Dalam perjalanan pulang dari kampus suatu malam, taksi yang saya dan Lil-Q tumpangi melewati sebuah papan bertuliskan “Ada pembangunan Monorail”.

Dan saya langsung bilang sama Lil-Q, “Ah! Gila! Langit makin penuh aja. Suatu hari nanti kalau kita ngedongak ke atas kita nggak lagi lihat langit, tapi cuma lihat gedung-gedung dan rel berseliweran di atas kepala kita!”

Waktu itu Lil-Q cuma bilang,”Ya ampun, berlebihan banget kali, Buuu!”

Nggak tau kenapa, tapi dari dulu saya memang paling suka ngeliat langit dan segala yang ada di atasnya. Mulai dari matahari, bulan, bintang, awan, sampai pesawat terbang. Sampai sekarang kalau ada pesawat terbang di langit saya pasti bakal ngeliatin pesawat itu sampai hilang dari pandangan. Saya pernah baca di beberapa buku bahwa orang yang suka ngeliatin langit adalah orang yang tengah merindukan sesuatu. Hmmm, nice interpretation … :p

Waktu kecil saya suka banget ngeliatin awan, how it feels in my hand if I touched it. Saat itu saya janji sama diriku sendiri bahwa kalau saya kaya nanti saya bakal beli tangga yang banyak dan saya tumpuk terus, terus, dan terus, sampai akhirnya saya bisa nyentuh awan.

Waktu kelas 2 SMP juga saya lagi di dalem mobil sendirian, nungguin bokap lagi beli nasi goreng, tiba-tiba ngeliat bintang jatuh! Bagus banget yaaa … dan langsung make a wish. Sampai saat ini saya masih inget saya minta apa. Dan sampai detik ini juga belum terkabul ;p (hari gini masih aja percaya bahwa bintang jatuh bisa mengabulkan permintaan hehehe…)

Anyway, apart from those childhood memories, saya sebelll banget kalau setelah proyek monorail ini ada proyek lain lagi. Mungkin jalan tol bakalan bertingkat 3 atau 4, kayak di film Back to The Future … langit jadi penuh dengan benda-benda yang seharusnya nggak ada di sana. Terus burung-burung jadi nggak bisa leluasa terbang lagi …

(Ngomong-ngomong soal binatang, waktu hari Senin saya marahhhh banget ngeliat a bunch of Korean kids ngelemparin kucing putih di kantor saya pake batu dan mereka ketawa-ketawa senang! Untung aja si putih berhasil ngumpet di dalem bak sampah sehingga anak-anak itu gak bisa mengenai dia. Rasanya pengen bales ngelemparin anak-anak itu pake batu, biar mereka tau gimana rasanya!!! Kalo anak-anak aja udah kejam kayak gitu gimana dunia ini bisa jadi tempat yang lebih baik?)

Kalau orang yang suka ngeliatin langit diinterpretasikan sebagai orang yang tengah merindukan sesuatu, one day ketika langit semakin penuh, mungkin saya akan berhenti menengadah ke langit dan memilih untuk menyelam di laut (I think I need to take a diving course). Meskipun saya udah nggak bisa ngeliat langit lagi, saya masih menjadi seseorang yang merindukan sesuatu. Saya akan merindukan langit yang bersih. Yang kelihatan tinggi dan biru dan luas. Yang gelap dan mendung. Yang hitam dan berbintang.

Sekarang, selagi masih banyak tempat memiliki pandangan ke langit yang gak terhalang, saya bakalan puas-puasin ngeliatin langit. Di belahan dunia yang lain… mungkin ada juga orang-orang yang lagi ngeliat ke langit. Lagi memandangi bintang yang sama. Kejatuhan tetes hujan yang sama. Mengagumi cambukan kilat yang sama … we’re all longing for someone, missing someone, or make a wish for that someone …

Langit membuat saya merasa bahwa kita semua satu. That no matter where we are, no matter who we are, we’re never too far away from each other.

hanny

If you made it this, far, please say 'hi'. It really means a lot to me! :)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

WANT TO SHARE WITH SOMEONE WHO NEED THIS?

READ MORE:

Legs and Apples
Do it because it’s fun. Because it brings you joy; because it’s meaningful to you. Do it because it gives you simple tiny pleasures. Do it because it makes you smile.
The view from De Klok
I took another digital detox this weekend—I limited myself to a 5-minute screen time on Saturday and Sunday to quickly check my business account. I closed my social media account for the rest of the days.
Hanny illustrator
Hi. I'm HANNY
I am an Indonesian writer/artist/illustrator and stationery web shop owner (Cafe Analog) based in Amsterdam, the Netherlands. I love facilitating writing/creative workshops and retreats, especially when they are tied to self-exploration and self-expression. In Indonesian, 'beradadisini' means being here. So, here I am, documenting life—one word at a time.

hanny

TAKE WHAT YOU NEED
VISIT THE SHOP