Seorang teman sebentar lagi akan menikah. Seorang lagi justru baru saja berpisah. Seorang kawan mengaku sedang gelisah. Seorang lagi tengah dihantui perasaan bersalah. Ketika seseorang diam-diam menyimpan rasa, ada seseorang yang tengah berupaya menepiskan cinta. Ketika sekeping cinta dilepaskan ke udara, seorang sahabat berlari untuk menangkap jatuhnya, sementara seorang lagi bersembunyi agar tak terkena serpihannya.

Ada cah benci dan cinta dalam setiap piring yang terhidang di meja. Teraduk rata sehingga kita tidak bisa memilih satu saja di antara keduanya.

Ada sebuah jendela yang terbuka pada suatu malam yang terlalu sendiri. Di saat yang bersamaan, sebuah jendela tertutup pada pagi hari yang terlalu sedih untuk dilewati berdua.

Duka itu bukan untuk dibagi, tetapi untuk dipendam sendiri.

Dan ia remuk pada satu hari di mana dunia nampak demikian kejam dan memusuhi. Dia berpaling hanya untuk mengetahui bahwa ia tengah menangis sendiri. Saya melihat bayangan saya di cermin pagi ini. Dan saya melihat dia. Dia yang menangis, tanpa bahu untuk bersandar.

Mungkin ini saat dimana dia harus berdiri sendiri. Bukan waktunya lagi saya cemas berlari menghampiri. Ada waktu-waktu di mana saya ingin dia bisa hidup tanpa saya. Bukan karena saya ingin dia mandiri dan mampu mengatasi segala kesulitan sendiri. Tetapi karena saya sudah lelah selalu menjadi alas kaki.

I deserve more than that.

hanny

2 Responses

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP