About 2 or 3 weeks ago, during lunch, my friends at Maverick were discussing about this new movie: “Berbagi Suami”. As a modern women, we do not believe in poligamy—nor the voluntarily will of some women (especially some who are well educated and come from a very promising background), to get themselves involved in a situation where they have to ‘share’ their husband with other women.
Therefore, I was shocked when a friend of mine, who has the same educational background and same perspectives on many issues of life with me, came up to me one day and said that she was dating a married man. A married man with a wife and a 3-y.o. daughter!

She told me how they were in love with each other, and at the moment, they’re just enjoying this romantic encounters as they go along with their everyday life. She told me that she knows how wrong the thing she did. But she just can’t help it. She’s in love. I didn’t say I understand the reason why she was involving herself in such a mess. Because honestly, I don’t understand it. And it would be a lie to say how much I understand her position. Because I don’t. I just don’t.

I know it’s impossible to control your feelings. You’ll never know to whom you’ll be falling in love with—either he’s single man, divorced man, or married man. But you always have choices to control your action. You can choose to get into romance with this married man or not. You can choose to kiss this married man or not.

Therefore, my friends’ situation seems ‘invalid’ to me. And why would you want to hurt other woman’s feelings? Woman with kids?!! And the fact that this married man cheats on his wife… can’t you hear a bell rings in your head? Hel-looo? If he could cheat on his wife, why can’t he cheats on you? Apart from the fact that this man’s wife is a good person or a bad person, they’re already married to each other. And there’s no excuse for you to interfere!

What strucked me the most is what this married man said to my friend. He said, in the end, he had to be responsible to his family. Therefore, in an occasion, he told my friend this crazy sentence: “You know who I am since the very beginning. I have wife and kids, so don’t put too much hope on me”. As a woman, I think of it as an insult. Why? First, because it is true. Second, because a woman should be able to protect herself in such a way so she would never have to hear such thing. Third, because as a woman in that situation, you should also have the pride to say: “I have never, N.E.V.E.R, put any hopes on you, looser. Because you’re hopeless!”

But my friend didn’t seem to think that way. I have no idea why would someone wants to get involved in a relationship that won’t take them anywhere. This man is having a little romance with you, having fun, going out for dating, sending you romantic SMS once every 30 minutes… but in the end, he’ll go back to his wife. To his daughters. To his family. And there my friend will be. On her own.

I kept reminding my friend that because she has already getting herself involved in this mess, she must realize the fact that she has no voice in this relationship. She must realize the fact that one day, this man will leave her. And she better be prepared to face that day; hopefully before this man’s wife smell the affair and caught them red-handed.

Love doesn’t hurt, my friend. Love doesn’t hurt.

IMG. http://ospitiweb.indire.it/ictavagnacco/burton/The_Pin_Cushion_Queen/Pin_Cushion_Queen.jpg

Ketika saya memandangi bintang-bintang malam ini … saya melihat saya dan kamu di masa lalu. Kita adalah kelap-kelip itu.

Sepertinya … suatu saat dulu, kehidupan kita pernah bertemu tanpa sengaja di suatu sudut. Kemudian kita memutuskan untuk menjadikan sudut itu tempat ternyaman kita berdua, di mana kita bisa saling berbagi, tertawa, dan menangis bersama.

(Tepat pada saat ini saya teringat pada sebuah pepatah lama yang mengatakan: “Suatu saat nanti, kamu akan melupakan mereka yang pernah tertawa bersamamu, tetapi kamu tidak akan pernah bisa melupakan mereka yang pernah menangis bersamamu”).

Sampai tiba saatnya ketika semua berubah.

Dan kita memutuskan untuk menempuh jalan yang sama sekali berbeda. Sendiri-sendiri. Meninggalkan sudut itu tanpa pernah memutuskan apakah kita akan kembali, atau bertemu lagi di sana suatu saat nanti.

Sekarang, kita seperti dua orang asing yang tidak pernah saling mengenal. Hanya dua sosok yang tengah menapaki jalan masing-masing dengan pandangan lurus ke depan. Memaksa diri untuk tidak menoleh ke belakang. Selalu tahu bahwa sudut itu akan tetap berada di sana–di suatu waktu di masa lalu, tanpa pernah tahu apakah suatu saat dulu, ketika kiita masih sering duduk-duduk di sudut itu, pernah ada cinta yang hadir dan tak terucapkan hingga kini …

Ketika saya memandangi bintang-bintang malam ini, saya melihat saya dan kamu di masa lalu. Kita adalah kelap-kelip itu.

Katakan pada saya, apa yang kamu lihat ketika kamu memandangi bintang-bintang?
Apakah kamu melihat saya dan kamu di masa lalu?

Ataukah … kamu hanya melihat bintang-bintang?

~ still starring at those beautiful stars ~

IMG. http://www.lip.pt/~catarina/starry-night.jpg

Kamu datang di saat saya sedang teramat sendirian.

Kalau kamu pernah merasa kesepian ketika sedang berada di tengah keramaian, mungkin kamu tahu apa yang saya maksudkan. Ketika wajah-wajah mereka yang kamu kenal menjadi sedemikian kabur, dan kamu seperti tidak menemukan dirimu di antara mereka yang sedang tertawa bersamamu.Kamu adalah satu wajah asing yang hadir pada satu momen genting di mana semua terkesan seragam dan familiar. Dan kehadiran kamu membuat kesepian itu menjadi kehilangan arti. Karena sepercik warna di tengah nuansa hitam, putih, dan abu-abu cukup intens memberikan makna. Dan cukup kuat memukau indera.

Kamu datang di saat saya sedang teramat sendirian.

Dan kamu membuat saya mengerti bahwa kesendirian tidak selalu berbanding lurus dengan kesepian. Karena dalam kesendirian, kamu ada dalam setiap tetes hujan yang saya pandangi dari balik layar komputer saya di sore hari. Kamu yang sekali-sekali datang membuat saya tidak pernah kehilangan harapan. Dan kamu yang sekali-sekali menghilang menjadikanmu sosok yang selalu dirindukan.

Ada kalanya saya merasa bahwa kamu hadir untuk membuat saya percaya lagi pada satu hal itu, yang dalam beberapa tahun terakhir ini telah saya anggap sebagai “mitos”. Satu hal yang dipuja sedemikian banyak orang dan belakangan saya terjemahkan dengan kata “old crap”.

Kamu mengada sebagai serpih-serpih rasa pada setiap harinya. Dan jika saya cukup tabah memunguti serpih-serpih itu satu demi satu, saya akan mendapatkan satu hal itu dari dirimu. Utuh.

Ada saat-saat di mana kamu menyerpih sedemikian rupa, memenuhi jejak hidup saya, tetapi saya terlalu malas untuk memungutinya. Berpikir bahwa masih ada hari-hari ke depan, dan saya masih punya banyak kesempatan. Terkadang saya menyesal, mengapa saya tidak lebih rajin mengumpulkan serpih-serpih itu, sehingga saya dan kamu bisa lebih cepat menyatu.

Tetapi … kamu sudah datang di saat saya sedang teramat sendirian. Dan kenyataan itu sudah cukup membantu saya melewati hari-hari yang “hectic” dengan senyuman.

Untuk sementara, perburuan mengumpulkan serpih-serpih itu tak lagi penting buat saya. Ada memori sebesar 1 GB tentang kamu yang siap diakses kapan saja. Saat ini saya sudah cukup puas memandangi potongan-potongan gambar tentang kamu. Kamu yang sedang tersenyum lebar, mengerutkan kening, atau diserang panik. Ada suara-suara kamu. Kamu yang sedang tertawa terbahak-bahak, berbicara dengan nada serius, atau bergumam sendirian di tengah gejolak pemikiranmu.

Saya sudah mendedikasikan satu folder khusus berisi kamu dalam benak saya, lengkap dengan back-up nya.

Jangan takut jika suatu hari, ketika sedang sendiri, tiba-tiba kamu mendengar suara-suara aneh yang tidak kamu kenali. Kemungkinan besar, itu cuma saya. Yang sedang mendoakan kebahagiaan kamu dan orang-orang yang kamu sayangi.

Terima kasih karena sudah datang di saat saya sedang teramat sendirian.

IMG. http://www.redrabbitriversmith.com/art/Sad%20Fairy.jpg