Gara-gara membaca tulisan Ada Apa dengan Krisis?-nya Mas Iman, ketika sampai pada paragraf-paragraf terakhir di mana beliau berhenti untuk menyantap semangkuk mie rebus di depan RS Pertamina, saya jadi teringat tulisan salah seorang kawan saya, yang berjudul Ayo Makan di Warung!

Setelah membuat saya diserang lapar akibat ulasannya mengenai warung-warung kecil yang menjual aneka makanan lezat, kawan saya itu pun menulis:

Kadang-kadang saya berpikir, bahwa inilah real economy kita. Inilah tulang punggung ekonomi kita. Ratusan, jutaan, hingga miliaran warung dan kedai yang tersebar di Indonesia-lah yang sesungguhnya menghidupi dan yang menjalankan ekonomi Indonesia. Ini yang menjadi salah satu elemen kokohnya ekonomi kita. Karena uang yang diperoleh si penjual akan sepenuhnya dibelanjakan lagi di dalam negeri. Perputaran uang terjadi di dalam negeri.

Berbeda jika kita makan di gerai asing. Ada franchise fee yang mahal yang harus dibayarkan setiap bulan oleh pemilik toko di sini. Ada uang kita yang mengalir keluar negeri. Menguntungkan negara maju.

Jika begini, nampaknya harus ada gerakan baru: Ayo makan di warung!

Kemudian saya teringat pada Warung Ciamis di sebuah bangunan kecil yang terletak di depan Plaza Jambu Dua, di Warung Jambu, Bogor–yang biasa menjadi tempat tongkrongan supir-supir angkot dan karyawan pabrik di sekitar. Masakannya enak-enak: mulai dari telur dadar tebal dengan daun bawang dan irisan cabe merah, perkedel kentang, tumis pare, sampai remis… semua dibumbui dengan nyaris sempurna. Rasanya pas. Harganya murah.

Terakhir kali saya datang ke sana, Ibu yang berjualan justru menanyakan apakah saya tahu sekiranya ada orang yang berniat untuk membeli Warung Ciamis ini. Karena si Ibu sudah lelah memasak terus dan hendak pulang ke kampung. Tabungannya dari membuka warung selama ini sudah cukup untuk membiayai anak-anaknya, sehingga ia juga bisa pensiun dan hidup nyaman di kampung…

Sudah lama saya tidak mampir ke sana. Kabarnya warung itu sudah tutup.

Hei, apakah Anda tahu sebuah warung kecil yang menyediakan makanan enak tapi jarang diketahui orang karena letaknya nyempil di sebuah gang kecil, atau berada persis di pinggir kali (seperti warung ayam bakar yang terletak di dekat kantor saya–yang karena lokasi tempatnya berada biasa kami sapa dengan panggilan ‘riverside‘?)

Coba bagikan di sini, agar saya bisa berwisata kuliner ke sana lain kali 🙂

hanny

31 Responses

  1. Dekat jalan Kopi di kota ada warung Ikan Bawal yang enak banget, fresh baru dibawa dari Pasar Ikan, atau Warung Soto Tangkar didalam gang gang dekat pasar Glodok…waduh..
    Juga Mie Gondangdia di Jl Gondangdia, dengan bentuk rumahnya yang masih asli sejak puluhan tahun lalu..

  2. mie ayam deket tempat les ku enak. tapi gak tau sekarang harganya berapa… kayaknya udah naik seiring perubahan ekonomi di indonesia…

  3. coba maen ke tempatku di balikpapan mba, enak2 makanannya walaupun sekedarnya
    kalo kuliner terkenalnya ga banyak karena disini banyak pendatang,

  4. di daerah condet, jalan tembus dari pasar minggu ke balekambang, condet, ada deretan warung makan buat komuter (terutama bikers). ayam bakarnya maknyus 😀

  5. Ada warung sunda punya mang Sardi dkt Ciputat, meski letaknya jauh dari kontrakan saya, saya rela berjalan kaki selama kurang lebih empat puluh menit demi menikmati masakan mang Sardi. Rasanya belum lengkap jadi mahasiswa di Ciputat kalau belum mampir ke warungnya.

  6. kalo d purwokerto sini,ada warung gorengan dengan bumbu kacangnya yang mantab..tempatnya di areal pasar wage..dan bukanya malem..jadi tempat nongkrong n nyari makan kalo lagi insomnia..

  7. jadi inget warung jaman saya sma dulu..

    warungnya mak tukah yang nyempil di belakang rsi aisyiah deket smun 5 malang, menunya macem2 tapi paporit saya sih pecel, ga tau juga sekarang masih ada atau tidak.. tempat makan siang dan beli rokok sebelum beranjak sepak bola, hihihi

  8. Hanny alumni SMA Regina Pacis ya? Di depan sekolah ada baso kumis. Tau kan? Kalo menurut saya lebih enak dari sesepan. Waktu istrirahat dulu sering beli baso di situ.

    *komen OOT gak ini?*

  9. di dekat kantor saya ada warung kecil mungil yang disebut DPR karena berada dibawah pohon rindang,
    namun jangan salah ternyata yang makan disana adalah pria berdasi dan wanita berbau wangi.
    gara-gara itu makanan di sana jadi mahal untuk ukuran saya.
    padahal biasanya yang makan di warung dengan tampilan seperti itu adalah tukang batu atau penjual keliling.

  10. ini saya juga lagi keliling dari warung ke warung di malang…warungwarung pinggir jalan yang menyajikan makanan sekaligus dapet bonus bertemu dengan orang2 baru dan sedikit bersentuhan dengan budaya khas mereka…(mumpung lagi di malang) 🙂

  11. bogor mah emang surganya makanan enak ya….ahhh jadi kangen Bogor…..di Jambi mah gak ada warung yg enak hehe maklum masakannya gak cocok di lidah saya…santan melulu!!

  12. Deket kantor gue dulu.. samping Kempinski, trus sekitar Atmajaya, sekitar Rumah Sakit Jakarta. Kalo deket kantor mbak Hanny, ya sate Pangpol! Maknyuos.
    Banyak sih.. tapi segitu dulu yang keinget.

    Selamat berwisata kuliner!

  13. Ayam bakar Gantari yang di blog M, pasti udah athu dong…

    Ada satu warteg di kukusan, depok, deket fakultas teknik UI, yang makanannya biasa2 saja… Tapi ketika yang punya mengajak kami berkunjung kerumahnya di kampung, Ya Tuhan, Rumahnya memang ditengah sawah, tapi bertingkat 3 dan besar, serta mewah. Punya Parabola dan Sedan Vios, yang hanya di sarungin terus, karena jalanan belum diaspal (hanya dipake kalo mo ke kondangan katanya, ckckckckck)

    dan semua itu hanya hasil dari warteg yang setia menyuguhi kami indomie rebus ketika musim ujian tiba 🙂

  14. jaman saya kuliah, ada warung makan kecil namanya warung bu min, sumpah di antara warung2 tegal lain di sepanjang jalan belakang kampus UNDIP bawah dulu itu, warung bu Min yg kecil lah yg paling lezat masakannya. Kdg sakin antrinya sering saya tak dpt tmpt duduk, sate kerang, oseng cumi, petis kangkungnya duuuuh…bikin ngiler

    satu lagi, tak bisa disebut warung krena ia hanya nempel di pagar sebuah sekolah, nasi ayam di deket SMA Sedes Semarang, jangan harap selepas jam 9 pagi msih bisa mendapatkan seporsi nasi ayam, krena sudah ludess habis. Pakde Mbilung dan keluarga pernah saya bawa untuk menikmati nasi ayam di sana sewaktu berkunjung

    WAKSSSS baru tadi pagi saya bilang saya pengen sate keraaaang

  15. warung wedang jahe? haha… kalo di jogja, ada warung langganan saya di kawasan demangan 😀 namanya warung bu Wignyo sering disebut warung perkutut, karena letaknya di gang perkutut. Menunya? empal + sop + tempe goreng + sambal = makyuss !!! 😀

    Rgrds,
    -Ad0n-

  16. mau belut bakar sama kepala ikan manyung namanya mangut , tiap pagi aku makan didekat rumahku….. wu pedas… mantap…sedap.. pengiiinn terus…

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP