UnspunPagi ini, saya teringat percakapan saya dengan Nila Tanzil. Perempuan berambut jigrak yang mencintai pantai dan gemar menyelam itu pernah berkisah kepada saya, di dalam taksi. Kisah ini berhubungan dengan ekspedisi penyelamannya dengan sebuah rombongan beberapa waktu lalu.

Alkisah, di atas kapal di tengah laut, salah satu anggota rombongan penyelam menyantap pisang. Lantas dengan santainya, kulit pisang yang tadi disantapnya ia lemparkan ke laut.

Nila yang melihat kejadian itu sempat berang. “Gimana, sih! Kok dibuang ke laut!”

“Nggak apa-apa, dong! Ini kan sampah organik! Jadi nggak masalah kalau dibuang ke laut!” jawab sang teman tanpa merasa bersalah.

Di dalam taksi, Nila mengatakan kepada saya betapa kesalnya ia. Memang, kulit pisang adalah sampah organik. Tetapi bayangkan, apakah para penyelam sudi jika di kedalaman yang mereka lihat adalah kulit pisang, kulit jeruk, dan sampah-sampah organik lainnya?

“Banyak penyelam yang nggak bertanggung jawab dan egois,” kata Nila dengan nada cepat dan pendek-pendek. “Ada juga fotografer yang seenaknya mindahin ikan! Ikannya dipegang terus dihadapkan ke kamera dia! Keterlaluan banget! Atau dikorek-korek tempat persembunyiannya supaya ikannya keluar. Cuma biar bisa dapat potret yang bagus! Padahal fotografer yang bener harusnya nunggu berhari-hari sampai ikannya keluar sendiri. Kalau nggak keluar juga, besoknya mereka menyelam lagi! Itu yang bener! Kan kasihan ikannya diganggu begitu!”

Kekesalan Nila memang beralasan. Terlebih lagi (meski tanpa bermaksud menggeneralisasi), kebanyakan penyelam kurang bertanggung jawab yang ia temui berasal dari Indonesia. Kekesalan bertambah karena mereka menyelam di perairan Indonesia. “Milik sendiri kok nggak dijaga,” ujar Nila cemberut.

Hari ini saya mendapat kabar mengenai kompetisi foto bawah laut. Kompetisi ini digelar US Embassy di Jakarta, berjudul National Underwater Photography Competition “OCEAN IN FOCUS”. Selain mendapatkan hadiah kamera digital Canon, Coca-Cola juga menambah hadiah pemenang dengan perjalanan menyelam gratis ke Bunaken.

Saya langsung teringat Nila. Saya tahu ia punya banyak koleksi foto-foto cantik dari ekspedisi-ekspedisi menyelamnya. Saya tahu, foto-foto bawah laut milik Nila diambil dengan beradab. Wajah Chic juga sempat terbayang–mengingat ibu keren ini juga hobi menyelam. Sayangnya, saya baru tahu bahwa hari ini ternyata hari terakhir pendaftaran untuk kompetisi itu! 😀

___________

Foto dipinjam dari Unspun.

hanny

9 Responses

  1. jadi inget video yang adegannya laut memuntahkan semua sampahnya ke darat, dari mulai koin, kaleng, sampe bangkai kapal dan pesawat. ediyan! 😯

  2. ^
    saya juga jadi ingat spirited away… cuma bedanya, semua sampah itu dikeluarin dari dalam sungai…. ada sepeda butut segala

  3. cek nila sabar yee.orang macam tu nak kene batu tu.!.cem mane pula. lah nyelam sempat makan pisang.campak ke laut pula,tak kasihan kah ikan tu banyak yang kepelesett..!susah nak cakap encek!

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP