You’ll never get the right answer if you kept on asking the wrong question, they say.

True.

It’s a bit like what Lewis Carrol has written in Alice’s Adventures in Wonderland–on a scene where Alice, who got lost, bumped into a Cheshire cat.

‘Would you tell me, please, which way I ought to go from here?’ asked Alice.
‘That depends a good deal on where you want to get to.’
‘I don’t know where–so long as I get somewhere.’
‘Then it doesn’t matter which way you go,’ said the Cat.

There’s no such thing as an answer to why things don’t work well, or why life has to change directions every once and a while—simply because ‘why’ is not the right question to ask.

blog1

Writer Natalie Goldberg has managed to put the idea beautifully: “…(because) life is not orderly. No matter how we try to make life so, right in the middle of it we die, lose a leg, fall in love, drop a jar of applesauce.”

Interesting to see how Natalie put the phrase “fall in love” together with ‘death, lose a leg, and drop a jar of applesauce‘.  These are the things that keep your life away from being orderly. And came to think about it, falling in love does feel like dropping a jar of applesauce. You don’t really know why it happens. Probably you tripped. You were being a bit careless. Or somehow, the jar just… slipped.

And—ah! Another thing that keeps your life away from being orderly: surprises!

picture-2

Yes, of course, it will be great if you stumbled upon pleasant surprises. However, what if we’re talking about the kind of surprises where you finally find out the truth about something someone has been hiding from you for some times? The kind of surprise that stings your very eyes?

__

But then again, that’s life! Full of surprises. And some are unpleasant ones. You just have to deal with it.

As I’ve said earlier (on November, I guess?), I have no regrets.

Because how soon is too soon? Time span is not an absolute concept. You can have forever compressed into a 2-minute memory-playback. Really, you can’t ask for more. And an end is merely a beginning of something new. Of something else.

Anything.

Gina: “Absence makes… ”

Nino Quincampoix: ” …the heart grow fonder.”

– a conversation between Gina and Nino in my favorite movie of all time, Le Fabuleux Destin d’Amélie Poulain –

It’s December 22, 2008. Two more days to holidays. Fifty five more hours to the end of a masquerade. The air-con has been turned off. Chocolate cakes and a red ribbon. Stuffed animal and a white cash box. Toraja coffee beans in a transparent jar. Outside, the world is painted in purple and gray. The rain is about to fall.

It’s me. Signing off.

————————-

*)Gambar dipinjam dari sini dan dari sini.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Sekarang saya merasa tak perlu terlalu bingung lagi memikirkan akan membeli hadiah Natal dan Tahun Baru apa untuk orang-orang terdekat.

Yang jelas, hadiah tersebut harus datang bersama sebuah stoples bening. Ya, hadiahnya bisa berupa permen-permen cokelat di dalam stoples, bunga lili putih di dalam stoples, kopi yang baru digiling di dalam stoples, aksesori lucu di dalam stoples…

Yang penting adalah stoplesnya (bisa diikat dengan pita warna-warni), bukan isinya 😀

Ya, karena ketika memberikan hadiah tersebut, saya bisa sekalian menitipkan pesan pada si penerima hadiah: “Setelah stoplesnya kosong, stoples ini bisa digunakan untuk mengumpulkan koin uang logam dan recehan. Kalau sudah banyak, bisa didonasikan ke Coin A Chance!” 🙂

retro-tea-jars
hadiah yang diletakkan di dalam stoples memungkinkan stoples wadahnya digunakan kembali untuk mengumpulkan koin uang logam / recehan

Iya, setelah kemarin akhirnya selesai juga membuat blog Coin A Chance!, senang rasanya mengetahui bahwa banyak teman-teman yang sudah mulai mendukung program ini, di antaranya Dilla dan Heri, juga Dita dan Dimas yang sudah memasang banner (Dimas, terima kasih juga karena sudah menyatakan siap menyumbang tenaga menjadi Coiners alias pengumpul koin), juga Adit yang memberi tahu kemarin malam bahwa masih ada yang salah dengan kode banner-nya (sekarang kode banner-nya sudah OK, lho!) 🙂

Sebenarnya Coin A Chance! itu apa?

Coin A Chance! adalah sebuah gerakan sosial untuk mengumpulkan ‘recehan’ atau uang logam yang bertumpuk dan jarang digunakan. Uang yang terkumpul akan ditukarkan dengan “sebuah kesempatan” bagi anak-anak yang kurang mampu agar mereka dapat melanjutkan sekolah lagi.

Ide ini muncul ketika saya menyadari bahwa kawan saya, Nia, juga punya kebiasaan yang sama: mengumpulkan koin-koin uang logam dan recehan yang tidak pernah kami belanjakan kembai di dalam stoples/kaleng. Kami pun bertanya-tanya berapa banyak orang yang punya ‘kebiasaan’ yang sama, dan berapa banyak koin yang tidak digunakan yang sebenarnya bisa kita kumpulkan untuk didonasikan.

So, we start small 🙂

Mulai dari saya dan Nia, kerabat kami, kawan-kawan kami, lalu jika Anda juga punya kebiasaan yang sama, ayo kita gabungkan koin-koin uang logam kita! Mulai Januari 2009 nanti, saya dan Nia akan mulai  mengorganisasi jadwal pengumpulan koin. Waktu dan lokasi pengumpulan koin juga akan diumumkan di blog resmi Coin A Chance!.

Jika ingin tahu informasi lebih jelas mengenai gerakan ini, silakan kunjungi blog-nya di sini 🙂

Are you in? 😉

—–

Gambar stoples dipinjam dari sini.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Di dalam laci meja saya di kantor, saya menyimpan sebuah kaleng. Dulunya, kaleng ini adalah wadah permen. Gambarnya Winnie-The-Pooh, dan di bagian tutupnya bergambar Eeyore 🙂

Isinya?

Bukan lagi permen, tetapi uang logam. Recehan. Kembalian. Berasal dari supermarket, uang hasil reimbursement dari bagian admin, sampai kembalian ketika membayar tol atau naik angkot. Uang logam tersebut saya letakkan di sana karena berat jika dibawa-bawa di dompet; dan karena jarang saya belanjakan kembali.

Kalau Anda sedang senggang hari ini, bantulah saya dengan mengisi 3 pertanyaan polling di bawah ini, ya. Saya ingin tahu ke mana perginya uang logam Anda dan apa yang ingin Anda lakukan terhadap uang logam itu 🙂

Bagi Anda yang sudah mengisi polling singkat di atas, saya ucapkan terima kasih banyak dan saya doakan semoga Anda hidup berbahagia! Bagi yang belum, ayo silakan diisi dulu 🙂

Setelah itu, silakan main ke sini, ya. Apakah Anda tertarik berpartisipasi dalam Coin A Chance! ?

picture-5

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Perempuan itu memutuskan untuk meninggalkan senja.

Bukan karena ia bosan memandangi gurat-gurat jingga keemasan dan langit yang nampak lucu dalam semburat ungu dan merah jambu; tetapi karena ada malam yang akan segera menggulung senja dalam hitam—dan perempuan itu tak ingin terjebak dalam kegelapan untuk yang kedua kali, sendirian.

Maka ketika jingga mulai tercabik di cakrawala dan lampu merkuri mulai menyala, perempuan itu berdiri dan melangkah pergi, meninggalkan senja. Berlindung dari malam yang bisa menusuknya pelan-pelan dan menjatuhkannya ke dalam lubang hitam.

Kepergian perempuan itu meninggalkan senja bukanlah sesuatu yang ia putuskan secara tiba-tiba. Selama ribuan hari yang dipenuhi malam, perempuan itu selalu berharap menunggui senja tiba. Dan ketika senja akhirnya datang menyapa, perempuan itu pun tersenyum bahagia.

Ia pikir, senja kali ini akan bertahan selamanya.

Tetapi langit senja yang dipandanginya ini bukanlah langit yang setia dan menghadirkan warna jingga, ungu, dan merah jambu selamanya. Ternyata langit senja juga menurunkan malam. Menurunkan hitam. Menurunkan kelam.

Maka perempuan itu memutuskan untuk melangkah meninggalkan senja; dan berlindung dari hitam yang mencekam. Hitam yang selama ribuan hari pernah menyelimutinya dalam pedih yang berkepanjangan. Perempuan itu enggan terperangkap malam-malam untuk yang kedua kali, karena ia tahu, sekalinya ia jatuh, sulit baginya untuk memanjat keluar lagi.

Bagaimanapun, perempuan itu tak pernah menyesal karena telah keluar menyapa senja. Ia pernah menyaksikan jingga, ungu, dan merah jambu menebar di angkasa, memantul dalam bingkai wajahnya ketika ia memandangi semuanya dari atas dermaga.

Tetapi ternyata, langit senja di atas kepalanya semakin menggelap, dan mata perempuan itu mulai berkabut ketika mengetahui bahwa ternyata senja yang tengah dipandanginya ini akan berubah menjadi malam dalam hitungan waktu yang tak terlalu.

Jadi perempuan itu berlari pergi meninggalkan senja, bersama hujan yang merintik meluruhkan asa dari kedua bola matanya.

Mungkin memang tak ada senja yang bertahan selamanya. Mungkin semua senja—seberapapun cantiknya, selalu menyembunyikan tikaman malam.

Tentu, perempuan itu masih ingin percaya bahwa ada senja yang mampu bertahan selamanya; tanpa perlu menghunjam perempuan itu diam-diam dengan  malam yang menekan. Jika bukan dalam kenyataan, dan pengharapan perempuan itu terlalu berlebihan, cukuplah hanya dalam kenangan.*

Tetapi rasanya, untuk sementara waktu, perempuan itu tak lagi ingin memandangi senja. Terlalu menyakitkan baginya.

Jadi, perempuan itu mengumpulkan semua remah senja yang ada dan menenggelamkannya ke dasar lautan. Biarlah menjadi santapan ikan, atau menguap bersama air laut dan turun kembali bersama hujan.

Suatu hari nanti, mungkin perempuan itu akan keluar lagi menyapa senja. Namun pastinya, senja yang ia sapa tak lagi berwarna jingga, ungu, atau merah jambu.

Karena perempuan itu pun tahu, sejak saat ini, langit senja tak akan pernah sama lagi seperti sebelumnya.

—-

*) ketika engkau tengah menikmati senja, waktu seakan berhenti. dan senja menjelma selamanya.

Disclaimer: Ini bukan untuk siapa-siapa. Usah kau resah dan gundah 😉

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Bukannya tanpa alasan jika saya memilih lili putih atau Lilium candidum L. (dari famili Liliaceae) sebagai bunga kesayangan saya.

lili

Pertama, lili putih, yang tumbuh di sepanjang Mediterania dan bagian Barat Asia ini mulai bermekaran pada bulan Mei–yang kebetulan merupakan bulan kelahiran saya.

Kedua, lili putih mengandung warna-warna kesukaan saya: putih (pada kelopaknya), kuning cerah (di bagian putiknya), dan hijau muda terang (pada batangnya).

Ketiga, lili putih kelihatan sederhana, minimalis, tetapi anggun. Ia tak mewah berduri seperti mawar (yang durinya bisa melukaimu tanpa sengaja), dan tak sewangi si mungil melati. Lili putih tidak berteriak dengan duri, tidak juga dengan wangi. Ia hening.

Dan dalam keheningannya, ia ada.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

:: SLANK

Memang sedikit aneh, tetapi hanya selang beberapa hari setelah saya mengunggah tulisan ini (mengenai sahabat saya yang berkesempatan untuk nongkrong bareng Kaka dan Bimbim Slank di Columbus, Ohio), saya mendapatkan undangan untuk menonton private concert-nya Slank di rumah Dubes Amerika Serikat, Cameron R. Hume. Kabarnya, konser kecil ini dibuat dalam rangka menyambut kembalinya Slank setelah tur mereka di Amerika sana.

Maka, rombongan kecil para blogger yang terdiri dari saya, Dimas, Chika, Dilla, Adit, Iqbal, Goenrock, Ronggur, Ridu, dan Bena pun bertemu di rumah sang Dubes di Taman Suropati—untuk menikmati Slank membawakan beberapa lagu lawas mereka—dalam Bahasa Inggris. Agak aneh juga mendengar mereka menyanyikan lagu “terlalu manis, untuk dilupakan…” yang diterjemahkan mentah-mentah menjadi “too sweet to forget…” 😀

***

:: SEMINYAK

Dua hari setelahnya, pada pukul setengah tiga siang di hari Kamis yang panas membakar, saya tertidur pulas di dalam mobil menuju bandara Soekarno-Hatta.

Penerbangan menuju Denpasar pada pukul lima sore akan membawa saya ke Hotel Santika—tempat di mana saya dan rombongan menginap—untuk memberikan pelatihan komunikasi bagi salah satu organisasi nirlaba di sana pada hari Jumat, di hotel yang sama.

Setelah selesai memberikan pelatihan pada pukul lima sore, saya dan kawan saya bertolak menuju Hotel Mutiara Bali di Seminyak untuk memperpanjang jam ‘kerja’ kami di Bali menjadi hari-hari liburan. Sepanjang perjalanan, saya pun ber-SMS ria dengan Pak Dhe Mbilung, mengatur janji untuk makan malam romantis bersama 😀

mutiarabali
mutiara bali, hotel kecil yang menyenangkan, terletak di belakang jajaran restoran sepanjang seminyak trattoria-mykonos-ultimo, letaknya di jalan kecil di belakang ultimo, tersembunyi dari keramaian. tempat yang cocok untuk mengasingkan diri 🙂

Pak Dhe Mbilung menjemput kami di hotel pada pukul setengah delapan malam, bersama—Dewi! Iya, Dewi, yang dulu punya blog di secret-silence.blogspot.com, yang sudah saya anggap teman sejiwa di blog seperti Atta, yang saya sukai gaya menulisnya, yang saya kunjungi blog-nya secara berkala, hingga akhirnya Dewi menutup blog-nya 🙁

Akhirnya, di lobby hotel, saya bertemu Dewi juga—yang cantik sekali (!), seperti gadis Bali yang ada di foto-foto National Geographic—walaupun Dewi bukanlah orang Bali 😀

mykonos-pakdhedandewi
Pak Dhe Mbilung curi-curi pandang pada Dewi yang secantik bunga mawar di atas meja 😀

Bersama Pak Dhe Mbilung dan Dewi, kami mendamparkan diri di MYKONOS, sebuah restoran Yunani tak jauh dari hotel—menyantap roti pita dan shoarma udang, kemudian membiarkan Pak Dhe Mbilung menikmati 2 gelas lemon tea, 3 scoops es krim dan secangkir kopi, serta mempersilakan beliau menghabiskan dessert yang dipesan kawan saya 😀

Dari MYKONOS, Pak Dhe Mbilung dan Dewi menurukan saya di Hu’u Bar untuk nongkrong-nongkrong sebentar bersama kawan saya sebelum kembali lagi ke hotel. Ah, Hu’u Bar—yang di bagian belakangnya terdapat meja-meja dan bantal-bantal besar di atas rumput, di bawah langit terbuka, diterangi lampu-lampu kecil yang bersinar seperti kunang-kunang. Banyak sekali rombongan keluarga yang hadir malam itu; juga pasangan yang menikmati makanan ditemani sebotol wine. Ah, Hu’u merupakan tempat yang menyenangkan untuk melangsungkan pesta pernikahan kecil-kecilan 😉 *ah, dasar perempuan-perempuan*.

Hari Sabtu siang, saya dan kawan saya yang melewatkan sarapan pagi di hotel, bergegas menuju CAFE BALI untuk makan siang lebih awal. CAFE BALI ini juga masih terletak sejajar dengan MYKONOS, dan bisa dicapai dengan berjalan kaki dari hotel tempat kami menginap. Nasi dan sate ayam serta sate sapi menjadi pilihan, karena perut kami rasanya belum ‘nendang‘ jika belum terisi nasi 😀

cb
restoran yang menyenangkan dan enak untuk nongkrong berlama-lama, menyesal tak bawa laptop, karena ternyata di sini semua orang sibuk berwi-fi 😀

Di restoran inilah kami menemukan buku berjudul My Life in Bali, yang keren sekali, karena mengupas berbagai pertanyaan mengenai Bali. Misalnya mengenai lambang swastika yang bisa ditemukan di mana-mana, kebiasaan mandi bersama di sungai alias communal bathing, penyembuh spiritual atau balian, juga mengenai persembahan/sesajen yang biasa diletakkan di depan rumah… semua ini dijelaskan dengan bahasa anak-anak yang sangat lugas, jujur, dan… membuat orang-orang asing bisa mengetahui berbagai hal mengenai Bali dan kebiasaan-kebiasaan di Pulau Dewata itu; yang mungkin dirasa agak kurang sopan jika ditanyakan langsung secara terus-terang kepada penduduk setempat.

life
buku ini bagus sekali, dan sebenarnya saya ingin membelinya, tetapi harganya mahal, 350ribu rupiah. harga yang pantas sebenarnya, karena bukunya tebal dan lukisannya bagus. selain dalam bahasa inggris, buku ini juga tersedia dalam bahasa perancis.

Buku indah ini ditulis oleh Sandrine Soimoud, seorang asing yang menetap di Bali. Saya sempat mempertanyakan mengapa harus orang asing yang menulis buku bagus semacam ini 🙂 tetapi kemudian teringat oleh saya, terkadang hal-hal paling sederhana mengenai kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari yang patut dipertanyakan, memang akan lebih jelas terlihat oleh orang asing. Kita yang berada di tengah lingkaran kebiasaan itu sudah terlalu terlibat menjadi bagian di dalamnya, sehingga merasa tak perlu lagi mempertanyakan apa-apa.

Begitukah? 🙂

Selepas makan siang, sekitar pukul setengah satu, saya dan kawan saya pun berjalan kaki menyusuri Seminyak—melihat-lihat etalase toko yang berjajar rapi sepanjang jalan, dan sesekali berhenti di tempat-tempat yang kami anggap menarik dan menjanjikan, terutama di tempat-tempat bertuliskan SALE 50% 😀

seminyak
hitakara, toko yang menjual aneka perhiasan lucu hasil karya desainer bali, dan harganya sangat ramah di kantung. di sebelah kanan adalah jacques ruc, yang dipenuhi tas-tas rotan berwarna-warni dan memiliki display serta sofa yang menyenangkan 🙂

Tak terasa, ternyata sudah pukul empat sore. Kami sudah berjalan kaki selama sekitar 3.5 jam—dan mulai dehidrasi 😀 Kembali menuju arah hotel tempat kami menginap, kami pun bersantai sejenak di THE JUNCTION, sebuah kafe kecil tak jauh dari Seminyak Square, memesan lime juice dan pancake pisang cokelat yang ternyata porsinya sangat besar… sebelum kembali ke hotel untuk menyegarkan diri dan tidur-tiduran sebentar.

thejunction
tempat yang ramah, terang, dan berangin, cocok untuk mengistirahatkan kaki sambil membaca-baca majalah. tirai putih bergantungan di the junction akan diganti menjadi tirai merah begitu pukul setengah enam sore untuk memberikan ambience ruangan yang berbeda.

Malam harinya, kami berjalan kaki dari hotel menuju ULTIMO, sebuah restoran Italia—masih di jajaran yang sama dengan MYKONOS dan CAFE BALI. Di sinilah saya merasakan fetucinni terlezat di dunia 😀 Jika Anda berada di Seminyak, saya sarankan mampir ke ULTIMO! Selain suasananya sangat romantis (kenapa kami berada di tempat-tempat romantis terus, ya?), harga makanannya juga bisa dibilang tak terlalu mahal, apalagi jika dibandingkan dengan Jakarta.

ultimo
wajah senang karena perut kenyang, di bawah penerangan lampu remang-remang dan lilin yang benderang...

Dengan 85ribu rupiah saja, Anda sudah bisa mendapatkan full set menu, yang terdiri dari salad, fetucinni tuna, sirloin steak (Australian) dengan mashed potato, serta fruit bowl dengan sorbet. Dan makanannya memang luar biasa enak… pantas saja restoran ini selalu nampak full dari luar, dan Anda harus sabar menunggu selama beberapa menit untuk mendapatkan tempat duduk.

Pukul setengah sepuluh, kami menuju kawasan pantai Double Six tak jauh dari sana untuk menonton DJ Kyau dan Albert dari Jerman yang akan bermain di Magnifisound di DOUBLE SIX CLUB. Tetapi pukul sepuluh malam ternyata masih terbilang ‘pagi’. Double Six Club masih sepi tak berpenghuni. Maka, kami pun mendamparkan diri di BACIO—sebuah klub kecil tak jauh dari situ, dan satu-satunya klub yang sudah menunjukkan tanda-tanda kehidupan 😀

Kami pun duduk di bar, karena meja-meja lain sudah ditempeli tulisan ‘reserved‘—mengobrol sambil nge-plurk dan meng-update status Facebook 😀 Pemandangan yang aneh, mungkin. Dua orang perempuan sibuk mengutak-atik telepon genggam di bar—dan lebih aneh lagi karena saya memesan secangkir kopi! 🙂

Di BACIO inilah, kami melihat DJ Ai—yang rupanya memang akan dijadwalkan main di sana. Saya kemudian berpikir, betapa banyaknya DJ-DJ yang terlihat keren ketika berada di tengah kegelapan klub, dengan lampu-lampu yang terang-redup-terang-redup, di belakang kotak kaca yang memagarinya dari pengunjung di lantai dansa—tetapi ketika pagi datang, masihkah mereka nampak sekeren tadi malam? Entahlah 😀 *tetapi saya setuju bahwa DJ Ai nampak sangat keren malam itu* 😉

Mendekati tengah malam, barulah kami beranjak menuju Double Six Club yang sudah mulai dipenuhi pengunjung. Tetapi kerumunan baru mulai ramai menjelang pukul tiga pagi. Saya dan kawan saya yang awalnya merangsek ke tengah kerumunan untuk bisa lebih dekat melihat Kyau dan Albert, akhirnya menyerah dan menyingkir ke pojok meja bar yang dekat dengan mesin pendingin, karena tak tahan dengan pengapnya asap rokok 😀

Oh ya, sebuah catatan spesial dari Seminyak: saya menemukan sebuah toko furniture dan sebuah spa bernama DI SINI. Ah, apakah ini semacam pertanda? Ataukah semesta hanya ingin bermain-main dengan saya? 😉

disini
Di Sini ada di Bali! 🙂

***

:: LAPTOP HP MUNGIL ITU

Di tengah-tengah perjalanan di Seminyak inilah keinginan saya untuk membeli laptop mungil muncul lagi. Senangnya bisa bepergian membawa-bawa laptop untuk dipakai menulis dan mengetik cerita, tanpa harus terbebani dengan berat dan besarnya laptop yang hendak dibawa.

Beberapa waktu lalu, saya sempat jatuh hati pada ASUS EEE PC yang kecil mungil dan berwarna putih itu, tetapi kawan saya kemudian datang ke kantor membawa HP 2133 Mini Note mungilnya, yang kelihatannya lebih “tidak rapuh” dibandingkan ASUS EEE PC itu. Dan lagi, kemudian saya berpikir, adalah HP yang mensponsori hadiah untuk doorprize Pesta Blogger di saat-saat terakhir. Lantas, apakah ini berarti akan lebih baik kalau saya membeli HP? 😉

hpmininote
uh, dengan dolar yang naik-turun, rasanya harus menunda dulu membeli si mungil ini...

Ada yang berkenan memberikan saran? ASUS EEE PC atau HP 2133 Mini Note? 😀

***

:: BLOGGERSHIP

Kemarin, ketika saya kembali ke kantor setelah liburan singkat di Bali itu, saya menemukan sudah ada puluhan aplikasi dari para blogger untuk mengikuti BLOGGERSHIPscholarship untuk blogger yang diselenggarakan Microsoft.

picture-1

Untuk informasi saja, aplikasi akan ditutup tanggal 15 Desember 2008. Jadi untuk yang belum mengirimkan aplikasinya, ayo kirim segera, dan baca keterangan lengkapnya di sini.

Uh, sayang sekali saya tidak boleh ikut mengirimkan aplikasi— padahal terbuka kesempatan untuk jalan-jalan lagi jika bisa menang Bloggership 🙁

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP