drain the veins in my head, clean out the reds in my eyes to get by security lines. dear x-ray machine pretend you don’t know me so well, i wont’ tell if you lie.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Ya, kamu masih bercerita tentang bandara yang sama sejak bertahun-tahun yang lalu. Yang belakangan lebih sering terendam banjir. Yang toiletnya jorok dan becek, dan gulungan tisu-nya hampir selalu kosong.

Lelaki itu tertawa ketika kamu meneruskan cerita yang kamu dengar dari seorang pembawa berita keturunan Hawai. Bahwa seorang pria asing dari negeri yang jauh pernah mendarat di bandara yang sama, pergi ke toilet yang kamu benci itu, dan tak dapat menemukan selembar tisu pun. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengelap pantatnya dengan lembaran uang ribuan.

Tetapi kamu bilang, cerita itu sebenarnya tidaklah terlalu lucu.

cry, cause the droughts been brought up, drinkin’ cause you’re lookin so good in your starbucks cup. i complain for the company that i keep the windows for sleeping rearrange. well i’m nobody. well who’s laughin now.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Tempat di mana orang-orang berpisah begitu saja, dan tak bisa kembali lagi dalam sekejap jika ada yang terlupa. Tak apa jika sekadar barang yang tertinggal, tetapi jika hati yang tersia? Akan lebih repot jadinya. Apalagi jika kau sudah memutuskan akan pergi bertahun-tahun lamanya.

Kau tak akan bisa mengejar dengan berlari; atau memanjat naik ke atas atap seperti yang biasa terlihat di perlintasan kereta. Kau berani bertaruh nyawa, tersambar kawat-kawat listrik dan gosong di sana, tapi tak bisa kau lakukan itu di bandara. Tak bisa. Ya, tak bisa di bandara. Kecuali jika kau punya sayap.

(“Dan haruskah kutambah lagi dengan cerita tentang pesawat-pesawat yang jatuh, terbakar, atau meledak. Masih tak cukup sedih untukmu?”)

i’m leaving your town again, and i’m over the ground that you’ve been spinning. and i’m up in the air, said baby hell yeah. well honey i can see your house from here. if the plane goes down, damn. well i’ll remember where the love was found. if the plane goes down, damn…

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Lelaki itu pernah menemukan tulisan-tulisanmu secara tidak sengaja, dengan goresan pensil yang berubah dari runcing menjadi tumpul. Draft-draft kasar di dalam sebuah buku tulis kecil:

Tentang seorang perempuan yang bekerja di sebuah toko buku kecil di bandara; yang setiap hari berdoa agar suatu hari nanti ia dapat naik ke atas sebuah pesawat dengan tiket sekali jalan tergenggam di tangan.

Tentang seorang lelaki yang baru saja kehilangan cincin kawinnya–yang tak sengaja tercemplung ke dalam mangkuk toilet di bandara.

Tentang hubungan yang ganjil antara seorang pemuda penjaga kedai kopi dengan artis muda yang selalu terbang menuju Denpasar setiap akhir bulan.

Tentang seorang perempuan yang bekerja di call-centre sebuah maskapai penerbangan pada pagi hari, dan menerima telepon untuk hotline layanan kencan pada malam hari.

Tentang sepotong masa lalu yang memicu pertengkaran antar sepasang kekasih dalam penerbangan mereka menuju lokasi berbulan madu.

Juga tentang seorang perempuan di konter check-in yang suka menyelipkan pesan-pesan di antara tiket-tiket dan halaman-halaman paspor beberapa orang penumpang.

Kini lelaki itu tahu betapa bandara memang merupakan tempat yang paling sedih di dunia. Setidaknya di duniamu yang tak pernah bisa ia mengerti sepenuhnya.

gracefully unnamed and feeling guilty for the luck and the look that you gave me. you make me somebody, oh nobody knows me. not even me can see it, yet i bet i’m… i’m leaving your town again. and i’m over the ground that you’ve spinning, and i’m up in the air, said baby hell yeah.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Kalian mulai kerap duduk berdua selama berjam-jam, di tempat yang berbeda-beda setiap kalinya. Kamu menyesap kopi hangat pelan-pelan, dan lelaki itu mengamatimu dari kejauhan. Tak ingin merusak ritualmu. Ia sering berkata bahwa kamu sangatlah beruntung karena dapat berkontemplasi hanya dengan perantaraan secangkir kopi.

Lelaki itu menikmati cerita-ceritamu tentang bandara. Namun terkadang, kamu tak berkisah tentang bandara. Kamu hanya diam, memandang satu titik yang tidak kelihatan di kejauhan. Kamu memang selalu merasa nyaman berada dalam diam, tak berpikir. Mungkin sama nyamannya seperti ketika lelaki itu mengamatimu menyesap kopi.

Kamu suka lelaki itu duduk di sampingmu. Menemanimu dalam diam.

Tetapi lelaki itu tak tahu pasti bagaimana mesti bersikap. Ia merasa tak nyaman berlama-lama diam. Ia pikir, seharusnya ia melontarkan lelucon yang bisa membuatmu tertawa. Atau bercerita tentang sesuatu yang bisa menarikmu keluar dari dalam diam.

Untuk lelaki itu, diam adalah depresi. Tetapi untuk kamu, diam adalah afeksi.

and i’m over the ground that you’ve spinning. and i’m up in the air, said baby hell yeah. well honey i can see your house from here. if the plane goes down, damn. i’ll remember where the love was found. if the plane goes down, damn, keep me high minded. you keep me high.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Hingga suatu hari, tiba saatnya di mana kamu telah merasa begitu nyaman berada di sisi lelaki itu, hingga kamu tak lagi ingin bercerita–bahkan tentang bandara. Kamu hanya ingin mengajak lelaki itu untuk diam dan bermain dengan rasa.

Tak mudah merasa nyaman berdiam diri berlama-lama dengan seseorang. Tetapi dengan lelaki itu, kamu merasa bisa diam selamanya. Kamu pikir, akhirnya kamu telah menemukan seseorang yang telah lama kamu cari-cari itu…

flax seeds, well they tear me open, and supposedly you could crawl right through me. taste these teeth please, and undress me from the sweaters. better hurry, cause i’m keeping upward bound now. oh maybe i’ll build my house on your cloud.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Aku tak tahu mengapa kamu memutuskan untuk bercerita kepada lelaki itu, dan bukan padaku. Aku tak pernah tahu perihal pria asing yang mengelap pantatnya dengan lembaran uang ribuan itu. Kamu tak pernah menceritakannya padaku, padahal aku selalu bisa kamu hubungi kapan saja kamu mau.

Aku juga tak tahu mengapa aku belum pernah melihat draft-draft tulisanmu itu, yang terlarang bagi mereka yang tidak berkepentingan. Bertahun-tahun lamanya, dan aku tak pernah melihatnya. Aku bahkan baru tahu bahwa kamu menganggap bandara sebagai tempat paling sedih di dunia.

What did I miss?

here i’m tumbling for you. stumbling through the work that i have to do. don’t mean to harm you by leaving your town again, but i’m over the quilt that you’ve been spinning. and i’m up in the air, said baby hell yeah. oh honey i can see your house from here.

Dulu kamu pernah bercerita kepada lelaki itu, mengenai sebuah bandara. Yang menurutmu merupakan tempat paling sedih di dunia.

Aku ada di sana, sekarang. Di bandara-mu itu. Menunggu penerbangan terakhir yang akan membawaku pulang. Kata yang aneh, bukan? Pulang. Karena pulang berarti sebuah tujuan. Sedangkan aku tak merasa kembali pada sesuatu yang pernah kutinggalkan suatu saat dulu.

Tak ada yang menungguku. Tidak juga kamu. Tidak kamu yang bercerita, apalagi kamu yang diam.

…………………………..

diiringi lagu Plane-nya Jason Mraz, lirik dalam tulisan-tulisan yang dicetak miring.

hanny

16 Responses

  1. @erly: oh, ya. soal calo belum. lain waktu, deh. hehehe. oh ya, grayarea juga membahas soal bandara, ya 🙂 ternyata banyak orang yang memiliki perasaan yang sama 😀

  2. Sepertinya Nana juga punya cerita tentang bandara di blognya Nana.. theme kita sama pula.. inikah namanya Jodoh?

    *Gubraks*

    wah, iya, na… blog kita kayak kembar, yah! hahahah. nice to know you! 😉

  3. Fiuuhhh..
    *tarik nafas.. baca lagi.*

    **mata mulai berkaca-laca**

    ***cari tissue ga ada, terpaksa dilap pake seprei..!!***

  4. hmm… i don’t really like airport also … soalnya bolak balik ke airport palingan jd porter alias ngangkatin koper orang hehe~

  5. hmm bandara, kalo saya mungkin lebih tepat stasiun kerepa api atau terminal bis, secara lebih merakyat dan real gitu , ehem, nice story.

  6. Bandara? tak kirain mau ngobrolin tentang pemeriksaan softaware bajakan di bandara.

    Bandara? Hanny, kenapa sih bandara merupakan tempat tersedih di dunia? bagi saya bandara adalah tempat terindah dengan ekstase yang dipicu dari: tiket,visa,boarding pass,tas2 besar, orang-orang yang berlalu lalang dengan bahasa yang aneh2 bagaikan burung2 yang berkicau, ahh semua ini membuat saya begitu bergairah serasa hidup tersegarkan kembali di sana, di bandara juga ada sebuah harapan tentang negeri2 jauh di sana, bandara? sesuatu yang membuat saya merasa : “leaving nest finding home”…ahh bandara… postingan hanny kali ini benar-benar merangsang imajinasi saya tentang bandara…

  7. bandara, terminal, stasiun, sama saja. tempat perpisahan dan pertemuan bertebaran dimana – mana. tinggal gimana kita memaknai ekspresi2 muka mereka. 😀

  8. @hawe: gue pernah baca resensinya, sih. tapi belum nonton filmnya. kalo nemu DVD-nya bilang, ya. atau beliin hihihihi 😀

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP