Ya, bisa dikatakan ini adalah posting pertama saya sejak terpaksa ‘mangkir’ dari blog ini selama beberapa waktu.

Kalau dilihat-lihat, ternyata posting terakhir saya bertanggal 28 Oktober–sehari setelah Pesta Blogger yang bersejarah itu. Selepas itu, saya hanya menulis tentang mengapa saya belum menulis, dan selanjutnya saya bertukar posting dengan seorang teman; yang sama-sama tengah mengalami writer’s block.

Tetapi akhirnya saya kembali ke sini, dengan secangkir kopi dan setangkup roti dengan selai blueberry. Dan saya akan bercerita tentang… kondom. Iya, betul. Saya akan bercerita tentang kondom.

Gara-gara teman ‘sebelah’ yang tengah menggelar blog writing competition tentang kondom; saya jadi teringat akan perkenalan pertama saya dengan benda asing itu. Asing, karena sampai sekarang saya belum pernah sungguh-sungguh bersentuhan dengannya πŸ™‚

Mungkin saya yang kuper, terlalu naif, terlalu jaim, apapun itu–tetapi saya baru sungguh-sungguh melihat benda bernama kondom itu, live, di kelas 3 SMA. Dan jujur, sampai saat itu saya belum tahu seperti apakah rupa sebuah kondom.

Hingga siang itu, sepulang sekolah, di warung bakso, teman perempuan saya membuka tasnya dan menunjukkan sebuah benda bertekstur karet berbentuk lingkaran; berwarna coklat muda; di lapisan plastik dompetnya.

Benda itu bisa jadi sebuah pastiles kunyah raksasa, atau jeli Yuppi berbentuk roti cane, tetapi ketika teman perempuan saya terkikik dan berbisik,”Buat ntar malem!”; tiba-tiba saja, seperti mendapat pencerahan dari langit, terlintas dalam benak saya: [Shit. Itu kondom].

Kemudian gambaran kekasih perempuan itu menyelinap diam-diam, dan pikiran selanjutnya yang terlintas adalah: [Oh, OK. So she’s gonna make love with the guy I love…].

Hanya untuk memastikan, sepulang sekolah saya pun mencari informasi tentang kondom di Internet, dan melihat gambar yang sama dengan benda yang saya lihat di dalam dompet teman perempuan saya tadi. Jadi… positif. Uh. Tiba-tiba mata saya terasa panas.

Jadi, selama beberapa waktu, saya sempat membenci benda berjudul kondom itu. Yang saya anggap sebagai pengkhianat karena membantu memfasilitasi sang teman perempuan dan sang lelaki idaman bercinta; tanpa perlu khawatir akan keharusan berumah tangga jika nafsu mereka melahirkan sebentuk nyawa ke dunia.

Tetapi… menginjak bangku kuliah, setelah beberapa teman perempuan saya hamil di luar nikah dan terpaksa meninggalkan masa depannya untuk menikah, melahirkan, mengurus anak, dan bercerai dengan suami yang terpaksa menikahinya hanya demi sebuah nama belakang, saya jadi bersimpati pada si kondom. Karena hal pertama yang terlintas dalam benak saya kala mendengar cerita mereka adalah: [Duh. Apa nggak tahu kalau ada benda yang namanya kondom di dunia ini?]

Kemudian, setelah menyaksikan sebuah tayangan televisi tentang seorang istri yang tertular HIV dari suaminya–yang sering bermain-main dengan perempuan lain, saya pun menggumamkan permintaan maaf pada si kondom, dan melontarkan serangkaian sumpah serapah dalam hati pada lelaki egois itu. [Jangan bodoh dua kali, deh. Sudah main di luar, nggak pakai kondom pula.]

Seorang teman pernah berkata, “Ya, sebenarnya, yang paling pas itu adalah jangan berhubungan seks di luar nikah, dan jangan berganti-ganti pasangan. Kalau sudah begitu, nggak perlu kondom lagi, kan?”

Iya, sih. Saya pun tidak kuasa untuk mengangguk. Teori. Memang benar. Idealnya memang seperti itu. Seperti buku besar LCCIEB* untuk Public Relations yang saya pelajari semasa kuliah dulu, tetapi tidak semua isinya dapat diterapkan dalam dunia kerja.

Karena dunia ini memang tidak ideal.
Dan untuk itulah si kondom ada.

Jadi, ada lagi yang mau bercerita tentang kondom?

*London Chamber of Commerce and Industry Examinations Board
!!! DISCLAIMER: TULISAN INI BUKAN UNTUK DILOMBAKAN.

hanny

25 Responses

  1. wooooo anak RP gitu tho mbak, cilik-cilik maen kondom. yang nakal maksud saya…

    kalo di solo itu pernah musim layangan kondom-kondoman..plastik dibuat bentuk kondom trus diterbang kan..

    mungkin di goro bisa tuh dibuat acara festival layangan kondom se jabotabek dalam rangka national condom week 2007 hahaha

  2. wah berarti duluan saya dunk kenal ma kondomnyah, saya belum TK juga udah tahu kondom, bentuk dan teksturnya..

    tp, jgn negatip thinkin dl deh,,hehe, berhub ayah sy seorang dokter yg dulu bertugas di puskesmas,entah knp stok kondomnya berlebihan sekali di sana, sampai2 ditiup dan dijadikan balon maenan yg dibagikan untuk pasien anak2 yg berobat ke puskesmas tsbt..dan saya pun juga kebagian..hihihi
    ‘mau mau balon kondomnyah!’

    malunya, ketika saya baru tahu apa itu kondom sebenarnyah, teman2 SMP saya sontak tertawa saat saya nyeletuk..’um jadi kondom itu bukan balon yaa..’ πŸ˜€

    ‘uhmm,,jd mikir, kenapa ya kondomnya begitu berlebihannya di puskesmas itu’

  3. cerita gies mungkin hampir sama ketika saya dulu masih duduk di bangku SMP. waktu itu, ada teman saya yang bermain dengan kondom. saya kira itu balon-balonan. teman saya yang lain pun malah kegirangan dan ketawa sepuasnya melihat teman saya itu memainkan kondom yang ditiup seperti balon.

    lucu juga mengingat masa lalu. malah, waktu SMP belum tahu fungsi kondom untuk apa? kasihan banget ya ketinggalan informasi begitu πŸ™‚

  4. balibul: iya, parah ya, pergaulannya, hehehe πŸ™‚ dimana-mana selalu ada oknum :p eh lucu juga layangan kondom se-jabotabek (!) hehehe idenya boleh dipakai nggak nih? :p

    gies: hwahahahaha gila aja!!! kok bisaaaaaa???

    eriek: hihihih balon yang aneh ;p

  5. Kondom itu sebenarnya muncul dengan tujuan pengen jadi ‘penengah’ antara nafsu sex atau ‘dedikasi diri’ atas nama cinta. Kasian juga sih keberadaannya…hehehehe…….
    Kalo gak ada kondom, manusia-manusia tanpa rencana makin banyak. Kalo ada pun aktivitas seks (sembarangan) kian merajalela.
    Sebenarnya yang salah bukan kondomnya siy, tapi balik lagi ke manusia yang dikasih kuasa untuk mengontrol segala sesuatunya.
    Btw… topik tentang kondom ini bisa menarik seperti perdebatan telor atau ayam yang duluan. πŸ™‚

  6. wah saya typo mau nulis bogor jadi goro..ambil aja idenya. kan ide hanya memetik dari udara…saya tunggu mabk hanny jadi seski repot lagi..:D

  7. lebih parah lagi temen saya, teman saya itu punya paman saudara, pamannya penjaga villa d salah satu kawasan di puncak dan nemuin yang kayak gitu, eh dikirain balon yang belum ditiup, lalu “balon” itu ditiup dan untuk “oleh-oleh” buat anaknya, dan luar biasa “balon”-nya mengembang, dia belum sadar-sadar pas teman saya baru ngingetin dia, tiba tiba dia muntah-muntah seharian he he he…

  8. @anang, mas Anang,saya sepakat dengan anda,tapi setahu saya dari beberapa literatur klasik dari tradisi Islam, ada sebuah slogan yang bilang “mencegah terjadinya kerusakan selalu diutamakan daripada mencari kebajikan”, artinya daripada dosa dua kali “mending” (meski saya tidak suka yang mending2 ini) dosa satu kali, kondom sangat berperan dalam menyadarkan masyarakat, kalau nggak pake kondom mungkin “gak ada” kesempatan bagi yang ngelakuin dosa itu untuk tobat, dengan memakai kondom mungkin “the sinner” masih diberikan kesempatan untuk kembali ke jalan yang diberkati.

  9. bercerita tentang kondom yang ditulis mb hanny, jadi teringat tahun pertama perkawinan setelah kami memiliki satu putra (sekarang 6 tahun), sayangku mencoba memakai itu..tapi maaf ternyata tidak nyaman…Salam kenal

  10. Kalo di Malang, pernah ada sosialisasi ttg kondom. Ada bagi2 kondom gratis juga. Tapi diprotes sama orang2 yg ngakunya sih (sok-sok) tau agama… *aih, sebel sama orang2 yg begini nih :p

    Love reading your blog, anyway…

  11. anonymous: iya, sih. yang membunuh orang itu bukan senjata kok. bukan peluru. tapi orang yang megang senjata…

    balibul: hehehe jangan ah, kalo jadi seksi repot lagi saya ga bisa kenal-kenalan dan foto2 πŸ˜€

    ndoro: gini nih yang kebanyakan kartu kredit hehehe

    iman: kirain bisa dipakai ulang? hehehe

    wazeen: hihihi ada-ada aja!

    anang: hmm, saya tidak melihatnya dengan cara sedemikian πŸ™‚

    tata: karena udah tau fungsinya? πŸ˜€

    manongan: gabung sama ATM Bersama gak ya, kira-kira huehehehehe ;p

    ochi: gak nyaman? oh gitu, yah? *beneran gak pengalaman*

    issana: hehehe yah begitulah adanya πŸ˜€ salam kenal!

    orang indonesia: thanks atas ke**jujur**annya πŸ˜€

  12. Stock di kantor masih ada Han? Or the number is depleting rapidly?

    I may consider to have my own rubber stock. hihihii

  13. tika: huehehehe

    adit: duh, udah dibalikin lagi ke yang punya, dit (sayangnya) hihihi padahal waktu kemarin itu ada berdus-dus, yah… lo sempet ngambil nggak? hehehe.

  14. Ah, anak satu ini akhirnya kembali menulis. SENANGNYA.. Menarik, kamu menulis hal yang serius juga akhirnya. Jadi pengen ikutan nimbrung tulisan tentang kondom. Itu sebuah subyek dilematis. Para agamawan pun, spt yang sudah kita ketahui, berpecah belah mengenai fungsinya. Diamini, seolah menganjurkan. Tidak diamini, dampak tanpa pemakaiannya menjadi meningkat tinggi. Memang, sampe detik ini, kondom adalah satu2nya alat kontrasepsi yang efektif mencegah STD. So, pada akhirnya gini, gw berprinsip, pada suatu waktu, kita harus mengambil keputusan secara rasional: Memilih satu yang terbaik di antara sekian keputusan buruk. Mau tidak mau, karena hidup ini sudah tidak lagi hitam-putih. Dont u think that also, Honey?;)

  15. Katanya… Katanya nih… ABG2 sekarang dah ga’ bawa-bawa kondom lagi karena bahaya kalo ketauan. Mereka menggantinya dengan teknologi ‘kelewi di lewi’ atau senggama terputus yang sebetulnya kalau dilihat dari sisi mana pun juga ga’ ada bagusnya sama sekali. Kesian ya… :p

  16. kalo anda berjualan kondom,
    perbanyaklah stock di malam tahun baru dan malam 14 febuari.
    di dua malam itu, entah berapa ribu gadis yang jadi korban si kondom ini…

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekendβ€”I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting lifeβ€”one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP