Adalah kupu-kupu; yang dipercaya sebagai jejak jiwa mereka yang telah berada di dunia berbeda.
Mereka yang tak lagi berada di ruang dan waktu yang sama, namun telah menyentuh kehidupan kita dalam berbagai cara.
Mereka yang telah membuat kita merasa seakan kita tak pernah bisa menjadi orang yang sama lagi seperti sebelumnya.
Mereka yang membuat kita menjadi diri kita yang sekarang ini—ketika mereka menyentuh kita dengan kenangan akan cinta…

Adalah kupu-kupu; yang menyapa pada hari-hari paling kelam dan membuat kita menangis bahagia.
Bahwa jejak-jejak yang pernah tinggal dari masa lalu tidak akan pernah terhapus dan akan selalu ada.
Beterbangan di sekeliling kita seperti kupu-kupu; jejak jiwa mereka yang kita cintai—dan mereka yang menyayangi kita.

Maka simpanlah kupu-kupu itu dalam hatimu; lindungi sayapnya agar dapat terus mengitarimu dengan cinta.
Dekatkan kupu-kupu itu di hatimu, dan semoga cinta yang ada itu akan bertahan bersamamu, selamanya…
Hingga tiba waktunya, ketika suatu hari nanti—pada hari yang paling indah di dunia, kita akan bersua.

*untuk kenangan-kenanganmu, mereka yang mencintaimu, dan mereka yang kamu cintai. I am gonna miss you, much. mwah,mwah!

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Lelaki itu pernah ragu. Mempertanyakan jalan yang kini ditapakinya. Apakah ini jalan yang benar untuk mencapai tujuannya?

Tetapi bagaimana mungkin seseorang mengetahui apakah jalan yang ia tempuh akan membawanya lebih dekat atau lebih jauh pada tujuannya; jika ia sendiri masih belum tahu tempat macam apa yang hendak ditujunya?

Jadi, apa yang harus dilakukan ketika seseorang berada dalam keadaan seperti itu?

Menapaki jalan yang ada sekarang, tanpa peduli apakah jalan itu akan membawanya lebih dekat atau lebih jauh dari tujuan (yang belum terpikirkan)? Atau berhenti sejenak, berpikir mengenai tempat mana yang hendak dituju, kemudian melihat peta dan mengambil jalan tercepat menuju ke sana?

Jika kita memutuskan untuk berhenti, sampai kapan kita akan berhenti? Satu hari? Satu minggu? Satu bulan? Satu tahun? Jika kita memutuskan untuk berjalan terus, bagaimana jika jalan ini hanya lurus–dan mengantar kita pada tujuan yang tidak kita inginkan? Tetapi, bagaimana jika ada sebuah tikungan di ujung jalan sana, yang bisa mengantar kita menuju tempat tujuan semula?

Mungkin dunia ini adalah sebuah labirin. Sebuah maze. Semakin sering kita berjalan terus, tersesat, terantuk, semakin baik kita mengenal jalan-jalan mana yang harus dilalui, mana yang buntu, mana yang rusak, mana yang berlubang; dan kita pun akan semakin mahir dalam menerka jalan mana yang akan menuntun kita menuju ke mana…

Sehingga ketika suatu waktu nanti kita telah menetapkan tujuan, kita akan tahu kemana harus melangkah. Seperti lelaki itu. Yang terus berjalan, dan pada akhirnya memilih cinta.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Bisakah kesibukan dijadikan alasan untuk melewatkan sebuah kesempatan? Misalnya pernikahan dan ulang tahun seorang teman?

Bagaimana jika hubungan profesional bergesekan dengan hubungan personal pada ruang dan waktu yang persis sama? Bagaimana bila pikiran yang semrawut ternyata melewatkan sebuah momen penting yang sebenarnya sudah saya catat di dalam sebuah buku kecil?

Untuk saya, semua itu tidak bisa dijadikan alasan.
Sungguh.

Sekarang saya bisa mengerti mengapa seseorang melupakan hal-hal tertentu; atau melewatkan kesempatan-kesempatan tertentu. Bahkan hal-hal dan kesempatan-kesempatan yang sebenarnya penting dan sangat berarti bagi kehidupan mereka. Karena ternyata hal-hal remeh dalam hidup bisa menyerpih begitu rupa sehingga mampu menutupi segalanya…

Meskipun saya harap, ketika hal ini terjadi, mereka yang tak dapat merasakan kehadiran saya bisa memaafkan ketidakberadaan saya di sekitar mereka (tidak, saya tidak meminta mereka untuk mengerti, that is too much to ask).

Saya merasa begitu bersalah karena tidak dapat menghadiri pernikahan seorang teman dan melupakan ulang tahun seorang kawan. I feel like a total jerk. How can you make up for that apart from saying that you’re truly sorry?

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP