Perempuan itu sedikit terkejut ketika menemukan dirinya sendiri kembali berada di sini. Di balik jendela, dengan secangkir kopi panas di tangan kanan, laptop yang terbuka di pangkuan, dan pandangan yang tak bisa lepas dari titik-titik hujan. Ada dingin dan hangat yang melebur menjadi satu, sehingga ia bahkan tak lagi mampu memilah-milah kedua rasa itu.

Perempuan itu hanya bisa mereguk semuanya, seperti yang pernah ia janjikan pada dirinya sendiri suatu pagi, dulu. Bahwa ia akan mereguk semua yang hidup tawarkan untuknya. Pahit atau manis, ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja. Karena bukankah ia telah melewati berbagai cobaan dalam hidup dan masih saja selalu bisa menemukan kenyamanan dalam serintik hujan dan secangkir kopi?

Jadi, perempuan itu kembali lagi ke tempatnya yang biasa, yang penuh dengan kenangan, impian, dan sedikit harapan yang tersisa dari hal-hal yang masih ingin ia percayai.

Setelah memutuskan untuk melangkah pergi dan mulai terbiasa dengan perjalanan yang menyenangkan, perempuan itu mulai lupa betapa dulu ia pernah begitu nyaman berada di sini, di tempatnya yang sekarang ini. Dan ketika tiba-tiba saja ia harus kembali pulang dari perjalanannya, ia tak bisa memungkiri bahwa semua yang dahulu terasa akrab, kini telah berubah menjadi sedikit asing baginya.

Ia perlu membiasakan diri kembali untuk jatuh cinta pada sepi, pada hujan, pada secangkir kopi… pada rangkaian aksara yang tersusun satu demi satu dalam bingkai jendela biru muda di layar komputernya, serta pada sebuah surat lusuh dari sebuah waktu yang jauh, yang ia temukan terlipat dalam lapisan dalam dompet lamanya:

Jangan menangisi segala yang pergi, sebab waktu berjalan ke depan, dan tak ada kekuatan apapun dari tangan kita untuk sekadar mengubah garis nasib. Kehilangan telah menyadarkan kita bahwa tak ada yang bisa sungguh-sungguh kita miliki.

Tetapi yakinlah, masih akan selalu ada pagi yang lain menanti ketika hari berganti. Dan suatu saat nanti, ketika waktunya tiba, kita akan terbangun pada suatu sisi pagi yang lain itu; yang belum pernah kita lihat sebelumnya—dan tak pernah kita sadari keberadaannya; setidaknya untuk saat ini.

Hanya karena sesuatu itu tidak kita ketahui keberadaannya, bukan berarti sesuatu itu tidak ada.

Perempuan itu tersenyum. Pahit, manis, tak mengapa. Karena tak ada yang pernah ia sesali. Jadi, ia hirup secangkir kopinya dalam-dalam, menikmati sensasi kedua rasa yang berbaur sempurna itu (terasa persis seperti tawa dan air mata), sementara lagu No Regrets dari Robbie Williams berputar pelan di sudut ruangan:

Remember the photographs, insane
The one where we all laughed, so lame
We were having the time of our lives
Well thank you, it was a real blast
No regrets…

Ya, perempuan itu tak pernah menyesali semua yang pernah terjadi, dan masih akan menanti satu hari yang dijanjikan itu: ketika ia terbangun pada suatu sisi pagi yang lain, yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dan belum ia sadari keberadaannya.

Tetapi saat ini, ia hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk kembali memandangi hujan dari balik jendela; sebelum menerobos pintu depan dan berlari ke tengah jalan, serta membiarkan dirinya basah kuyup diterjang badai yang menggila. Biarkan saja, tak mengapa. Karena hari ini, di sini, sekali lagi, ia siap menghadapi dunia dan mengejar mimpi-mimpinya.

Sekali lagi.
Dan sekali lagi.
Dan sekali lagi.

Dan akan selalu begitu.

Untuk seterusnya, seumur hidupnya.

hanny

32 Responses

  1. Kehilangan telah menyadarkan kita bahwa tak ada yang bisa sungguh-sungguh kita miliki.

    Tapi seringnya kita baru merasa memiliki sesuatu setelah sesuatu itu hilang*

    *Where’d You Go, Fort Minor

  2. Sepertinya lo perlu tempat baru, menu baru (jangan kopi lagi!) dan suasana baru…. itu di w3 banyak kok wkwkwkw…

    kopi itu candu, hahaha, seperti drugs kali efeknya buat gue 😀

  3. satu paragraf …
    cukup hanya satu paragraf saja … bisa saya tangkap bahwa kepiawaian anda merangkai kata mendekati Dee …
    satu paragraf saja …

  4. sebuah pendewasaan.. mungkin itulah filosofi dibalik menikmati kopi. saat manis dan pahitnya tereguk, kita tahu seperti itulah dunia… dan kita hadapi..
    salam penggemar kopi.. dan salam kenal

  5. kereennn..
    menyenangkan skali ya klw kita bisa menghadapi sgala sesuatu pake positive sense dan bukannya tragic sense..sepertinya saya harus belajar banyak dari sampeyan untuk itu.. 🙂

  6. Maaf … mungkin OOT
    But saya tertarik membaca kolom “ABOUT” nya …

    Very unique …!!!

    Kamu punya kualitas untuk menjadi seorang penulis … !!!
    Someday … somehow …
    Sepertinya saya akan melihat buku anda di toko buku …

  7. Ahhh… I see my self in you…
    I see my self in this words…
    I see my self there…
    in the rain…
    wet…
    but with hope…
    that tomorow will come…
    with a new hope…
    for a better tomorrow…

    let’s hope together… *hugs*

  8. aku suka tulisan ini…dalem banget…dan satu kalimat bagus yang aku dapet dan emang bener banget….Kehilangan telah menyadarkan kita bahwa tak ada yang bisa sungguh-sungguh kita miliki.
    well done!

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP