diatur oleh keluarga.

Keresahan masing-masing terekam dalam satu malam, ketika call center mereka mengalami gangguan teknis. Ketika mereka mendapatkan telepon dari Tuhan.

One Night @ The Call Center adalah novel yang mengasyikkan untuk dibaca. Gaya penulisan yang santai, lucu, dan cerdas, serta pribadi Shyam yang ‘manis’ tapi membuat geregetan menjadikan novel ini segar apa adanya. Chetan Bagat berhasil memberikan gambaran mental yang berbeda mengenai India di mata kaum muda—yang membuat kita berpikir, bahwa kita semua sesungguhnya cuma menginginkan satu hal dalam hidup: we want to be happy.

Dan tidak ada yang salah jika kita ingin mewujudkan kebahagiaan itu. Because we only live once.

hanny

15 Responses

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP