Kamu membuatku gugup waktu itu.

Kita bertemu untuk yang pertama kali di tengah keramaian. Orang-orang di sekitar kita berteriak, tersenyum, tertawa, menyapa, menjepretkan kamera, berjabat tangan dan melambai sekaligus. Tergesa dan terburu menuju entah. Koridor itu terasa sempit dan penuh-sesak, tetapi keberadaan kamu di sana melampaui semua hingar-bingar itu.

Mungkin kamu tidak tahu bahwa aku sudah mengagumi kamu sejak dulu. Lama sebelum kamu menyadari bahwa aku ada.

Keesokan harinya kita bertemu lagi untuk menikmati sushi dan kopi hingga senja hari. Dan setelah ratusan hari, aku masih ingat dengan jelas di mana kamu duduk (kita duduk bersebelahan dengan kamu di sisi kiri), baju apa yang kamu kenakan, makanan penutup apa yang kamu pesan… dan betapa aku sudah merasa nyaman berada di dekatmu sejak saat itu.

Dan waktu mungkin memang selalu mencandai kita sedemikian lucu. Atau mungkin ia hanya ingin kita menunggu dan menjadi yakin pada apa yang kita rasa. Mungkin juga ia sengaja membuat kita berjalan pelan-pelan, sehingga di masa depan kita akan punya cukup banyak kenangan untuk disimpan dan kisah-kisah untuk diceritakan. Atau bisa jadi ia hanya ingin menguji seberapa lama sekeping perasaan akan bertahan setelah jarak memisahkan.

Tetapi ternyata, perasaan itu bertahan.

Ketika kita bertemu kembali di kotamu setelah ratusan hari berlalu, malam itu kamu menemukan aku. Dan sejak saat itu aku tidak ingin hilang lagi.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Update: versi PDF 28HARI bisa diunduh di sini.

___

Pada tanggal 1 Februari 2010, seorang perempuan menuliskan kisah dan kenangan-kenangan mengenai lelakinya. Di hari yang sama, seorang lelaki menuliskan kisah dan kenangan-kenangan mengenai perempuannya. Catatan-catatan mereka meninggalkan jejak yang acak; tetapi nampak saling berhubungan. Tetapi siapa mereka? Apa hubungan di antara keduanya? Dan apa yang terjadi ketika catatan-catatan mereka berakhir tepat pada tanggal 14 Februari?

Jawabannya adalah 28 HARI; yang terdiri dari 14 hari dalam kehidupan seorang perempuan dan 14 hari dalam kehidupan seorang lelaki.

28 HARI berawal dari percakapan di senja hari antara saya dan @ndorokakung; yang kemudian melahirkan ide untuk berduet menulis semacam prosa. Ya, 28 HARI memang bukan jenis cerita pendek, bukan juga cerita bersambung. Saya sendiri lebih suka menyebutnya prosa saja.

Meski ini bukan yang pertama kali, namun 28 HARI bisa jadi merupakan duet saya yang pertama dengan NdoroKakung. Saya sejak lama mengagumi prosa-prosa NdoroKakung; dan menghargai ketaatannya terhadap kaidah bahasa. Ia juga punya asupan kata-kata indah yang sudah jarang digunakan lagi sejak era Balai Pustaka; dan kami sepertinya bisa saling mengerti sisi melankolis sekaligus romantis dalam prosa masing-masing. Sebelum ini, kami memang sudah kerap berbalas prosa melalui blog masing-masing, namun semuanya biasanya terjadi secara spontan, tanpa direncanakan.

Proyek 28 HARI yang kami kerjakan ini pun menghirup kebebasan yang sama. Kami hanya mengambil sudut perempuan dan sudut lelaki, kemudian bebas menuliskan apa saja. Tak ada diskusi mengenai alur yang harus diikuti atau pakem yang harus diseragamkan. Kami hanya mengikuti hati, imajinasi, dan jemari–untuk kemudian masing-masing menyulamkan 14 hari pada catatan-catatan ini.

Kutipan-kutipan dari proyek 28 HARI inilah yang sejak bulan lalu kerap kami ‘bocorkan’ melalui Twitter, dengan hashtag #28hari.

Buat saya 28 HARI bukan saja sebuah proyek ‘imajiner’. Dalam proses penulisan 28 HARI, ternyata saya juga menuliskan kisah cinta saya sendiri di dunia nyata. Itulah sebabnya saya sempat menelantarkan proyek ini selama beberapa waktu; sebelum kemudian merampungkannya dengan perasaan hati yang tengah berbunga-bunga.

Mengutip kata-kata NdoroKakung, “Kami telah selesai. Giliran sampean, membaca, menikmati, dan memberi komentar. Kami akan mendengarkannya dengan hati terbuka. Seperti musim semi yang bercahaya…”

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Jl. Gunawarman no.17 – Jakarta Selatan

Tempat yang cozy dan menyenangkan buat nongkrong-nongkrong, dilengkapi fasilitas wi-fi, di sebelah salon, dan sandwich yang lezat!

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Chetan Bagat, 2005 | 276 halaman

Novel ini diawali dengan pertemuan ‘tak sengaja’ antara seorang penulis pendatang baru dengan seorang perempuan cantik, dalam perjalanan kereta dari Kanpur menuju Delhi. Untuk membunuh waktu dalam perjalanan malam hari yang panjang, si perempuan kemudian menawarkan diri untuk menuturkan sebuah cerita. Dengan satu syarat: si penulis harus menjadikan cerita ini sebagai cerita dalam buku keduanya.

Si penulis awalnya ragu-ragu, kemudian bertanya tentang apa cerita yang hendak dikisahkan si perempuan. Perempuan itu berkata bahwa ia akan bercerita mengenai enam orang pegawai sebuah call center, yang terjadi pada suatu malam. Malam itu, mereka mendapatkan sebuah panggilan telepon. Dari Tuhan.

Maka dimulailah kisah sederhana tapi memikat One Night @ The Call Center. Diceritakan dari sudut pandang seorang pemuda India 26 tahun bernama Shyam Mehra (atau Sam Marcy, bagi para peneleponnya dari Amerika) yang bekerja malam hingga dini hari di sebuah call center untuk perusahaan komputer dan peralatan rumah tangga Amerika.

Kisah Shyam mengalir dengan wajar. Darinya, kita mengenal kelima orang lain yang bekerja bersamanya di salah satu divisi call center itu. Vroom—yang masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya saling membenci dan menyalurkannya lewat emosi yang meledak-ledak pada penelepon call center yang rasis. Priyanka—mantan kekasih Shyam yang masih dicintainya, yang mencampakkan Shyam karena ibu Priyanka mengatakan bahwa Shyam tidak mapan. Esha—yang cantik dan seksi, dan bercita-cita menjadi model. Radhika—istri ‘teladan’ yang rela melepaskan baju-baju kerennya dan memakai sari serta tutup kepala demi menyenangkan ibu mertuanya yang konservatif dan kejam; karena ia sangat mencintai suaminya. Serta Military Uncle—seorang kakek yang lebih banyak diam dan dijauhi anak serta menantunya.

Seperti judul novel ini, Shyam mengisahkan One Night @ The Call Center dalam satu malam yang resah. Inilah potret kehidupan generasi muda India—yang di satu sisi membenci Amerika, sekaligus memuja jeans, pizza, dan memimpikan suami yang bekerja di Microsoft dan digaji dalam dolar. Yang berpikiran modern sekaligus masih terkekang dalam pernikahan yang diatur oleh keluarga.

Keresahan masing-masing terekam dalam satu malam, ketika call center mereka mengalami gangguan teknis. Ketika mereka mendapatkan telepon dari Tuhan.

One Night @ The Call Center adalah novel yang mengasyikkan untuk dibaca. Gaya penulisan yang santai, lucu, dan cerdas, serta pribadi Shyam yang ‘manis’ tapi membuat geregetan menjadikan novel ini segar apa adanya. Chetan Bagat berhasil memberikan gambaran mental yang berbeda mengenai India di mata kaum muda—yang membuat kita berpikir, bahwa kita semua sesungguhnya cuma menginginkan satu hal dalam hidup: we want to be happy.

Dan tidak ada yang salah jika kita ingin mewujudkan kebahagiaan itu. Because we only live once.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Mungkin benar juga, blog ini pelan-pelan akan berubah menjadi blog kuliner.

Crystal Jade Palace Restaurant * Exquisite
Grand Indonesia, East Mall Unit EM-UG-33A
Jalan M.H.Thamrin No 1, Jakarta

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Differentiate or die,” kata Jack Trout dan Steve Rivkin. RM Putri di Cikajang, Jakarta Selatan, sepertinya paham benar apa maksudnya dan menerapkannya dalam menu andalan mereka:

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Mungkin nggak banyak yang bisa kukatakan tentang perjalanan itu. Atau mungkin malah terlalu banyak, sehingga kata-kata saja nggak akan pernah bisa memberikan makna yang serupa. Tetapi setidaknya, selalu ada jejak-jejak yang tertinggal. Seperti koral dan pasir putih di Monkey Island, pada penghujung pelayaran kita menelusuri Lan Ha Bay pagi itu.

Kenyataannya, memang nggak mungkin kita bisa meraup semua dalam satu genggaman tangan. Lagipula, apa gunanya semua–jika sedikit yang tertinggal dalam genggaman itu sudah cukup banyak meninggalkan kenangan?

Jadi, mari kita sisakan koral dan pasir putih itu untuk mereka yang juga hendak menikmatinya. Mereka yang menempuh perjalanan setelah kita. Dan aku memang nggak memerlukan sebanyak-banyaknya hingga terlalu. Karena sedikit tentangmu sudah cukup menerbitkan matahari di timur langitku.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP