Setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk menebus hari yang berat dengan menikmati secercah kelegaan di penghujung hari.

Ada yang memilih untuk menenangkan hati dengan bantuan sepotong ‘kue keju beri biru’; pergi berbelanja seraya mengepas baju dan sepatu; berjalan kaki malam-malam sambil memandangi bintang–atau paling tidak, lampu-lampu kota yang berbinar; berpegangan tangan dengan pasangan yang bermata elok; dan ada juga yang sudah merasa cukup dengan sekadar pergi ke klub di kawasan Kemang untuk menghirup Cosmopolitan dan asap rokok hingga dini hari.

Untuk saya, secercah kelegaan di penghujung hari itu adalah pulang ke rumah, mandi dengan sabun hingga wangi, mengenakan piyama lama yang sudah belel, lalu merangsek ke atas tempat tidur ditemani sebuah buku.

Ya, buku. Tak harus baru, lama tak mengapa, karena saya suka nostalgia.

Namun jika hati tengah terlalu letih, saya akan menyempatkan diri untuk lari ke toko buku terdekat dan membiarkan diri merasa nyaman berada di tengah ruangan dengan rak-rak kayu yang tinggi dan lampu yang benderang, tak bosan-bosan menikmati jajaran buku-buku yang rapi dan masih tersampul plastik kedap udara itu, memilih beberapa buku yang saya suka, membawanya ke kasir, memeluk kantung plastik dan buku-buku di dalamnya di dada, dan… merasa bahagia.

Sederhana.

Dengan kebiasaan seperti ini, tak heran memang, jika setiap beberapa tahun sekali lemari buku dalam kamar tidur saya berganti; hanya karena tak muat lagi. Semua buku yang pernah saya baca ada di sana; dalam lemari kayu berpintu kaca geser itu. Mulai dari buku yang saya miliki sejak berusia 3 tahun, hingga buku kumpulan puisi yang baru saya beli Senin lalu.

Memang, ada beberapa buku yang saya baca berulang-ulang, sampai halaman-halamannya rasanya bertambah tipis saja. Termasuk di sini adalah novel-novel Banana Yoshimoto (terutama Kitchen), Haruki Murakami, juga Orang-Orang Bloomington-nya Budi Darma dan Interpreter of Maladies-nya Jhumpa Lahiri.

Tetapi ada juga buku-buku yang tak pernah saya baca lagi setelah dibaca sekali–yang bertumpuk menjejali lemari buku saya dari tahun ke tahun. Mungkin akan saya pisahkan buku-buku itu, mengepaknya di dalam sebuah kardus, lalu… akan saya bawa ke depan pelataran Plaza Indonesia pada suatu Jumat malam, untuk dikontribusikan ke Gerakan 1.000 Buku-nya Komunitas Blogger BHI dan Cah Andong; gerakan yang bertujuan untuk mengumpulkan buku-buku bacaan bagi mereka yang membutuhkan.

Mau ikut bergabung dan ingin tahu lebih banyak tentang Gerakan 1.000 Buku ini? Anda bisa langsung menghubungi para blogger yang berinisiatif sosial ini lewat:

  • Hadik aka Pitik
    YM = kukuruyuk01
    email : hadik1 at gmail
  • Much. Syaifullah aka Ipoul Bangsari
    YM = ipoul_bangsari
    email : much syaefullah at gmail
  • Bambang
    YM = mrbambang
    email : mr bambang at gmail
  • Antobilang
    YM = antobilang
    email = antobilang at gmail

Anda juga bisa mengunduh banner seperti di bawah untuk mendukung gerakan ini lewat blog-nya Chika di sini atau blog Mbak Silly di sini.

Jadi, ayo, kumpulkan buku-buku, dan bukakan jendela untuk mereka-mereka yang ingin melihat dunia lewat halaman-halaman itu!

——

Gambar buku dipinjam dari sini.

hanny

26 Responses

  1. eh sebelumnya maaf ya… untuk email pake image seperti yang ada di blog 1000 buku ato di t4 chika, kalau ditulis langsung gitu.. takutnya spam langsung menghajar… thanks

  2. wah hanny tampil lagi dengan themes baru 😀 tapi heran kok begitu saya klik postingan ini possibly related postnya kok ‘SYAHWAT’KU MENGGELORA
    ya? hehehe jauh banget buku sama syahwat 🙂

  3. @sky: wakakakakak, serius lo??? hihihihihihhh paraaaaah :)) mungkin ada buku-buku tertentu yang memang berkaitan dengan syahwat. eh, ngomong-ngomong gue udah terima tulisan lo, tapi belum sempet baca, baru sempat mengagumi judulnya (dan tebal halamannya) hehehe 😀

  4. ah ntar pulang, langsung bongkar2 kardus ah, spertinya banyak buku tak terpakai disana.
    ooo…jadi bisa langsung diserahkan di depan PLAZA INDONESIA situ toh? oke deh, makasih atas infonya ya.

  5. hai… wajah baru lagi nihhh… wah lebih cantikkk 😀

    jadi ngumpulinnya di BHI depan Plaza Indonesia ntar malam khan???

    (berfikir keras bagaimana caranya 😛 halahhhh, lali… ini coment dari kemarin mo tak publish disini, tapi lupa… sekarang khan sabtu toh ya, *melet*.. yo wis, nanti tak email contact personnya ajah. Thx ya )

    suksess!!!!

  6. trus gemana yang berada di luar jawa? aku ada niat untuk buat perpustakaan di sebuah kampung di tempatku…
    tapi itu selama ini hanyalah impian.. belum ada kekuatan untuk merealisasikannya.. i hope i could be..one day..

  7. kalau buku bon hutang gimana?
    Boro-boro nyumbang, mau beli saja mesti mikir2 dulu. Minta dong saya satu. Kalau ada karya2 Paulo Coelho dan kumpulan esainya Charles Le Gai Eaton kemudian Ronggeng Dukuh Paruknya Ahmad Tohari tak lupa Cinta Itu Luka karya Eka Kurniawan juga Dan Hujan Pun Berhenti karangan Farida Susanti. Oke?! Kirim ke Jl. Surapati 153 B Bandung. Saya tunggu 😛
    .
    *banyak amat ya*

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP