[why do people see this world merely in black and white,
while other colors are there to beautify life itself?]

Kamu adalah lelaki yang melihat segalanya hitam; dan aku adalah perempuan yang melihat segalanya putih. Seperti itulah adanya aku, dan kamu, yang—entah kenapa, selalu berada di dua ekstrim. Tetapi ternyata putih tak kuasa untuk tidak jatuh cinta pada hitam…

Hanya agar aku dan kamu bisa bersama, tidaklah adil bagiku untuk berubah hitam; sama tidak adilnya bagimu untuk berubah putih. Adilkah jika kita berdua menjadi abu-abu? Karena abu-abu hanya membutuhkan sedikit hitam pada putih, dan sedikit putih pada hitam.

Aku pernah berpikir bahwa beginilah cara cinta bekerja; dengan melewati serangkaian kompromi dari hari ke hari. Tetapi gambaran ini terasa tidak ideal bagiku. Bukankah cinta seharusnya membebaskan? Dan bukankah salah satu alasan yang membuatku tertarik padamu adalah karena kamu hitam, pekat, dan bukannya abu-abu?

Aku jatuh cinta padamu karena kita berbeda. Karena aku merasa bahwa kamu mampu menghadirkan sedikit kelam yang selama ini absen dari kehidupanku yang benderang. Atau, mungkin saja, layaknya magnet (ah, dan bukankah bumi merupakan sebuah magnet raksasa dengan dua kutub?), kita memang selalu tertarik pada mereka yang berbeda dengan kita. Karena perbedaan itu membuat segala sesuatu nampak lebih indah di antara keseragaman yang serupa.

Atau mungkin juga, karena perbedaan selalu membuat kita merasa kaya—hanya karena kita begitu terbiasa mendengar utopia Jerry Maguire mengenai dua beda yang saling melengkapi: “You complete me!”

Tetapi bagaimana jika perbedaan itu justru menghadirkan jarak yang terlalu jauh untuk ditempuh?

Kamu adalah percikan cat hitam di atas kanvas putihku yang tak bernoda. Tetapi ajaibnya, dengan komposisi tepat walau tak disengaja, percikan cat hitam itu membentuk sebuah pola yang indah meskipun abstrak. Meskipun hanya aku dan kamu yang bisa mengerti makna di balik percikan-percikan itu.

[your chaotic life is like a stain over my spotless canvas…]

Karena aku tanpa kamu, hanyalah sebuah kanvas putih yang menunggu untuk tersapu kuas. Sementara kamu, tanpa aku, hanyalah setetes cat hitam yang tersisa dari aksi vandalisme yang dilakukan secara diam-diam selepas tengah malam. Tetapi, berdua, kita—kanvas dan cat hitam ini; menjelma sebuah karya seni yang bernilai tinggi.

Karena kita memberikan makna untuk satu sama lain.

——————-

PS: Kupikir cinta adalah ketika hitam bisa tetap menjadi hitam, dan putih bisa tetap menjadi putih, dan hitam dan putih berpikir bahwa tak ada yang salah dengan tetap menjadi hitam dan tetap menjadi putih.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Siang itu, ada kamu dan dia di bangku depan, sementara saya menempelkan wajah saya di jendela yang dingin dan berkabut; di bangku belakang. Ketika hujan deras mengubah siang yang biasanya terang menjadi remang-remang.


Langit yang dingin.
Udara yang dingin.
Hati yang dingin.

Kemudian saya amati dedaunan kering dan sampah-sampah lengket yang meluap dari dalam saluran air yang tersumbat dan tumpah-ruah di sepanjang trotoar. Pepohonan rindang yang menaungi jalan raya dengan ranting-rantingnya yang berkilau seakan baru saja ditetesi embun.

Mobil-mobil dengan wiper yang berdetak-detik ke kiri dan ke kanan; menghapus jejak-jejak yang mengaburkan pandangan akan keadaan jalan di depan. Namun sedetik kemudian, satu guyuran hujan memburamkan lagi segalanya.

Dan begitu seterusnya. Seperti tawa dan air mata.

Kesedihan dan kebahagiaan yang saling tumpang-tindih, sehingga terkadang kita tak lagi dapat mengetahui perbedaan antara keduanya.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Mungkin memang seperti inilah saya mengingat segalanya. Seperti apa yang saya inginkan. Versi yang tidak terlalu menyakitkan, sekaligus tidak terlalu menyedihkan.

Bukankah kita selalu berkompromi dengan ingatan? Menyingkirkan hal-hal yang tidak terlalu menyenangkan jauh di belakang dan memastikan kenangan-kenangan yang memulaskan senyuman bisa selalu berada di halaman terdepan?

Jadi, seperti inilah saya mengingat kita dalam sekotak foto-foto lama yang ingin saya singkirkan karena saya ingin melepaskan keterikatan: kita adalah seorang perempuan dan seorang lelaki yang tidak pernah berada dalam satu frame ketika difoto.

Ya, hanya itu. Karena masa depan tidak akan pernah ada tanpa masa lalu.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Sekitar dua tahun yang lalu, kita pernah berkumpul di warung ayam bakar tak jauh dari kantor, kemudian berbicara tentang cita-cita dan impian masing-masing. Seingat saya, waktu itu kamu berkata bahwa kamu ingin menjadi pilot. Impian masa kecil yang tak bisa jadi kenyataan karena penglihatanmu yang minus.

Tetapi saya tahu bahwa kamu memang sangat suka menggambar.

Dan seorang teman pernah mengatakan bahwa kamu bisa menggambar di komputer tanpa sketsa. Hasilnya berupa garis-garis halus dengan bayangan dan pencahayaan yang sempurna, juga ekspresi wajah yang begitu manusia.

Beberapa waktu lalu saya sempat mendengar bahwa kamu sudah menggambar cover untuk DC Comic’s JLA Classified (apapun artinya itu) dan menjadi penciller untuk komik Witchblade.

Saya memang tidak mengerti komik, anime, manga, atau apapun itu. Tetapi tanpa harus mengerti pun, saya tahu bahwa hal ini adalah sebuah pencapaian besar.

Karena itu, saya ingin mengucapkan selamat kepada seorang kawan; yang tak berhasil menjadi pilot, tetapi tetap bisa mewujudkan impian untuk ‘menerbangkan’ orang-orang ke ‘dunia impian’ dalam halaman-halaman bergambar.

Congratulations!

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Perempuan itu masih terbaring di tempat tidur, ditemani secangkir kopi susu, sekotak tisu, dan sebotol minyak kayu putih. Sempat terlintas dalam benaknya apa yang terjadi dengan lelaki itu dan perempuan yang dicintainya [semoga semua baik-baik saja].

Lelaki itu masih jatuh cinta, tetapi memutuskan bahwa segala sesuatunya tidak bisa dibiarkan menggantung di udara–simply because he knows better than that. Jadi lelaki itu memberanikan diri untuk mendengar sebuah jawaban, meskipun menyakitkan.

Perempuan itu mendengarkan Billy Corgan-nya Smashing Pumpkins menyanyikan Today:

… Before I get out
I wanted more
Than life could ever grant me
Bored by the chore
Of saving face

Today is the greatest
Day I’ve ever known
Can’t wait for tomorrow
I might not have that long …

entah untuk yang keberapa kalinya hari itu; sementara lelaki itu memutar sebuah soundtrack film di dalam kepalanya–nada-nada yang kini terasa menjengkelkan karena kenangan manis yang direpresentasikannya telah ternoda oleh kenangan yang terlalu sedih untuk didengarkan sendirian.

Perempuan itu mengambil telepon genggamnya, hendak mendownload ringtone Safari Malam dari The Safari, mengetik SET spasi 2002089 dan mengirimkannya ke 808; kemudian melihat bahwa ada sebuah SMS yang dikirimkan lelaki itu 1.5 jam yang lalu.

Lelaki itu berkata bahwa semuanya sudah selesai. Perempuan itu tidak tersenyum. Lelaki itu pun tidak.

Tetapi hidup terus berjalan.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Begitu keluar dari ‘pasar terowongan’ UKI, saya melihatnya. Itu dia! Bus MayaRaya hijau-putih menuju Bogor!

“Langsung, langsung!” teriak si kondektur.

Saya melompat naik dan mencari tempat duduk di sebelah depan, di antara dua orang Bapak berkacamata yang juga terlihat mengantuk, menyiapkan uang Rp. 6,000,- di ritsleting depan tas, kemudian bersiap-siap tidur.

Sepuluh menit berlalu dalam damai hingga ‘konser’ dimulai.

Pengamen yang beberapa waktu lalu masih bersiap-siap dengan kotak gitarnya, kini mulai berteriak-teriak memberikan ‘pengantar’ sebelum membawakan lagu pertama, yang menurutnya berjudul Moonlight on The Lake dari Michael Jackson. Saya pun bertanya-tanya dalam hati, sedikit curiga. Memang ada, ya, lagu itu?

Ternyata kekhawatiran saya menjadi kenyataan, karena si pengamen tiba-tiba menyanyikan lagu Sunda tentang dua orang kekasih yang tengah ‘bobogohan‘ (berpacaran) di pinggir ‘situ‘ (danau/kolam). Saya menggerutu dalam hati, bukan karena lagu Sunda itu, tetapi karena suara si pengamen yang sangat keras dan cempreng. Tetapi saya berusaha keras untuk bersyukur, karena masih untung suaranya tidak fals.

Saya mencoba memejamkan mata untuk tidur, tetapi sia-sia saja. Suara itu terlalu menusuk dan terlalu mengganggu, sehingga saya hanya bisa memejamkan mata. Lupakan tidur.

Tiba-tiba saya kangen pengamen favorit saya yang suaranya mirip sekali dengan Noe, vokalis Letto. Pertama kali mendengar dia bermain di atas armada AgraMas, saya terkejut mendengarnya membawakan lagu Letto, Ruang Rindu. Sempat saya berpikir bahwa dia tengah lipsync. Tetapi ternyata dia benar-benar menyanyikan lagu itu, live. Dan suaranya benar-benar mirip Letto. Sumpah.

Sepanjang perjalanan dia membawakan lagu-lagu dalam album Letto—dan saya berharap lalu-lintas Bogor-UKI lebih macet dari biasanya, hanya agar saya bisa menikmati pertunjukan itu lebih lama. Kalau saya menjalankan bisnis Wedding Organizer, mungkin saya akan memberinya kartu nama sehingga dia bisa bernyanyi di pesta-pesta pernikahan.

He’s good enough. I will let him sing in my wedding party if I’m about to get married (and if I can find him again).

Keberuntungan saya dihibur Letto di dalam bus hanya pernah terjadi 3 kali, dan dalam 3 kali kesempatan itu saya menyelipkan uang 20.000-an ke dalam kantung yang diedarkannya. He deserves it.

Tetapi sekarang saya ucapkan selamat tinggal pada Letto [sigh].

Sepuluh hingga lima belas menit berlalu dengan suara cempreng itu, yang entah kenapa terdengar semakin keras memenuhi gendang telinga saya. Saya mencari-cari earphone di dalam tas, tetapi tidak dapat menemukannya. Mungkin ketinggalan di atas meja kerja. Oh, baiklah… sudah nasib.

Kepala saya terasa pusing dan urat-urat leher saya terasa pegal. Rasanya saya ingin berteriak,”Kecilin suaranya bisa nggak, sih?” [tetapi tentu saja saya tidak melakukannya karena hal ini tidak sesuai dengan Pancasila dan tenggang rasa dan lain-lain … argh].

Tetapi kemudian pengamen itu memetik dawai-dawai gitarnya untuk memulai lagu berikutnya. Dan saya seperti membeku di tempat. Saya kenal denting-denting awal itu. Dan dugaan saya benar.

From my youngest years. ‘Til this moment here. I’ve never seen. Such a lovely queen.

Oh, Paint My Love-nya MLTR!

Saya ingat terakhir kali saya mendengarkan lagu ini. Suatu siang yang panas, ketika saya dan dia dan sekelompok teman tengah berjalan melewati rel kereta api menuju sebuah studio musik yang terletak di belakang sebuah department store. Saya dan dia berjalan bersisian. Dan tak sengaja, pada suatu waktu, tangan kami bersentuhan.

Hanya saya yang memperhatikan kala hal itu terjadi; dengan hati yang berdebar kencang dan ribut sendiri. Semuanya nampak seperti adegan di film-film. Ketika kereta api ekonomi itu menderu lewat, meniup ilalang-ilalang yang tumbuh di pinggiran rel menjauh, dan kita nampak demikian kecil jika dilihat dari kamera kecil yang diletakkan di balik awan.

Hati saya luluh ketika si pengamen membawakan Sleeping Child sebagai lagu penutup. Tidak mudah menyanyi di atas bis. Berdiri pula.

Jika kamu pernah berdiri di atas bus yang tengah melaju kencang, kamu akan tahu bagaimana sulitnya mengatur keseimbangan. Belum lagi jika kamu harus meletakkan dua tangan di atas gitar—dan tak bisa berpegangan. Kemudian kamu harus menyanyi; dan suaramu harus stabil…

Ah, baiklah. Dua lagu yang meluluhkan hati. Pengamen itu (masih dengan suara cempreng) menutup ‘perjumpaan’ kami dengannya malam ini, dan mengedarkan kantung permen, dimulai dari bangku depan. Dan saya pun merogoh lembar-lembar yang tersisa di ritsleting depan tas, dan memasukkan beberapa lembar ke dalam kantung yang diedarkannya.

He deserves it.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Saya selalu percaya bahwa tak ada penyakit yang tak bisa disembuhkan dengan beberapa butir Panadol, makanan enak, dan secangkir teh hangat. Apalagi jika ditambah segelas jus jeruk dan risoles isi mayonaise-keju-dan-daging asap yang diantarkan Mama ke kamar saya.

Sejak pagi, di luar hujan, dan segalanya berwarna kelabu.

Tadi pagi saya baru menyadari satu hal: ternyata kabel telepon saya masih bisa dipanjangkan, sehingga saya bisa meletakkan laptop di atas tempat tidur dan terhubung ke internet (asalkan saya menjaga anjing kecil saya, Moshi, untuk tidak bermain-main dengan kabel abu-abu itu).

Terbaring sakit ditemani internet ternyata dapat membantu memperbaiki suasana hati yang muram, meskipun pusing saya belum juga hilang.

Saya akan menenggak sebutir Panadol lagi dalam satu jam ke depan, kemudian pergi tidur. Jika ketika bangun saya merasa baikan, maka saya akan semakin percaya bahwa Panadol adalah sejenis obat yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit: pusing, batuk, pilek, flu, demam, meriang, masuk angin…

Terakhir kali saya menenggak 2 butir Panadol dalam rentang waktu hanya 6 jam, saya mengoceh tak keruan di jendela Yahoo! Messenger seseorang dan mengakhiri segalanya.

Mungkin efek Panadol juga bisa memaksa orang untuk berkata jujur; sekaligus membantu mengobati luka hati.

Ah.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

Lelaki dan perempuan itu berjalan menuju sebuah kedai kopi ketika hari menjelang senja. Si lelaki memesan segelas minuman hangat: campuran kopi, cokelat putih, dan sirup vanila; sedangkan si perempuan memesan iced latte dengan sirup karamel. Kemudian keduanya duduk berhadap-hadapan, menghabiskan senja.

Lelaki itu pernah jatuh cinta, sedang jatuh cinta, dan merasa sedikit frustasi karena patah hati (juga depresi, mungkin). Perempuan itu pernah jatuh cinta, tidak sedang jatuh cinta, dan merasa bahwa saat ini cinta bukanlah prioritas yang terlalu terburu dalam hidupnya. Tetapi mereka tidak saling jatuh cinta satu sama lain.

Senja itu, si lelaki memikirkan perempuan yang dicintainya, dan si perempuan memikirkan lelaki yang (rasanya pernah) dicintainya. Yang memisahkan lelaki itu dengan perempuan yang dicintainya adalah masa kini. Yang memisahkan perempuan itu dengan lelaki yang (rasanya pernah) dicintainya adalah masa lalu.

Senja itu, mereka bicara tentang cinta. Tentang bagaimana si lelaki merasa bersalah karena telah menyakiti hati perempuan yang dicintainya tanpa sungguh-sungguh bermaksud demikian. Si perempuan tidak banyak bicara, hanya mendengarkan.

Kemudian si lelaki berkata, “Life is not a fairy tale.”

Perempuan yang tidak sedang jatuh cinta itu menyahut: “Life is not a fairy tale, yet,” dan tersenyum. Perempuan itu sedikit terkejut akan optimisme yang menyelinap dalam perkataannya barusan, kemudian menambahkan,”But someone’s fairy tale is always someone else’s nightmare.”

Mereka menghabiskan senja itu dalam secangkir kopi. Tak ada solusi.
Memang bukan itu yang mereka berdua cari.

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

[Okay, take a deep breath… inhale, exhale, inhale, exhale]

In life, shit happens. Today, I’ve accidentaly deleted my blog when I was about to change its settings.

[sigh]

What can you do when shit happens? You can feel sorry for what had happened, and then you can move on. I’ve decided to move on … with or without my previous postings. Wish me luck.

[Now I need to comfort myself with a cup of coffee]

hanny
WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP