Ya, ada beberapa pertanyaan yang selalu mengganggu saya:

Mengapa memilih untuk membakar ban?

Mengapa memilih untuk berteriak-teriak hingga suara serak?

Mengapa memilih untuk memblokir jalan?

Mengapa, misalnya, tidak memilih untuk mengumpulkan beberapa orang anak putus sekolah di wilayah sekitar, menampung mereka di auditorium setiap dua hari sekali, kemudian mengajari mereka membaca, menulis, sedikit matematika di sana, sedikit bahasa inggris di sini…?

Saya hanya bertanya. Karena bukankah, lagi-lagi, kita selalu punya pilihan?

Pertanyaan berikutnya adalah:

Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, tentang mengapa kita memutuskan untuk mengambil pilihan yang satu; dan bukan pilihan yang lain?

Semoga keputusannya tidak didapatkan hanya dengan melempar koin.

Question everything. Learn something. Answer nothing,” kata Euripides. Jadi pertanyaan di atas tak perlu ‘dijawab’.

hanny

23 Responses

  1. jangan-jangan mereka mengajari anak-anak sekitar membaca, mengajarkan matematika, mengarang, menulis indah, komputer atau bahkan mengajarkan anak-anak itu membuat dan menulis blog…

    dan kadang kita tidak tahu realitas sesungguhnya dari yang tampak…

    terlempar ke masa beberapa tahun lalu…
    mereka, dalam geografis yang berbeda, mengorganisir kaum buruh, menyadarkan para petani di kaki-kaki gunung yang tanahnya dirampas penguasa dan pengusaha, tetap berteriak-teriak di atas aspal yang panas ketika ada soal baru yang dipermasalahkan…

    lah saya kok jadinya romantisme heroik…

    atau jangan-jangan bakar-bakaran ban itu mempengaruhi aktivitasmu di jakarta, dari bogor yaa.. hehehee…

    @reza: mungkin juga. kita tidak pernah tahu. mungkin mereka memang membuka kelas “blogging for children”! πŸ™‚ intinya, pilihan apa pun yang mau diambil, itu sah-sah saja, selama ya itu tadi, keputusannya tidak diambil hanya karena sekadar ‘melempar koin’. dan romantisme heroik itu entah kenapa memberikan saya inspirasi untuk menulis sesuatu …

    soal bakar-bakaran ban, alhamdulillah saya nggak kena, sih, tapi banyak teman-teman lain yang kena πŸ˜€ cumaaa ya, polusi aja, gitu πŸ˜‰

  2. @balibul: boleh. pertanyaan itu bagus sekali, dan bisa jadi bahan refleksi diri. saya rasa, kita semua berperang dengan cara kita sendiri-sendiri.

  3. hidup kan pilihan, mereka telah memilih berarti mereka hidup. mengapa mereka tidak memilih pilihan yang sama dengan kita, karena mereka memiliki 2 kg otot yang berbeda di setiap kepalanya

  4. karena masalah hanya ada yaitu dua perut dan bawah perut πŸ™‚ Ketika dialog tidak bisa lagi menjadi menjadi kompromi nampaknya hal – hal seperti itu lebih dianggap manusiawi.

  5. kenapa nyari jawaban harus pake kekerasan? belum tentu juga ada. seharusnya mereka sebagai orang-orang yang cerdas mencari solusi bukannya bikin masalah lagi.

    Aneh sih memang. Tapi ya begitulah realita bangsa kita. Bangsa yang pemarah. Kurang berpikir panjang. Kurang antisipasi.

    Tapi meskipun begitu, tidak akan mengurangi rasa cinta saya pada negara ini. Yuk, sama-sama kita bangun Indonesia….

  6. @for your self defense : lantas apakah mereka orang cerdas tidak boleh menjalankan proses demokrasi dengan cara2 mereka. kalo memang perlu marah knp tidak?..soal kekerasan kita tilik dulu masalahnya dengan baik

  7. menurut saya, menurut saya lho… marah2 itu hanya memakan energi positif yang ada dalam diri kita. seharusnya energi negatif kan bisa ditekan. Ya ditekannya dengan cara melakukan hal2 yang positif….

    Kalo positif ya dampaknya pasti positif juga.. atau kemungkinan besar positif.

    Coba kalo pake marah, efek2nya apa aja? Bikin kemacetan, jadwal kuliah molor, ribut ama aparat, dll. Mendingan melakukan hal-hal yang positif. Cari duit mungkin. Dengan kerja paruh waktu di mana gitu. Patungan ama orang tua bayar kuliah. Belajar yang baik. Abis lulus cari duit buat bantu orang tua. Anggap aja satu rumah 4 orang. Kalo semuanya bisa urunan duit buat bertahan hidup akan lebih baik toh…

    Daripada protes-protes terus ditangkep polisi, orang tua juga yang susah. Mata kuliah juga jadi ketinggalan. Dan masih banyak gak enak-gak enak yang lainnya….

    Yah gitu deh pendapat saya… πŸ™‚

  8. efek-efek gak enak yang udah banyak disebutin itu kayanya udah bukan jadi pemikiran mereka…terlintas di pikiran mungkin juga enggak…gak ngerti dehh..
    lam kenal mbak..:)

  9. @for your self defense : hati-hati dengan budaya ‘ manut ing pandhum ‘ kita sudah (pernah) terlalu penat dengan buaian dollar seharga 2000 rupiah dengan mengorbankan ribuan nyawa manusia. mari kita pisahkan kasus per kasus, menjadi tetap normatif dengan berasumsi kebiasaan demokrasi gaya P4.

  10. kasus 2000 per dollar juga beda sih sama krisis yang sekarang. kalo sekarang emang seluruh dunia pada krisis karena stock minyak makin langka. ditambah lagi global warming yang berdampak pada panen makanan. dunia sekarang kan memang bergerak ke arah krisis. karena dibandingkan tahun 60an, populasi manusia sudah bertambah berpuluh-puluh kali lipat. saya lupa berapa milyar tepatnya. sedangkan hasil bumi yang sekarang tidak mencukupi, makanya gak heran kalo ada negara yang dijajah dan dijarah hasil buminya sama negara yang lebih kuat. balik lagi, karena faktor-faktor yang saya sebutkan di atas tadi.
    ya… kita liat aja pergerakannya nanti. saya sih tau ginian dari ngobrol ama temen-temen. jadi buat para mahasiswa, mendingan ya cepet2 cari duit aja buat menuhin kebutuhan pokok.

    buat dil, salam kenal juga…. nice 2 meet u… πŸ™‚

  11. Pertanyaan kita sama tentang membakar ban itu. Kenapa ya?

    Janga-janga itu sekedar ikut-ikutan saja, tanpa ada makna apa-apa.

  12. pertanyaan yg muncul membaca pertanyaan2 ini adalah:
    apa yang akan terjadi ketika 200 juta penduduk indonesia sudah begitu apatis hingga di titik nadir?

    kejenuhan dan letupan dari keapatisan itu sendiri. mungkin akan sama-sama mengubur diri dalam sejarah dunia, atau malah bikin sejarah baru dgn letusan yg lebih parah dari revolusi apapun yg pernah terjadi di indonesia.

    karena itu boleh diacungi jempol masi ada yg mau turun ke jalan. terlepas apa itu dianggap anarkis atau tidak. masalah perbuatan lain, kita tdk pernah tau pasti, kecuali satu: memberi sinyal pada kita bahwa ada yg salah dgn pemerintahan ini. kesalahan yg tak boleh didiamkan terus-menerus.

    jika mereka digugat karena katanya tidak cerdas, tidak intelek, tidak beretika, lalu kemana para penggugat yg mungkin lebih intelek, lebih cerdas, lebih beretika itu? diam dan nyaman mengamati dari layar kaca utk sebuah inspirasi di Today’s Dialogue atau Topik Hari Ini?

    jika mereka dipertanyakan amal lain yg pantas dilakukan seperti bakti sosial, kita tdk pernah tahu pasti memang. bisa jadi mereka ada yg pengedar narkotika. bisa jadi mereka mahasiswa yg doyan maksiat di kost-kostan. bisa jadi mereka org2 muda yg membuka lapangan kerja, membagi buku-buku utk anak2 putus sekolah.

    bisa jadi…

    seperti tdk tahu pastinya kita berapa persen yg akan dimakan pejabat pemerintahan dari BLT dan naiknya BBM kali ini. berapa omzet dari subsidi yg dipangkas akan dinikmati perusahaan besar. dan, berapa leher kepala desa lagi yg akan dibacok karena BLT yg dipaksakan itu.

    anarkisme yg timbul hari-hari ini adalah satu nanah dari satu titik bisul yg akan meletupkan luka parah jika tak ada yg peduli.

    anarkisme hari-hari ini mencuat karena the so-called democracy has been hijacked. Hijacked by our own government.

  13. setidaknya ada dua hal yang dapat diperoleh dari aksi jalanan, kesadaran publik dan tekanan politik.
    masalah struktural yang dah terjadi tentunya gak akan efektif jika dihadapi dengan baksos πŸ˜€
    lho aku kok jadi sok tau gini..???
    maaph yah..

  14. bakar ban? teriak-teriak? there’s always a boy inside a man.
    @ puputs, ya ya ya, hidup memang pilihan yang diawali tangisan dan diakhiri dengan senyuman.

    boys will always be boys? hahaha *kabur sebelum kena timpuk* ;p

  15. Kasihan Ban dibakarin mulu, padahal harga ban lagi mahal. Apalagi ditangan pengrajin, ban itu bisa jadi macam2 produk. Kenapa nggak bakar sampah aja, ‘kan lebih bermanfaat atau sekalian bakar ikan, ayam, jagung, ….

    kalo bakar ikan, ayam, dan jagung, kesannya kayak lagi piknik kali ya, bukan lagi demo hehehe

  16. masa depan ditentukan masa sekarang. kalo dari sekarang aja udah bakar ban, gimana di masa depan? mungkin bakar gedung, bakar rumah… Hmm… kasian juga generasi penerus nanti ya?

    wahai mahasiswa-mahasiswa cerdas, berpikirlah sebelum bertindak!

  17. humm mungkin mau bakar rumah takut di penjara .. πŸ˜€

    atau mau bakar mobil .. bisa disambit sma yang punya .. πŸ™‚

    ahahaha, jawaban yang menyegarkan πŸ˜€

  18. Romantisme pahlawan jalanan yang kesorean. Semua pengen jadi “pahlawan” bukan “orang baik yang berguna buat sesama”. Sama dengan fenomena “idol2an” yang tumbuh subur di tv, di jalanan mereka juga mau jadi idol, pahlawan ekspres yang kontraproduktif.

    Salam, blog nya keren πŸ™‚

  19. wah rame ya? kemaren di Monas juga rame tuh, ada penyerangan massal dari kelompok yang mengaku “membela sebuah agama”.

    padahal mungkin agama itu tidak perlu dibela…

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekendβ€”I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting lifeβ€”one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP