Demikianlah, rama-rama bersayap retak menjelang beruda, seperti telah kau rinaikan dalam untaian aksaramu, harapan mungkin memang durkarsa—pun dursila. Tak sudi kiranya ia mencumbui bahagia terlalu lama. Kala senja menebar di angkasa, yang tertinggal dari tawa sehari kita di muara hanyalah luka, air mata, dan sekeping hati yang kian rengsa untuk mencinta.

Terkadang saya bertanya-tanya, entah sudah berapa banyak perempuan yang kau ajak memandangi beraja malam-malam dalam diam. Perempuan-perempuan itu bersesakan di bawah sayapmu yang tak seberapa lebarnya, berupaya menjadi yang teristimewa secara berandang dalam jarak pandangmu.

Hingga kau lupa kapan matahari terbit dan terbenam, juga lalai ketika hujan menitipkan embun pada dedaunan. Kau biarkan sayapmu terbahak kala ditemukan dan menangis kala ditinggalkan pada interval yang terlalu berdekatan, sehingga retaklah ia pelan-pelan, tak sanggup bertahan pada dua ekstrim yang dieksploitasi secara berlebihan.

rama-rama bersayap retak
rama-rama bersayap retak
Gambar dipinjam dari sini.

Jadi, begitulah, pada suatu fajar ketika tetes gerimis meletis rasa yang tengah kita benahi berdua, saya tersadar: bahwa sayapmu yang retak itu tak kuasa menampung rebas-rebas yang lantas menderas ataupun panas yang menyenggau dari atas. Sayapmu itu bukanlah serupa payung; yang di bawah lengkungannya saya akan merasa sedemikian beruntung karena menemukan tempat bernaung.

Tetapi tak mengapa. Karena saya sudah cukup menikmati saat-saat di mana kita berjalan bergandengan tangan pelan-pelan, di bawah guyuran lampu-lampu jalan pada trotoar yang sesak dengan polusi dan seringkali membuat saya merasa sangsi, ke mana sebenarnya setapak ini akan berujung suatu hari nanti.

Namun, sudah. Biarlah. Karena saat ini, saya memang tidak sedang membutuhkan tempat berteduh, rama-rama. Jadi, jika sayapmu itu tak lagi derana, biarkan saja saya terpapar pada beringsang atau cahang; sembari mendaras bagaimana kiranya saya bisa menyulam retakan-retakan di permukaannya.

Sementara itu, janganlah sia-siakan sedikit waktu yang kita punya, rama-rama. Mendekatlah kemari, pada seberkas cinta yang meruap dari sela-sela semburat asa. Dan untuk saat ini, biarkan saya saja yang menjagamu dari segala prahara…

hanny

46 Responses

  1. ah, makasih hanny, saya tak perlu repot2 buka kamus 😀

    tapi kenapa perlu ditambah lagi di bawahnya?

    ah iya, lupa ngapus itu tadi setelah di-link 😀 hehehe. makasih sudah mengingatkan!

  2. haaaann, ampuun. permainan kata-katamu top markotop. kalau aku yang bikin, bisa makan waktu lama nih huahahahaha… 😆

    pesan yang bagus… 😉

  3. keningku berkerut tuk coba
    mencerna kata-kata indah nan puitis itu

    sungguh beruntung nian kau rama rama
    sebab ada menjagamu dr segala prahara
    agar sayapmu tak lagi derana…

  4. wih…puitis bangett..s

    aku lanjutin ya…
    biarkan kedamaian kudekapkan ke lubuk hatimu, rasakan hangatnya kasih sayang cahaya mata ini melindungi jiwamu dari kesepian. belaian rasa yang merambat ke seluruh lorong hatimu akan tetap mengalir selagi aku masih tetap menjadi rasa yang hadir di setiap hembusan nafamu…

    *asal tulis…

  5. Di ujung hari, diakhiri dengan tulisan versi cewek dari Budi Dharma ini… Apa kabar, Han?

    Btw, jawabanmu betul ya? Pertanyaan itu memang menjebak jiwa-jiwa polos. Atau malahan seperti yang kamu bilang, psikopat berwajah malaikat? 😉

    hmm iya, jawabanku betul, lho. mengerikan hehehehe. salam dari psikopat berwajah malaikat ;p

  6. Serasa tenggelam dalam lautan kosakata asing
    yang tak sanggup dicerna oleh otak yang miring
    Semakin dibaca semakin pening
    sehingga cairan dalam tempurung menjadi kering

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP